Falsafah PSHT

Manusia dapat dihancurkan, Manusia dapat dimatikan,
tetapi manusia tidak dapat dikalahkan selama manusia itu
masih Setia kepada dirinya sendiri atau ber-SH pada dirinya sendiri

Rabu, 16 Maret 2016

Paradigma Baru Kepemimpinan SH Terate

MADIUN - Setia Hati (SH) Terate memasuki paradigma baru, terutama pada konsep kepemimpinan. Yang semula bertumpu pada patron dengan konsep kepemimpinan tunggal, kini bergeser ke konsep Kolektif Kolegial.

Pergeseran konsep kepemimpinan di SH Terate itu, merupakan salah satu keputusan produk Parapatan Luhur (Palu) SH Terate 2016, yang digelar di Asrama Haji, Jakarta tanggal 10 sampai dengan 13 Maret 2016. ”Keputusan itu merupakan mementum penting dalam perjalanan sejarah SH Terate”, ujar Ketua Majelis Luhur SH Terate Ir. H. RB Wijono.

Pada awal berdirinya, SH Terate menganut konsep kepemimpinan patron. Sosok guru atau dikenal dengan sebutan Hadjar, memegang amanah tertinggi. Sebut misalnya pada era Ki Hadjar Hardjo Oetomo. Sebagai perintis, pendiri sekaligus guru pencak silat, Ki Hadjar Hardjo Oetomo sekaligus juga berperan sebagai pemimpin.

Dalam perkembangannya, setelah Persaudaraan SH Terate berubah dari sistem perguruan ke organisasi, sosok patron tetap memegang peranan dalam kepemimpinan SH Terate. Hanya sebutan atau namanya saja yang berubah dari Hadjar menjadi Ketua. Era ini melahirkan pemimpin SH Terate yang cukup disegani, antara lain Soetomo Mangkoedjojo, Santoso, Irsyad, dan Badini.

Mamasuki tahun 80-an, saat RM Imam Koesoepangat muncul ke permukaan, konsep kepemimpinan SH Terate dipilah jadi dua jalur. Yaitu, jalur idealisme (ajaran, keilmuan atau disebut juga ke-SH-an) dan jalur profesional (organisasi dan pengembangan).
Pada era ini jalur kepemimpinan idealisme dipegang oleh RM. Imam Koesoepangat, lebih akrab dengan panggilan Mas Imam. Istilah yang digunakan adalah Ketua Dewan Pusat.
Sedangkan jalur profesionalisme diamanahkan kepada KRH. H. Tarmadji Boedi Harsono, SE. lebih akrab dengan panggilan Mas Maji. Istilah yang digunakan adalah Ketua Umum Pusat.

Pasca Mas Imam wafat, praktis kepemimpinan SH Terate mengerucut kembali ke kepemimpinan tunggal.
Alasan mendasar, sepeninggal Mas Imam, SH Terate hanya memiliki satu orang Tingkat III, yaitu Mas Maji.
Al-hasil, Mas Madji yang semula diamanati memegang tanggung jawab sebagai pelaksana organisasi, serta merta harus memegang amanah sebagai pelaksana ajaran.
Dasarnya, pengampu keilmuan tertinggi di SH Terate adalah Tingkat III.

Pada akhir hayat Mas Maji, konsep kepemimpinan SH Terate kembali diformat jadi dua jalur, seperti pada era Mas Imam. Yakni, jalur ideal dan profesional. Konsep kepemimpinan kolektif kolegial mulai dijalankan. Ini bisa dilihat dari jumlah Dewan Pusat yang dipasang. Yakni, jadi 9 orang. Mas Maji saat itu menyebutnya sebagai Nawa Pandhita (9 guru). Sedangkan amanah pada sisi pelaksana organisasi diserahkan kepada Ketua Umum Pusat.
Dua nama tokoh muncul sejalan dengan kebijakan ini. Yaitu, Kol Inf (Purn) Ricard Simorangkir, kemudian digantikan  H. Arief Suryono, karena Mas Ricard (panggilan akrab Ricard Simorangkir) wafat.

Konsep kepemimpinan kolektif kolegial ini, tampaknya menjadi bagian paling dianggap pas oleh tokoh-tokoh SH Terate. Hingga, pada Parapatan Luhur SH Terate 2016 yang baru saja digelar, kepimpinan kolektif kolegial, resmi diusung menjadi bagian sejarah perkembangan SH Terate. Hanya namanya diganti dari semula Dewan Pusat, menjadi Majelis Luhur. Sedangkan pemimpin yang bertugas memegang amanah pelaksana organisasi, diserahkan kepada Ketua Umum Pusat. Nama resminya sesuai AD/ART SH Terate produk Palu SH Terate 2016,  Ketua Umum Pengurus Pusat.

Mejelis Luhur hasil Parapatan Luhur SH Tertae 2016 sepakat memberi amanah pemegang ajaran kepada sembilan orang tokoh yang diketuai Ir. RB Wijono (panggilan akrabnya Mas Wie) dengan delapan anggota. Tujuh anggota sudah resmi ditetapkan, sedangkan satu anggota lagi masih dalam proses penetapan.
Sementara pada sisi pelaksana organisasi, Dr. Ir. Muhammad Taufik, SH.M.Sc (penggilan akarbnya Mas Taufik) diserahi amanah sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat.
Sumber: lawupos.net

Selasa, 08 Maret 2016

Pengertian tulisan di dalam lambang PSHT

Tulisan "Persaudaraan Setia Hati Terate" yang tertera di dalam lambang/badge organisasi Persaudaraan Setia Hati Terate sungguh sangat mengandung arti yang luar biasa, baik dari penempatan tulisannya maupun warna dari tulisan itu sendiri. 

Bersumber dari beberapa referensi, saya yang awam tentang keSHan ini mencoba untuk merangkumnya dan kemudian saya tulis dalam blog saya yang sangat sederhana ini.
Kenapa tulisan "Persaudaraan" dan "Setia Hati " berwarna putih dan letaknya berada di atas dan di tengah?, sedangkan tulisan "Terate" berwarna kuning dan letaknya berada di bawah?. Saya akan mencoba menguraikan kata demi kata.

Tulisan "PERSAUDARAAN" diletakkan di atas diharapkan semua warga PSHT mengutamakan nilai-nilai Persaudaraan yang terkandung dalam organisasi, bahkan mungkin kita bisa mengklaim bahwa satu-satunya organisasi yang bersifat dan berlandaskan PERSAUDARAAN yang kekal dan abadi hanyalah PSHT. Tulisannya berwarna putih dengan maksud PERSAUDARAAN ini didasari dengan niat yang tulus dan suci.

Tulisan "SETIA HATI" adalah 2 (dua) kata tulisan yang mengapit lambang hati bersinar, dimaksudkan kesetiaan kita pada diri sendiri, saudara dan organisasi harus benar-benar tulus ikhlas sehingga nilai-nilai keSetiaan Hati kita akan bersinar sepanjang masa.
 
Tulisan "TERATE" nama satu-satunya tanaman/bunga yang terdapat pada lambang PSHT, berwarna kuning keemasan dimaksudkan bahwa kata terate seperti sifat emas, di mana emas walaupun dibakar, dihancurkan atau dilebur sekalipun sehingga berbentuk apa saja, nilai jumlah barangnya tetap sama, begitu juga diharapkan warga PSHT walaupun mau dihancurkan atau bagaimanapun PSHT tetap bersinar tetap jaya sepanjang masa. Bukannya kemudian tenggelam namanya, tetapi justru semakin bersinar menyinari dunia dan isinya. Insya Allah, Aamiin...

Semoga ulasan singkat ini membawa manfaat khususnya buat saya pribadi dan juga warga PSHT pada umumnya,, Aamiiin...


Salam Persaudaraan
PSHT Rayon Pandansari

Tata Cara Shalat Gerhana

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Kita mungkin pernah mendengar istilah Shalat Kusufian (shalat 2 Gerhana. yaitu shalat dikarenakan terjadinya Gerhana Bulan, dan Gerhana Matahari. Dalam artian, jika terjadi Gerhana Bulan maka kita lakukan (laksanakan) shalat Khusuf, dan jika terjadi Gerhana Matahari maka kita lakukan shalat Kusuf.
A. Pengertian
Shalat gerhana dalam bahasa arab sering disebut dengan istilah khusuf (الخسوف) dan juga kusuf (الكسوف) sekaligus. Secara bahasa, kedua istilah itu sebenarnya punya makna yang sama. Shalat gerhana matahari dan gerhana bulan sama-sama disebut dengan kusuf dan juga khusuf sekaligus.
Namun masyhur juga di kalangan ulama penggunaan istilah khusuf untuk gerhana bulan dan kusuf untuk gerhana matahari.
1. Kusuf
Kusuf (كسوف) adalah peristiwa di mana sinar matahari menghilang baik sebagian atau total pada siang hari karena terhalang oleh bulan yang melintas antara bumi dan matahari. 
2. Khusuf
Khusuf (خسوف) adalah peristiwa dimana cahaya bulan menghilang baik sebagian atau total pada malam hari karena terhalang oleh bayangan bumi karena posisi bulan yang berada di balik bumi dan matahari. 
B. Pensyariatan Shalat Gerhana
Shalat gerhana adalah shalat sunnah muakkadah yang ditetapkan dalam syariat Islam sebagaimana para ulama telah menyepakatinya.
1. Al-Quran
Dalilnya adalah firman Allah SWT : 
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
Dan dari sebagian tanda-tanda-Nya adalah adanya malam dan siang serta adanya matahari dan bulan. Janganlah kamu sujud kepada matahari atau bulan tetapi sujudlah kepada Allah Yang Menciptakan keduanya. (QS. Fushshilat : 37) 
Maksud dari perintah Allah SWT untuk bersujud kepada Yang Menciptakan matahari dan bulan adalah perintah untuk mengerjakan shalat gerhana matahari dan gerhana bulan. 
2. As-Sunnah
Selain itu juga Rasulullah SAW bersabda : 
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِيَ
Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sebuah tanda dari tanda-tanda Allah SWT. Keduanya tidak menjadi gerhana disebabkan kematian seseorang atau kelahirannya. Bila kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdo'alah hingga selesai fenomena itu. (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad) 
Selain itu juga ada hadits lainnya :
لَمَّا كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ  نُودِيَ : إِنَّ الصَّلاَةَ جَامِعَةٌ
Ketika matahari mengalami gerhana di zaman Rasulullah SAW, orang-orang dipanggil shalat dengan lafaz : As-shalatu jamiah". (HR. Bukhari).
Shalat gerhana disyariatkan kepada siapa saja, baik dalam keadaan muqim di negerinya atau dalam keadaan safar, baik untuk laki-laki atau untuk perempuan.
Namun meski demikian, kedudukan shalat ini tidak sampai kepada derajat wajib, sebab dalam hadits lain disebutkan bahwa tidak ada kewajiban selain shalat 5 waktu semata. 
C. Hukum Shalat Gerhana
Para ulama membedakan antara hukum shalat gerhana matahari dan gerhana bulan. 
1. Gerhana Matahari
Para ulama umumnya sepakat mengatakan bahwa shalat gerhana matahari hukumnya sunnah muakkadah, kecuali mazbah Al-Hanafiyah yang mengatakan hukumnya wajib.
a. Sunnah Muakkadah
Jumhur ulama yaitu Mazhab Al-Malikiyah, As-Syafi'iyah dan Al-Malikiyah berketetapan bahwa hukum shalat gerhana matahari adalah sunnah muakkad.
b. Wajib
Sedangkan Mazhab Al-Hanafiyah berpendapat bahwa shalat gerhana matahari hukumnya wajib. 
2. Gerhana Bulan
Sedangkan dalam hukum shalat gerhana bulan, pendapat para ulama terpecah menjadi tiga macam, antara yang mengatakan hukunya hasanah, mandubah dan sunnah muakkadah.
a. Hasanah
Mazhab Al-Hanafiyah memandang bahwa shalat gerhana bulan hukumnya hasanah.
b. Mandubah
Mazhab Al-Malikiyah berpendapat bahwa hukum shalat gerhana bulan adalah mandubah.
c. Sunnah Muakkadah
Mazhab As-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah berpendapat bahwa hukum shalat gerhana bulan adalah sunnah muakkadah. 

D. Pelaksanaan Shalat Gerhana
Waktu melaksanakan shalat gerhana bulan yakni dimulai dari terjadinya Gerhana Bulan itu sendiri hingga terbit kembali, atau dengan kata lain sampai Bulan tersebut nampak utuh, sedangkan waktu melaksanakan shalat Gerhana Matahari yaitu dimulai dari timbulnya Gerhana Matahari itu sendiri hingga matahari tersebut kembali sebagaimana biasanya, atau sampai terbenam.
1. Berjamaah
Shalat gerhana matahari dan bulan dikerjakan dengan cara berjamaah, sebab dahulu Rasulullah SAW mengerjakannya dengan berjamaah di masjid. Shalat gerhana secara berjamaah dilandasi oleh hadits Aisyah radhiyallahu 'anha
2. Tanpa Adzan dan Iqamat
Shalat gerhana dilakukan tanpa didahului dengan azan atau iqamat. Yang disunnahkan hanyalah panggilan shalat dengan lafaz "As-Shalatu Jamiah". Dalilnya adalah hadits berikut :
لَمَّا كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ  نُودِيَ : إِنَّ الصَّلاَةَ جَامِعَةٌ
Ketika matahari mengalami gerhana di zaman Rasulullah SAW, orang-orang dipanggil shalat dengan lafaz : As-shalatu jamiah". (HR. Bukhari). 
3. Sirr dan Jahr
Namun shalat ini boleh juga dilakukan dengan sirr (merendahkan suara) maupun dengan jahr (mengeraskannya). 
4. Mandi
Juga disunnahkan untuk mandi sunnah sebelum melakukan shalat gerhana, sebab shalat ini disunnahkan untuk dikerjakan dengan berjama'ah 
5. Khutbah
Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum khutbah pada shalat gerhana. 
1. Disyariatkan Khutbah
Menurut pendapat As-Syafi'iyah, dalam shalat gerhana disyariatkan untuk disampaikan khutbah di dalamnya. Khutbahnya seperti layaknya khutbah Idul Fithri dan Idul Adha dan juga khutbah Jumat.
Dalilnya adalah hadits Aisyah ra berikut ini : 
أَنَّ النَّبِيَّ  لَمَّا فَرَغَ مِنَ الصَّلاَةِ قَامَ وَخَطَبَ النَّاسَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَال : إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ عَزَّ وَجَل لاَ يُخْسَفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
Dari Aisyah ra berkata,"Sesungguhnya ketika Nabi SAW selesai dari shalatnya, beliau berdiri dan berkhutbah di hadapan manusia dengan memuji Allah, kemudian bersabda, "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sebuah tanda dari tanda-tanda Allah SWT. Keduanya tidak menjadi gerhana disebabkan kematian seseorang atau kelahirannya. Bila kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdo'alah. (HR. Bukhari Muslim) 
Dalam khutbah itu Rasulullah SAW menganjurkan untuk bertaubat dari dosa serta untuk mengerjakan kebajikan dengan bersedekah, do'a dan istighfar (minta ampun). 
2. Tidak Disyariatkan Khutbah
Sedangkan Al-Malikiyah mengatakan bahwa dalam shalat ini disunnahkan untuk diberikan peringatan (al-wa'zh) kepada para jamaah yang hadir setelah shalat, namun bukan berbentuk khutbah formal di mimbar.
Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah juga tidak mengatakan bahwa dalam shalat gerhana ada khutbah, sebab pembicaraan Nabi SAW setelah shalat dianggap oleh mereka sekedar memberikan penjelasan tentang hal itu. 
Dasar pendapat mereka adalah sabda Nabi SAW :
فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
Bila kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdoalah. (HR. Bukhari Muslim)
Dalam hadits ini Nabi SAW tidak memerintahkan untuk disampaikannya khutbah secara khusus. Perintah beliau hanya untuk shalat saja tanpa menyebut khutbah.
6. Banyak Berdoa, Dzikir, Takbir dan Sedekah
Disunnahkan apabila datang gerhana untuk memperbanyak doa, dzikir, takbir dan sedekah, selain shalat gerhana itu sendiri. 
فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
Apabila kamu menyaksikannya maka berdoalah kepada Allah, bertakbir, shalat dan bersedekah. (HR. Bukhari dan Muslim)

E. Tata Cara Teknis Shalat Gerhana
 
        1.      Dua Rakaat
Shalat gerhana dilakukan sebanyak 2 rakaat. Masing-masing rakaat dilakukan dengan 2 kali berdiri, 2 kali membaca qiraah surat Al-Quran, 2 ruku' dan 2 sujud. Dalil yang melandasi hal tersebut adalah :
Dari Abdullah bin Amru berkata,"Tatkala terjadi gerhana matahari pada masa Nabi SAW, orang-orang diserukan untuk shalat "As-shalatu jamiah". Nabi melakukan 2 ruku' dalam satu rakaat kemudian berdiri dan kembali melakukan 2 ruku' untuk rakaat yang kedua. Kemudian matahari kembali nampak. Aisyah ra berkata,"Belum pernah aku sujud dan ruku' yang lebih panjang dari ini. (HR. Bukhari dan Muslim) 
2. Bacaan Al-Quran
Shalat gerhana termasuk jenis shalat sunnah yang panjang dan lama durasinya. Di dalam hadits shahih disebutkan tentang betapa lama dan panjang shalat yang dilakukan oleh Rasulullah SAW itu :
ابْنُ عَبَّاسٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَال : كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ  فَصَلَّى الرَّسُول  وَالنَّاسُ مَعَهُ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلاً نَحْوًا مِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الأْوَّل ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأْوَّل
Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu, dia berkata bahwa telah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW melakukan shalat bersama-sama dengan orang banyak. Beliau berdiri cukup lama sekira panjang surat Al-Baqarah, kemudian beliau SAW ruku' cukup lama, kemudian bangun cukup lama, namun tidak selama berdirinya yang pertama. Kemudian beliau ruku' lagi dengan cukup lama tetapi tidak selama ruku' yang pertama. (HR. Bukhari dan Muslim)
Lebih utama bila pada rakaat pertama pada berdiri yang pertama setelah Al-Fatihah dibaca surat seperti Al-Baqarah dalam panjangnya.
Sedangkan berdiri yang kedua masih pada rakaat pertama dibaca surat dengan kadar sekitar 200-an ayat, seperti Ali Imran.
Sedangkan pada rakaat kedua pada berdiri yang pertama dibaca surat yang panjangnya sekitar 250-an ayat, seperti An-Nisa. Dan pada berdiri yang kedua dianjurkan membaca ayat yang panjangnya sekitar 150-an ayat seperti Al-Maidah.
3. Memperlama Ruku' dan Sujud
Disunnahkan untuk memanjangkan ruku' dan sujud dengan bertasbih kepada Allah SWT, baik pada 2 ruku' dan sujud rakaat pertama maupun pada 2 ruku' dan sujud pada rakaat kedua.
Yang dimaksud dengan panjang disini memang sangat panjang, sebab bila dikadarkan dengan ukuran bacaan ayat Al-Quran, bisa dibandingkan dengan membaca 100, 80, 70 dan 50 ayat surat Al-Baqarah.
Panjang ruku' dan sujud pertama pada rakaat pertama seputar 100 ayat surat Al-Baqarah, pada ruku' dan sujud kedua dari rakaat pertama seputar 80 ayat surat Al-Baqarah. Dan seputar 70 ayat untuk rukuk dan sujud pertama dari rakaat kedua. Dan sujud dan rukuk terakhir sekadar 50 ayat. 

Jadi dapat diringkas dari tata cara pelaksanaan shalat gerhana sebagai berikut:
  1. Bertakbir, membaca istiftah, Isti'adzah, al-Fatihah, kemudian membaca surat yang panjang, setara surat Al-Baqarah.
  2. Ruku' dengan ruku' yang panjang (lama).
  3. Bangkit dari ruku' dengan mengucapkan Sami'Allahu LIman Hamidah, Rabbanaa wa Lakal Hamd.
  4. Tidak langsung sujud, tetapi membaca kembali surat Al-Fatihah dan surat dari Al-Qur'an namun tidak sepanjang pada bacaan sebelumnya.
  5. Ruku' kembali dengan ruku' yang panjang tapi tidak sepanjang yang pertama.
  6. Bangkit dari ruku' dengan mengucapkan, Sami'Allahu LIman Hamidah, Rabbanaa wa Lakal Hamd.
  7. Sujud, lalu duduk di antara dua sujud, kemudian sujud kembali.
  8. Kemudian berdiri untuk rakaat kedua, dan caranya seperti pada rakaat pertama tadi.

Berikut bacaan Niat Shalat Gerhana Bulan atau Gerhana Matahari :
      Gerhana Bulan
                                                                          أُصَلِّيْ سُنَّةَ لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى

” Ushallii Sunnatal Khusuufi Rak’ataini Lillahi Ta’alaa “
Artinya : ” Saya niat (melaksanakan) shalat sunnah Gerhana Bulan dua rakaat karena Allah ta’ala “
        Gerhana Matahari
                             أُصَلِّيْ سُنَّةَ لِكُسُوْفِ الشَّمسِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
” Ushallii Sunnatal Kusuufi Rak’ataini Lillahi Ta’alaa “}
Artinya : ” Aku niat (melaksanakan) shalat sunnah Gerhana Matahari dua rakaat karena Allah ta’ala “

Catatan:
* Disunnahkan pelaksanaan shalat gerhana di masjid, tidak ada azan atau iqomah sebelumnya, hanya panggilan “Al-Shalatul Jami'ah.”
* Disunnahkan Imam untuk memberikan nasihat kepada manusia dengan berkhutbah setelah shalat, memperingatkan mereka agar tidak lalai dan memerintahkan mereka supaya memperbanyak doa, istighfar, dan amal shalih. Hal ini didasarkan pada hadits 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha, "Ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam sudah selesai dari shalat, beliau berdiri dan berkhutbah kepada jama'ah. Beliau memuji Allah dan menyanjungnya. Kemudian beliau mengatakan,
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا ثُمَّ قَالَ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ مَا مِنْ أَحَدٍ أَغْيَرُ مِنْ اللَّهِ أَنْ يَزْنِيَ عَبْدُهُ أَوْ تَزْنِيَ أَمَتُهُ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا وَلبَكَيْتُمْ كَثِيرًا
"Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak pula karena hidupnya seseorang. Maka jika kalian melihatnya bersegeralah berdo'a kepada Allah, bertakbirlah, shalat dan bersedekahlah. Kemudian beliau bersabda: Wahai Umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang pun yang lebih pencemburu daripada Allah. (Dia cemburu) hamba sahaya laki-laki dan hamba sahaya perempuan-Nya berzina. Wahai umat Muhammad, demi Allah kalau saja kalian tahu apa yang aku ketahui niscaya kalian sedikit tertawa dan banyak menangis." (HR. Al-Bukhari)

Wallahu A'lamu Bisshowwab

Semoga Bermanfaat
Salam Persaudaraan

Gerhana Matahari menurut Islam

Hubungan Gerhana Matahari Total dengan Kematian
Gerhana Matahari Total memang sebuah fenomena alam yang menakjubkan, langit siang yang terang seketika berubah menjadi gelap gulita dan kembali terang dalam sekejap mata.

Indonesia akan dilintasi Gerhana Matahari Total pada 9 Maret 2016 M/29 Jumadil Awwal 1437 H (besok), dan Gerhana Matahari pernah terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW.

Orang Arab pada masa itu sering kali menyangkut pautkan fenomena Gerhana Matahari dengan hal-hal yang berbau mistik, seperti kebangkitan jin, iblis, kelahiran dan kematian. Lalu apakah ada hubungannya?

Sebagai umat Islam, Nabi Muhammad sudah menjelaskan apa makna dari peristiwa Gerhana Matahari yang terjadi sesekali itu. Menurut pandangan Islam Gerhana Matahari adalah tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah, untuk itu dianjurkan untuk melakukan salat sunah Gerhana.
Al-Mughirah bin Syu’bah Radhiyallaahu ‘anhu berkata: Pada zaman Rasulullah SAW pernah terjadi gerhana matahari, yaitu pada hari wafatnya Ibrahim (putra Rasulullah SAW dari Mariyah Al-Qibthiyah). Lalu orang-orang berkomentar: Telah terjadi gerhana matahari karena wafatnya Ibrahim. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena mati atau hidup seseorang. Jika kalian melihat keduanya (terjadi gerhana), maka segera berdo'alah kepada Allah dan sholatlah sampai kembali seperti semula.” (HR. Muttafaq ‘alaih). Menurut riwayat Bukhari disebutkan: “Sampai terang kembali.”

"Dari Aisyah (diriwayatkan) bahwa pernah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah saw, maka ia lalu menyuruh orang menyerukan “ash-salatu jami‘ah”. Kemudian dia maju, lalu mengerjakan shalat empat kali ruku' dalam dua rakaat dan empat kali sujud. (tata caranya akan saya posting pada postingan berikutnya) " HR Bukhari, Muslim dan Ahmad.
"Dari Abu Mas’ud r.a., ia berkata: Nabi saw telah bersabda: Sesungguhnya matahari dan bulan tidak gerhana karena kematian seseorang, akan tetapi keduanya adalah dua tanda kebesaran Allah. Maka apabila kamu melihat gerhana keduanya, maka berdirilah dan kerjakan shalat." HR al-Bukhari dan Muslim.

Jadi sesungguhnya Gerhana Matahari bukanlah tanda kebangkitan iblis, jin, setan atau kematian, melainkan tanda kebesaran Allah, untuk itu umat Islam dianjurkan untuk melakukan shalat dan takbir.
Wallahu A'lamu Bisshowab

Semoga Bermanfaat

Salam Persaudaraan