Barangkali kita sudah tidak asing lagi dengan pepatah yang mengatakan, "Ibarat padi, semakin berisi semakin merunduk". Lihatlah padi! Di sana kita bisa mengambil pelajaran dari buah padi.
Perhatikanlah ketika ia mulai mekar tanpa isi. Bukankah buah padi itu mendongak ke atas? Bagaimana kalau dia sudah mulai berisi? Ia akan mulai merunduk. Bagiamana jika isinya semakin masak atau mendewasa? Ia akan semakin merunduk.
Sesungguhnya Tuhan kita menciptakan alam beserta isinya agar kita sebagai umat-Nya bisa mengambil pelajaran dari alam sekitar atau dalam istilah lain “Membaca alam sekitar”, sebagai mana ayat (wahyu) Allah yang pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw berbunyi “Iqro” yang berarti “Bacalah”. Dan sudah jelas disebutkan dalam kitab suci Al Qur’an bahwa alam beserta isinya adalah tanda-tanda kebersaran Tuhan? Sehingga tidak dapat disangkal lagi bahwa semua yang ada di jagat raya ini adalah pelajaran bagi orang-orang yang berfikir.
Kembali ke buah padi, sebagai insan SH Terate kita semestinya bisa mengambil pelajaran dan menjadikan buah padi itu sebagai tanda bagi kita agar kita mengerti bahwa kita sudah seharusnya begitu. Betapa indahnya jika semua umat manusia, khususnya warga SH Terate memilii jiwa seperti jiwa Padi. Ia akan semakin merunduk ketika ia semakin bertambah ilmunya. Semakin bertambahnya ilmu akan menjadikan ia lebih dewasa, lebih tenang, dan lebih arif dan santun dalam kehidupan.
Sebagaimana ilmu padi, sebagi warga Persaudaraan Setia Hati Terate, sudah sangat seharusnya kita tidak memiliki jiwa yang adigang-adigung, lan adiguno. Adigang, adigung, adiguno bisa dimaknai sebagai sifat menyombongkan diri pada kekuatan, kekuasaan, dan kepandaian yang dimiliki. Adigang, adalah gambaran dari watak kijang yang menyombongkan kekuatan larinya yang luar biasa. Adigung adalah kesombongan terhadap keluhuran, keturunan, kebangsawanan, pangkat, kedudukan, atau kekuasaan yang dimiliki, diibaratkan gajah yang besar dan nyaris tak terlawan oleh binatang lain. Sedangkan Adiguno menyombongkan kepandaian (kecerdikan) seperti watak ular yang memiliki racun mematikan dari gigitannya.
Peribahasa ini mengingatkan bahwa kelebihan seseorang sering membuat sombong, lupa diri, sehingga berdampak buruk bagi yang bersangkutan maupun orang lain. Contohnya kijang, secepat apa pun larinya sering terkejar juga oleh singa atau harimau, dan apabila sudah demikian nasibnya hanya akan menjadi santapan raja hutan tersebut.
Perhatikanlah ketika ia mulai mekar tanpa isi. Bukankah buah padi itu mendongak ke atas? Bagaimana kalau dia sudah mulai berisi? Ia akan mulai merunduk. Bagiamana jika isinya semakin masak atau mendewasa? Ia akan semakin merunduk.
Sesungguhnya Tuhan kita menciptakan alam beserta isinya agar kita sebagai umat-Nya bisa mengambil pelajaran dari alam sekitar atau dalam istilah lain “Membaca alam sekitar”, sebagai mana ayat (wahyu) Allah yang pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw berbunyi “Iqro” yang berarti “Bacalah”. Dan sudah jelas disebutkan dalam kitab suci Al Qur’an bahwa alam beserta isinya adalah tanda-tanda kebersaran Tuhan? Sehingga tidak dapat disangkal lagi bahwa semua yang ada di jagat raya ini adalah pelajaran bagi orang-orang yang berfikir.
Kembali ke buah padi, sebagai insan SH Terate kita semestinya bisa mengambil pelajaran dan menjadikan buah padi itu sebagai tanda bagi kita agar kita mengerti bahwa kita sudah seharusnya begitu. Betapa indahnya jika semua umat manusia, khususnya warga SH Terate memilii jiwa seperti jiwa Padi. Ia akan semakin merunduk ketika ia semakin bertambah ilmunya. Semakin bertambahnya ilmu akan menjadikan ia lebih dewasa, lebih tenang, dan lebih arif dan santun dalam kehidupan.
Sebagaimana ilmu padi, sebagi warga Persaudaraan Setia Hati Terate, sudah sangat seharusnya kita tidak memiliki jiwa yang adigang-adigung, lan adiguno. Adigang, adigung, adiguno bisa dimaknai sebagai sifat menyombongkan diri pada kekuatan, kekuasaan, dan kepandaian yang dimiliki. Adigang, adalah gambaran dari watak kijang yang menyombongkan kekuatan larinya yang luar biasa. Adigung adalah kesombongan terhadap keluhuran, keturunan, kebangsawanan, pangkat, kedudukan, atau kekuasaan yang dimiliki, diibaratkan gajah yang besar dan nyaris tak terlawan oleh binatang lain. Sedangkan Adiguno menyombongkan kepandaian (kecerdikan) seperti watak ular yang memiliki racun mematikan dari gigitannya.
Peribahasa ini mengingatkan bahwa kelebihan seseorang sering membuat sombong, lupa diri, sehingga berdampak buruk bagi yang bersangkutan maupun orang lain. Contohnya kijang, secepat apa pun larinya sering terkejar juga oleh singa atau harimau, dan apabila sudah demikian nasibnya hanya akan menjadi santapan raja hutan tersebut.
Jadi kesimpulannya, apakah kita ingin menjadi seperti padi itu, ataukah kita akan tetap mempertahankan sifat adigang, adigung, lan adiguno tadi?, jawabannya tentu tergantung pada diri kita masing-masing,,,,,,,
Semoga Bermanfaat
Salam Persaudaraan
Semoga Bermanfaat
Salam Persaudaraan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar