Falsafah PSHT

Manusia dapat dihancurkan, Manusia dapat dimatikan,
tetapi manusia tidak dapat dikalahkan selama manusia itu
masih Setia kepada dirinya sendiri atau ber-SH pada dirinya sendiri

Senin, 25 Desember 2017

BOLEHKAH UMAT ISLAM MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL

Diriwayatkan Ibnu Ishak, suatu hari orang-orang arab quraisy mendatangi Nabi Muhammad & berkata, "Wahai Muhammad, bagaimana bila kita bekerja-sama dalam ibadah? Kami akan menyembah yang kau sembah, tapi kau juga menyembah yang kami sembah."

Turunlah firman Allah, لَكُم دينُكُم وَلِيَ دينِ , "Untukmu Agamamu dan Untukku Agamaku" (Al-Quran, surat Al-Kafirun, ayat 6).

Ini adalah Asbabun Nuzul (sebab turun ayat) Al-Kafirun, ditujukan kepada Arab Quraish yang mengajak "Menyatukan Agama".

Lalu, apakah mengucapkan "Selamat Natal" artinya kita menyatukan agama Islam & Kristiani?, Ucapan selamat tak lebih dari adab santun, tidak ada bedanya dengan ucapan "Selamat Ulang Tahun", atau "Selamat Menempuh Hidup Baru" bagi pasangan yang baru menikah, atau saat mendengar istri kawan baru hamil.

Masalahnya di mana?.
TIDAK ADA urusannya dengan Akidah, hanya adab berbagi bahagia, tidak kurang tidak lebih, karena kita manusia, bukan binatang. Menggunakan Al-Kafirun yang ditujukan kepada kaum Quraish (karena mereka mengajak menyatukan agama) untuk mengharamkan "Selamat Natal" jelas-jelas "Jaka Sembung Bawa Golok!"

Selasa, 19 Desember 2017

Pemecahbelah Persaudaraan

GERAKAN (yang berpotensi) MEMECAH BELAH
PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE

Bahan ini sengaja dibuat untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman para warga PSHT, akibat banyaknya manipulasi informasi yang tersebar melalui Media Sosial yang berpotensi memecah belah dan menimbulkan keresahan warga PSHT maupun masyarakat. Upaya ini diperlukan agar warga PSHT tetap guyub rukun sehingga mampu memberi manfaat yang lebih produktif bagi Negara, Bangsa, Masyarakat dan Keluarga sesuai dengan cita-cita Ki Hajar Hardjo Oetomo sebagai pendiri PSHT dan diakui Negara sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekan Indonesia.

Pada era zaman kepemimpinan PSHT Kangmas H. Tarmadji Budi Harsono, telah banyak konflik dan permasalahan yang terjadi di tubuh organisasi PSHT, banyak para warga yang dipecat dari Organisasi dan kegiatan unjuk rasa yang dilakukan dari para warga yang menuntut adanya transparansi keuangan serta dilakukan Audit aset-aset yang dimiliki Yayasan PSHT dan juga segera dilakukan MUBES (Musyawarah Besar). Sehingga nuansa organisasi PSHT terpecah belah dengan adanya pendirian organisasi lain yang mana masih satu guru dan tunggal kecer seperti PPSHT 1922, PSHT Pilangbango, dll.
Pada akhirnya Kangmas H. Tarmadji pada saat itu memilih dan memerintahkan kepada Kangmas Ir. Muhammad Taufik, SH, MSc dengan alasan karena Kangmas Taufik bisa dan mampu melakukan pendekatan-pendekatan untuk membantu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi di tubuh Organisasi PSHT, dengan melalui pendekatan persaudaraan dari hati ke hati dengan saudara kita sendiri seperti PPSHT 1922 dengan Mas Gembong, mas Bambang Suwignyo, mas Bagyo TA dan Kangmas Bambang Dwi Tunggal PSHT Pilangbango dengan harapan dapat bersatu kembali menjadi Organisasi besar PSHT.
Kangmas Ir. Muhammmad Taufik, SH, MSc juga telah diberikan mandat serta amanah oleh Kangmas Tarmadji untuk menjadi Ketua Panitia MUBES/Parapatan Luhur  yang akan datang dengan melakukan perubahan-perubahan di dalam tubuh Organisasi baik susunan Kepengurusan maupun AD/ART yang dirasakan kurang sesuai dengan aturan berorganisasi yang sehat, karena banyak dirasakan dalam Anggaran dasar PSHT tahun 1984 seperti masa berlaku Ketua Cabang seumur hidup dan Transparansi dll.

Pada tahun 2015 Kangmas Tarmajadi wafat dan para Majelis Luhur melakukan Musyawarah untuk mengangkat Ketua sementara sambil mempersiapkan MUBES atau Parapatan Luhur.
Pada tanggal 11 - 12 Maret tahun 2016 dilakukan Parapatan Luhur di Pondok Gede Jakarta Timur dan dilakukan sidang Pleno dan perubahan AD/ART serta pemilihan Ketua Umum, sehingga melalui proses Parapatan Luhur tersebut disepakati oleh Majelis Luhur yang diketuai Kangmas Ir. H. RB.  Wiyono, Kangmas Ir. Muhammmad Taufik, SH. Msc. terpilih sebagai Ketua Umum Pusat PSHT periode 2016 - 2021.
Legalitas Organisasi PSHT
Sejak tahun 1951,  PSHT telah mempunyai Anggaran Dasar yang terus diperbaharui melalui Musyawarah Besar (MUBES) yang kemudian menjadi Parapatan Luhur PSHT.
Seluruh AD/ART dari tahun 1951 - 2016 telah dituangkan dalam akta autentik di hadapan Notaris sebagai Pejabat Umum yang diakui oleh Negara Republik Indonesia. Dengan demikian secara hukum (legal formal) PSHT telah memiliki dokumen legalitas yang sangat kuat (establish).
Sebenarnya tanpa Badan Hukum pun, PSHT mempunyai kedudukan hukum yang sangat kuat di mata Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena keberadaan PSHT telah diakui oleh masyarakat luas, baik dalam skala nasional maupun internasional. Sebagai salah satu pendiri IPSI. Seluruh jajaran IPSI maupun KONI, hanya mengenal PSHT tanpa embel-embel apapun, hal tersebut sesuai dengan nama yang tercantum dalam AD ART sejak tahun 1951- 2016.

Parapatan Luhur dan Pergantian Pimpinan.

Istilah Parapatan Luhur sengaja digunakan sebagai pengganti Musyawarah Besar (MUBES) yang merupakan forum musyawarah tertinggi dalam organisasi PSHT.  Sesuai dengan maksud dan tujuan organisasi, diharapkan dalam proses musyawarah dalam Parapatan Luhur dapat mencerminkan wujud keluhuran budi pekerti peserta Parapatan Luhur. Demikian pula pergantian istilah Dewan Pusat menjadi Majelis Luhur, agar seluruh anggotanya yang dinilai paling layak diteladani keluhuran budi pekertinya dapat menjadi penentu kebijakan tertinggi sesuai dengan maksud dan tujuan organisasi yaitu mendidik manusia berbudi luhur tahu benar dan salah berdasarkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Istilah Parapatan Luhur dan Majelis Luhur, sebenarnya telah digagas dan sering disampaikan oleh Alm. Kang Mas H. Tarmadi Budi Harsono, pada akhir kepengurusan beliau.
Hasil Parapatan Luhur merupakan perjanjian para peserta maupun yang diwakilinya sehingga menjadi peraturan perundang-undangan yang sah dan bersifat mengikat bagi seluruh anggota PSHT. Hal ini sesuai dengan asas “Pacta Sunt Servanda” (agreement must be kept) yaitu asas hukum yang menyatakan bahwa “setiap perjanjian menjadi hukum/aturan yang mengikat bagi para pihak yang melakukan kesepakatan/perjanjian”.

Asas hukum tersebut merupakan dasar hukum Internasional karena termaktub dalam pasal 26 Konvensi Wina 1969 yang menyatakan bahwa every treaty in force is binding upon the parties to it and must be performed by them in good faith (Setiap perjanjian mengikat para pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik).

Sebagai organisasi yang bersifat persaudaraan yang kekal dan abadi berdasarkan prinsip saling sayang menyayangi, hormat menghormati dan saling bertanggung jawab (Pasal 4), maka PSHT tidak mengenal adanya MUBES Luar Biasa ataupun Parapatan Luhur dipercepat, dan proses pergantian kepemimpinannya dilakukan melalui musyawarah oleh Majelis Luhur, bukan melalui pemungutan suara.

Dalam Pasal 14 AD PSHT 2016, ditegaskan bahwa Parapatan Luhur diselenggrakan oleh Majelis Luhur dan Pengurus Pusat sekali dalam 5 (lima) tahun, sehingga tidak ada Parapatan Luhur sebelum waktunya 5 (lima) tahun yaitu tahun 2021.

Hasil parapatan luhur 2016 sudah final sejak dibacakan dan diputuskan pada sidang Pleno. Tidak ada peserta sidang yang keberatan atas keputusan yang ditetapkan, sehingga seluruh hasil Parapatan Luhur 2016 tersebut menjadi peraturan yang mengikat bagi seluruh warga PSHT.

Gerakan (yang berpotensi) memecah belah.

Upaya mengingkari dan mendelegitimasi hasil Parapatan Luhur 2016 telah dilakukan oleh beberapa oknum yang kemungkinan merasa terganggu kepentingannya dalam melaksanakan ketentuan AD-ART PSHT 2016. Berbagai upaya dilakukan secara illegal, bahkan sangat bertentangan dengan nilai-nilai ajaran PSHT. Berbagai upaya tersebut antara lain sebagai berikut:

Beberapa oknum anggota Majelis Luhur dan beberapa pengurus cabang pada bulan April 2016 mengadakan pertemuan di kantor KONI Jawa Timur yang berada di Surabaya menghasilkan surat pernyataan yang intinya  menolak keputusan Majelis Luhur dalam menetapkan Ketua Umum.

Surat pernyataan tersebut disampaikan pada saat rapat di Yogyakarta pada tanggal 16 April 2016 tentang persiapan pengukuhan Majelis Luhur dan pelantikan Pengurus Pusat hasil Parapatan Luhur 2016.  Ditegaskan oleh Ketua Majelis Luhur bahwa surat tersebut dibahas pada saat Parapatan Luhur 2021.

Acara Pengukuhan Majelis Luhur dan Pelantikan Pengurus Pusat yang diikuti oleh semua pengurus pusat berdasarkan SK Majelis Luhur Nomor : 01/SK/ML-PSHT/IV/2016 dilaksanakan pada tanggal 7 Mei 2016.  Sebenarnya dengan adanya acara pengukuhan dan pelantikan tersebut secara legalitas tidak ada lagi hal-hal yang dipermasalahkan soal Kepengurusan Majelis Luhur maupun Pengurus Pusat PSHT hasil Parapatan Luhur 2016, namun kenyataannya bara untuk mendelegitimasi hasil parapatan Luhur 2016 masih terpelihara.

Acara Rakernas tanggal 27-28 Agustus 2016 di Padepokan Agung Madiun telah direkayasa untuk memberikan otoritas/kewenangan kepada Ketua Pelaksana Harian dalam membuat kebijakan tanpa harus sepengetahuan ataupun persetujuan Ketua Umum. Akibatnya banyak keputusan, terutama yang terkait dengan Ketetapan Ketua Cabang dan surat edaran yang tidak diketahui oleh Ketua Umum maupun Ketua Majelis Luhur. Bahkan untuk mendapatkan informasi jumlah Cabang yang telah mengadakan perubahan kepengurusan tidak dapat diakses oleh Ketua Bidang Organisasi maupun Ketua Umum. 

Acara Sarasehan dan Temu Kadang Warga Tingkat 2 pada tanggal 14 Januari 2017 di Padepokan Agung Madiun juga dijadikan sebagai forum untuk mengadakan MUBESLUB atau Parapatan Luhur yang dipercepat sebagai upaya mengingkari dan mendelegitimasi hasil Parapatan Luhur 2016.

Sarasehan dan Temu Kadang Warga Tingkat 2 pada tanggal 11 Maret 2017 di Padepokan Agung Madiun kembali menuntut adanya Parapatan Luhur Luar Biasa atau dipercepat yang secara jelas tidak ada mekanismenya dan tidak diatur dalam AD/ART 2016.

Malam Tirakatan 1 Syuro (1 Muharam) 1439 H yang jatuh pada tanggal 21 September 2017 Masehi di Padepokan Agung Madiun yang seharusnya menjadi malam sakral dan perenungan untuk evaluasi dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, malah dijadikan sebagai forum kudeta/makar untuk memecat Ketua Majelis Luhur, Sekretaris Majelis Luhur dan Ketua Umum yang sah hasil Parapatan Luhur 2016.
Kemudian oknum anggota Majelis Luhur tersebut mengangkat dirinya sendiri menjadi Ketua Majelis Luhur, kemudian mengangkat Ketua Pelaksana Harian sebagai Ketua Umum.

Peristiwa malam tirakatan 1 muharam tersebut kemudian dikenal dengan G 21 S/Madiun. Kejadian yang memalukan tersebut didahului dengan berbagai hujatan, ujaran kebencian, makian/umpatan, ancaman/intimidasi dan pengurungan/penyanderaan yang mengarah pada perbuatan melawan hukum yakni perbuatan tidak menyenangkan dan/atau  PERSEKUSI kepada Ketua Umum, Wakil Ketua DHM, anggota Biro Humas dan seorang Warga tingkat 2.

Merespon peristiwa G-21-S tersebut, pada tanggal 22 September 2017 Majelis Luhur mengeluarkan instruksi melalui surat nomor 05/ML-PSHT/IX/2017 bahwa gerakan tersebut dinilai tidak sah dan layak untuk diabaikan karena selain melanggar AD-ART 2016 juga melanggar etika ajaran PSHT.

Upaya untuk mengingkari dan mendelegitimasi hasil Parapatan Luhur 2016 terus dilakukan di antaranya melalui rekayasa kegiatan Rakornas pada tanggal 27-29 Oktober 2017 yang kemudian dilanjutkan dengan Parapatan Luhur 2017 untuk mengukuhkan Kangmas Issoebiantoro, SH sebagai Ketua Dewan Pusat dan Kangmas Drs. R. Moerdjoko HW sebagai Ketua Umum Pusat.

Menyikapi peristiwa G - 21 S / Madiun, Majelis Luhur pada tanggal 22 September 2017 mengeluarkan Instruksi Nomor 05/ML-PSHT/IX/2017 yang ditujukan kepada Ketua Umum Pengurus Pusat PSHT dan Para Ketua Cabang PSHT di seluruh Indonesia untuk mengabaikan peristiwa pada malam tirakatan 1 Syuro (1 Muharram 1439 H)  karena tidak sesuai dengan ajaran PSHT dan AD/ART PSHT 2016 serta merupakan perbuatan melawan hukum.

Isu mengenai soal jumlah suara, masa pengesahan, domisili Ketua Umum dan pemindahan sekretariat (punjer) yang sengaja diviralkan melalui media sosial sangat menyesatkan, karena tanpa dasar yang dapat dipertanggung-jawabkan. Bahkan isu tersebut juga dijadikan bahan Persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara, tetapi tidak layak dijadikan bahan pertimbangan karena tidak dapat dibuktikan fakta hukumnya.

Mendirikan Badan Hukum Perkumpulan PSHT
Upaya untuk menguasai asset PSHT, ternyata telah dipersiapkan oleh Oknum Warga sebelum parapatan luhur dengan mendirikan Badan Hukum Perkumpulan PSHT. Alasannya untuk menyelamatkan PSHT, tapi nyatanya malah muncul belasan badan hukum perkumpulan dengan menggunakan PSHT dengan menggunakan AD-ART tersendiri di luar mekanisme yang diatur dalam AD-ART hasil Parapatan Luhur 2016.

Dalam pembelaannya di PTUN pendirian Badan Hukum tersebut di landasi karena salah satu pendirinya (Sdr. Bagus Rizki Dinarwan) adalah Pewaris Kangmas Tarmaji selaku Ketua Umum PSHT yang memiliki Hak Paten PSHT. Sedangkan Fakta hukum menegaskan bahwa Kangmas Tarmaji memberi kuasa kepada Mas Sunarno, SH untuk mendapatkan Hak Paten PSHT adalah atas nama organisasi bukan sebagai pribadi.
Belasan Badan Hukum Perkumpulan yang menggunakan nama dan atribut PSHT yang telah mendapatkan SK Menkumham antara lain:

Badan Hukum Perkumpulan PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE 1922 dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0012731.AH.01.07, tertanggal 03 Februari 2016 oleh Mas Imam Kuskartono (Mas Gembong) bersama Mas Bagyo TA dkk;

Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0025249.AH.01.07, tertanggal 4 Maret 2016 oleh Sdr.  Bagus Rizki D. bersama Sdr.  Hari Wuryanto dkk;

Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI PILANGBANGO dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0051518.AH.01.07. tertanggal 29 April 2016 oleh Mas Bambang Dwi Tunggal dkk;

Persetujuan Perubahan  Badan Hukum Perkumpulan PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE 1922, dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0000402.AH.01.08. tertanggal 26 Juli 2016 oleh Mas Bagyo TA dkk menggantikan Mas Gembong sebagai Ketua Umumnya;

Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE DEMAK dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0078612.AH.01.07,  tertanggal 16 November 2016 oleh Sdr. Wisnu Anggoro dkk;

Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE MAGETAN dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0079653.AH.01.07. tertanggal 29 November 2016 oleh Sdr. Puguh Wicaksono dkk;

Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE PROBOLINGGO dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0079947.AH.01.07, tertanggal 02 Desember 2016 oleh Agus Hariyanto, dkk;

PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE 1922 INDONESIA dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0080414.AH.01.07., tertanggal 08 Desember 2016 oleh Mas Gembong dkk;

Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE CABANG BANGKALAN dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0080515.AH.01.07., tertanggal 09 Desember 2016 oleh Sdr. Moh. Ramli dkk;

Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE CABANG TRENGGALEK dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0081731.AH.01.07., tertanggal 29 Desember 2016 oleh Sdr. Sigit Hari Basuki dkk;

Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE CABANG JOMBANG dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0002525.AH.01.07. tertanggal 13 Februari 2017 oleh Sdr. Heru Ariwanto  dkk;

Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE BOJONEGORO, dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0003150.AH.01.07. tertanggal 22 Februari 2017 oleh Sdr. Wahyu Subagdiyono dkk;

Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE PUSAT MADIUN, dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0003368.AH.01.07. Tahun 2017, tertanggal 25 Februari 2017 oleh Sdr. Bagus Rizki Dinarwan bersama dan Sdr. Hari Wuryanto dkk;

Selain Badan Hukum tersebut, masih ada beberapa lainnya yang belum dijadikan obyek perkara dipengadilan TUN karena nomor AHU nya waktu itu belum didapatkan. Diharapkan tanpa harus melalui gugatan di pengadilan, mereka dengan kesadarannya sendiri dapat membubarkan Badan Hukum yang menggunakan nama PSHT. Adanya belasan Badan Hukum Perkumpulan tersebut selain telah menimbulkan kegaduhan yang meresahkan warga PSHT, juga berpotensi memecah belah kerukunan dan keutuhan PSHT.

Oleh karena itu sesuai dengan instruksi Majelis Luhur melalui surat nomor 01/ML-PSHT/II/2017, tertanggal 06 Februari 2017, Pengurus Pusat menggugat Menteri Hukum dan HAM melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta  pada tanggal 4 April 2017. Gugatan tersebut telah dikabulkan oleh Majelis Hakim PTUN pada tanggal 4 Oktober 2017, karena dalam proses menerbitkan SK tersebut, terbukti secara nyata Menteri Hukum dan HAM tidak cermat dan melanggar peraturan perundangan undangan.
Oleh karena itu Majelis Hakim memerintahkan Menteri Hukum dan HAM untuk membatalkan dan mencabut belasan SK Badan Hukum Perkumpulan yang menggunakan nama dan atribut PSHT tersebut. Atas putusan Pengadilan TUN tersebut Menteri Hukum dan Ham selaku Tergugat, tidak melakukan Banding, tetapi justru yang melakukan banding adalah Sdr. Bagus Rizki dkk, sebagai Tergugat II yang ikut intervensi dalam proses pengadilan TUN tersebut.

Gugatan kepada Majelis Luhur
Beberapa oknum warga PSHT yang telah mendirikan Badan Hukum Perkumpulan tersebut direkayasa untuk menggugat Majelis  Luhur melalui Pengadilan Negeri Madiun. Adanya gugatan terhadap Majelis Luhur tersebut menegaskan bahwa oknum tersebut dengan sengaja mengingkari AD-ART 2016 dan tidak mengakui Majeliis Luhur sebagai penentu kebijakan tertinggi Organisasi.
Beberapa kali para penggugat Majelis Luhur tersebut diajak untuk bermusyawarah, tetapi mereka dengan sengaja melakukan pembangkangan. Oleh karena itu, atas saran tim ad hock yang menangani permasalahan tersebut, para oknum tersebut diberi sanksi sesuai ketentuan dalam AD-ART 2016.
Dalam menghadapi gugatan tersebut, anggota Majelis Luhur terbelah, sehingga masing-masing kelompok mempunyai kuasa hukum yang berbeda. Patut diduga pengelompokan Majelis Luhur tersebut selaian karena mempunyai target dan kepentingan yang berbeda, juga terjadi karena adanya ingkar atas kesepakatan Majelis Luhur.
Dalam proses persidangan ternyata Kuasa Hukum Penggugat mengundurkan diri dan berniat untuk mencabut kembali gugatannya. Namun untuk memberikan jaminan kepastian hukum, dan menghindari kesan mempermainkan hukum, maka pihak tergugat, khususnya Ketua Majelis Luhur, Sekretaris Majelis Luhur, salah satu anggota Majelis Luhur yang digugat serta Ketua Umum yang Turut Tergugat melalui Kuasa Hukumnya  menolak pencabutan gugatan dan meminta Majelis Hakim untuk melanjutkan proses persidangan agar ada kepastian hukum.

Proses pengadilan terhadap gugatan tersebut masih berlangsung. Diharapkan keputusan Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili gugatan tersebut dapat memutuskan perkara gugatan tersebut secara adil dan lugas, sehingga kedudukan para pihak yang bersengketa tersebut menjadi lebih jelas dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Catatan: Terkait gugatan kepada Majelis Luhur ke Pengadilan Negeri Madiun, Majelis Luhur telah membentuk Tim Ad Hoc untuk menyelesaikan melalui pendekatan ajaran dan persaudaraan kepada para Penggugat. Akan tetapi para Penggugat selalu tidak hadir ketika diundang oleh Tim Ad Hoc untuk menyelesaikan dengan pendekatan Persaudaraan dan ajaran.

Dibentuknya Tim Ad Hoc membuktikan bahwa Majelis Luhur tidak pernah sewenang-wenang dan selalu mengutamakan prinsip-prinsip ajaran dan persaudaraan dalam menyelesaikan setiap masalah.

Sanksi terhadap beberapa Ketua Cabang dan Ketua Pelaksana Harian
Dalam Rapat persiapan pengesahan Warga Baru 2017 di Solo diputuskan bahwa Ketua Cabang yang menggugat Majelis Luhur di Pengadilan Negeri Madiun tidak diperkenankan mengesahkan Warga Baru.  Atas dasar keputusan tersebut, Ketua Umum memberi sanksi kepada para Ketua Cabang yang menggugat Majelis Luhur.
Sanksi kepada para Ketua Cabang yang melakukan Gugatan terhadap Majelis Luhur terpaksa diberikan karena yang bersangkutan tidak mempunyai etikat baik menyelesaikan masalah organisasi secara persaudaraan. Upaya mediasi yang dilakukan oleh Panitia Ad Hoc, tidak mendapat perhatian yang layak.
Tindakan menggugat kepada Majelis Luhur menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah mengingkari AD-ART 2016 dan tidak menghormati Majelis Luhur sebegai penentu kebijakan tertinggi dalam organisasi PSHT.
Selain itu, pada saat rapat persiapan pengesahan warga baru tersebut, juga diperoleh informasi bahwa Ketua Pelaksana Harian secara sepihak membatalkan atau menganulir keputusan Ketua Umum. Kemudian Majelis Luhur mengundang Ketua Umum dan Ketua Pelaksana Harian untuk melakukan klarifikasi (tabayun).
Namun Ketua Pelaksana Harian ternyata tidak hadir memenuhi undangan Ketua Majelis Luhur tersebut. Karena Ketua Pelaksana Harian mengabaikan undangan Ketua Majelis Luhur maka dikeluarkan Surat Keputusan 005/SK/ML-PSHT/IX/2017 tentang Pemberhentian Ketua Pelaksana Harian

Rapat Pembina Yayasan Setia Hati Terate.
Pada tanggal 21 Oktober 2017, Pembina Yayasan Setia Hati Terate mengadakan Rapat Pembina dan Pengurus Yayasan. Dalam rapat tersebut, salah satu anggota dewan Pembina dari Madiun, Sdr. Issoebiantoro, SH dan semua pengurus Yayasan yakni Ketua: Sdr. Hari Wuryanto, Sekretaris: Sdr. P. Widodo, Bendahara: Sdr. Benu Wiryono, Pengawas: Sdr. Heru Suprobo tidak hadir tanpa konfirmasi.
Akhirnya Pembina Yayasan Setia Hati Terate memutuskan untuk melakukan musyawarah dan pergantian pengurus Yayasan Setia Hati Terate yang baru. Terpilih sebagai Ketua Yayasan: Sdr. Brigjen Pol (Purn) Landjar Sutarno, Sektretaris: Sdr. Sugiarto Harsono, Bendahara: Sdr. Suyatno, Pengawas: Ir. Purwanto Budi Santoso dan Dr. Mulyoto.

Ketua Yayasan Setia Hati Terate yang baru mengirimkan Surat kepada Kapolresta Madiun untuk tidak mengizinkan Padepokan Agung digunakan sebagai tempat acara Rakornas dan Parapatan Luhur 2017 karena bertentangan dengan AD/ART PSHT 2016.

Pengukuhan Kangmas Ir. H. RB Wijono sebagai Warga Tingkat 3.

Perlu ditegaskan bahwa Pengukuhan Kangmas Ir. H. RB. Wijono sebagai Warga Tingkat 3 dilakukan oleh Majelis Luhur PSHT secara kelembagaan menurut tata cara dan tradisi SH Terate. Sebagaimana ditegaskan dalam AD/ART bahwa Majelis Luhur mempunyai kewenangan sebagai pemegang kebijakan tertinggi dalam Persaudaraan Setia Hati Terate.

Keputusan Majelis Luhur Tentang Hasil Parapatan Luhur 2016.

Berdasarkan Kesepakatan Majelis Luhur diputuskan bahwa Hasil Parapatan Luhur 2016 harus tetap dipertahankan sampai dengan tahun 2021.

Kamis, 14 Desember 2017

PSHT

GERAKAN (yang berpotensi) MEMECAH BELAH
PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE
Bahan ini sengaja dibuat untuk mencegah terjadinya kesalah pahaman para warga PSHT, akibat banyaknya manipulasi informasi yang tersebar melalui Media Sosial yang berpotensi memecah belah dan menimbulkan keresahan warga PSHT maupun masyarakat. Upaya ini diperlukan agar warga PSHT tetap guyub rukun sehingga mampu memberi manfaat yang lebih produktif bagi Negara, bangsa, masyarakat dan keluarga sesuai dengan cita-cita Ki Hajar Hardjo Oetomo sebagai pendiri PSHT dan diakui Negara sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekan Indonesia. 
Pada era zaman kepemimpinan PSHT Bopo kang mas H. Tarmadji Budiharsono, telah banyak konflik dan permasalahan yang terjadi di tubuh organisasi PSHT, banyak para warga yang di pecat dari Organisasi dan kegiatan unjuk rasa yang dilakukan dari para warga yang menuntut adanya Transparansi keuangan serta dilakukan Audit aset-aset yang di miliki Yayasan PSHT dan juga segera di lakukan MUBES (Musyawarah Besar). Sehingga nuansa organisasi PSHT terpecah belah dengan adanya pendirian organisasi lain yang mana masih satu guru dan tunggal kecer seperti PPSHT 1922, PSHT Pilangbango dll
Pada akhirnya Bopo Kang mas H. Tarmadji pada saat itu memilih dan memerintahkan kepada Kang Mas Ir. Muhammad Taufik, SH, MSc dengan alasan karena Kang Mas Taufik bisa dan mampu melakukan pendekatan-pendekatan untuk membantu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi di tubuh Organisasi PSHT dengan melalui pendekatan persaudaraan dari hati kehati dengan saudara kita sendiri seperti PPSHT 1922 dengan Mas Gembong, mas Bambang Suwignyo, mas Bagyo TA dan Kang mas Tunggul Wulung PSHT Pilangbango dengan harapan dapat bersatu kembali menjadi Organisasi besar PSHT.
Kang mas Ir. Muhammmad Taufik, SH, MSc juga telah di berikan mandate serta amanah oleh mas Tarmadji untuk menjadi ketua Panitia MUBES/Parapatan luhur  yang akan datang dengan melakukan perubahan-perubahan didalam tubuh Organisasi baik susunan Kepengurusan maupun AD/ART yang dirasakan kurang sesuai dengan aturan berorganisasi yang sehat, karena banyak dirasakan dalam Anggaran dasar PSHT tahun 1984 seperti masa berlaku Ketua Cabang seumur hidup dan Transparansi dll.
Pada tahun 2015 Bopo Kang Tarmajadi wafat dan para Majelis Luhur melakukan Musyawarah untuk mengangkat Ketua sementara sambil persiapan dilakukan MUBES atau Parapan Luhur , pada tanggal 11  12  Maret tahun 2016 dilakukan Parapatan Luhur di Pondok  Gede Jakarta Timur dan dilakukan sidang Pleno dan perubahan AD/ART serta pemilihan Ketua Umum, sehingga melalui proses Parapatan luhur tersebut di sepakati oleh Majelis Luhur yang di ketuai Kang mas Ir. H. RB.  Wiyono kang mas Ir. Muhammmad Taufik, SH. Msc. terpilih sebagai Ketua Umum Pusat PSHT periode 2016  2021.
Legalitas Organisasi PSHT
Sejak tahun 1951,  PSHT telah mempunyai Anggaran Dasar yang terus diperbaharui melalui Musyawarah Besar (MUBES) yang kemudian menjadi Parapatan Luhur PSHT. Seluruh AD/ART dari tahun 1951 - 2016 telah dituangkan dalam akta otentik di hadapan Notaris sebagai Pejabat Umum yang diakui oleh Negara Republik Indonesia. Dengan demikian secara hukum (legal formal) PSHT telah memiliki dokumen legalitas yang sangat kuat (establish).
Sebenarnya tanpa Badan Hukum pun, PSHT mempunyai kedudukan hukum yang sangat kuat di mata Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena keberadaan PSHT telah diakui oleh masyarakat luas, baik dalam skala nasional maupun internasional. Sebagai salah satu pendiri IPSI. Seluruh jajaran IPSI maupun KONI, hanya mengenal PSHT tanpa embel-embel apapun, hal tersebut sesuai dengan nama yang tercantum dalam AD ART sejak tahun 1951- 2016.

Parapatan Luhur dan Pergantian Pimpinan

Istilah Parapatan Luhur sengaja digunakan sebagai pengganti Musyawarah Besar (MUBES) yang merupakan forum musyawarah tertinggi dalam organisasi PSHT.  Sesuai dengan maksud dan tujuan organisasi, diharapkan dalam proses musyawarah dalam Parapatan Luhur dapat mencerminkan wujud keluhuran budi pekerti peserta Parapatan Luhur. Demikian pula pula pergantian istilah Dewan Pusat menjadi Majelis Luhur, agar seluruh anggotanya yang dinilai paling layak diteladani keluhuran budi pekertinya dapat menjadi penentu kebijakan tertinggi sesuai dengan maksud dan tujuan organisasi yaitu mendidik manusia berbudi luhur tahu benar dan salah berdasarkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 
Istilah Parapatan Luhur dan Majelis Luhur, sebenarnya telah di gagas dan sering disampaikan oleh Alm. Kang Mas H. Tarmadi Budiharsono, pada akhir kepengurusan beliau.
Hasil Parapatan Luhur merupakan perjanjian para peserta maupun yang diwakilinya sehingga menjadi peraturan perundang-undangan yang sah dan bersifat mengikat bagi seluruh anggota PSHT. Hal ini sesuai dengan asas “Pacta Sunt Servanda” (agreement must be kept) yaitu asas hukum yang menyatakan bahwa “setiap perjanjian menjadi hukum/aturan yang mengikat bagi para pihak yang melakukan kesepakatan/perjanjian”.
Asas hukum tersebut merupakan dasar hukum Internasional karena termaktub dalam pasal 26 Konvensi Wina 1969 yang menyatakan bahwa every treaty in force is binding upon the parties to it and must be performed by them in good faith ( Setiap perjanjian mengikat para pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik ).
Sebagai organisasi yang bersifat persaudaraan yang kekal abadi berdasarkan prinsip saling sayang menyayangi, hormat menghormati dan saling bertanggung jawab ( Pasal 4), maka PSHT tidak mengenal adanya MUBES Luar Biasa ataupun Parapatan Luhur dipercepat dan proses pergantian kepemimpinannya dilakukan melalui musyawarah oleh Majelis Luhur, bukan melalui pemungutan suara.
Dalam Pasal 14 AD PSHT 2016, ditegaskan bahwa Parapatan Luhur diselenggrakan oleh Majelis Luhur dan Pengurus Pusat sekali dalam 5 (lima) tahun, sehingga tidak ada Parapatan Luhur sebelum waktunya 5 (lima) tahun yaitu tahun 2021.
Hasil parapatan luhur 2016 sudah final sejak dibacakan dan diputuskan pada sidang Pleno. Tidak ada peserta sidang yang keberatan atas keputusan yang ditetapkan, sehingga seluruh hasil Parapatan Luhur 2016 tersebut menjadi peraturan yang mengikat bagi seluruh warga PSHT.

Gerakan (yang berpotensi) memecah belah.

Upaya mengingkari dan mendelegitimasi Hasil Parapatan Luhur 2016
Upaya mengingkari dan mendelegitimasi hasil Parapatan Luhur 2016 telah dilakukan oleh beberapa oknum yang kemungkinan merasa terganggu kepentingannya dalam melaksanakan ketentuan AD-ART PSHT 2016. Berbagaai upaya dilakukan secara illegal, bahkan sangat bertentangan dengan nilai-nilai ajaran PSHT. Berbagai upaya tersebut antara lain sebagai berikut:
Beberapa oknum anggota Majelis Luhur dan beberapa pengurus cabang pada bulan April 2016 mengadakan pertemuan di kantor KONI Jawa Timur yang berada di Surabaya menghasilkan surat pernyataan yang intinya  menolak keputusan Majelis Luhur dalam menetapkan Ketua Umum.
Surat pernyataan tersebut disampaikan pada saat rapat di Yogyakarta pada tanggal 16 April 2016 tentang persiapan pengukuhan Majelis Luhur dan pelantikan Pengurus Pusat hasil Parapatan Luhur 2016.  Ditegaskan oleh Ketua Majelis Luhur bahwa surat tersebut dibahas pada saat Parapatan Luhur 2021.
Acara Pengukuhan Majelis Luhur dan Pelantikan Pengurus Pusat yang diikuti oleh semua pengurus pusat berdasarkan SK Majelis Luhur Nomor : 01/SK/ML-PSHT/IV/2016 dilaksanakan pada tanggal 7 Mei 2016.  Sebenarnya dengan adanya acara pengukuhan dan pelantikan tersebut secara legalitas tidak ada lagi hal-hal yang dipermasalahkan soal Kepengerusan Majelis Luhur maupun Pengurus Pusat PSHT hasil Parapatan Luhur 2016, namun kenyataannya bara untuk mendelegitimasi hasil parapatan Luhur 2016 masih terpelihara.
Acara Rakernas tanggal 27-28 Agustus 2016 di Padepokan Agung Madiun telah direkayasa untuk memberikan otoritas/kewenangan kepada Ketua Pelaksana Harian dalam membuat kebijakan tanpa harus sepengetahuan ataupun persetujuan Ketua Umum. Akibatnya banyak keputusan, terutama yang terkait dengan Ketetapan Ketua Cabang dan surat edaran yang tidak diketahui oleh Ketua Umum maupun Ketua Majelis Luhur. Bahkan untuk mendapatkan informasi jumlah Cabang yang telah mengadakan perubahan kepengurusan tidak dapat diakses oleh Ketua Bidang Organisasi maupun Ketua Umum. 
Acara Sarasehan dan Temu Kadang Warga Tingkat 2 pada tanggal 14 Januari 2017 di Padepokan Agung Madiun juga dijadikan sebagai forum untuk mengadakan MUBESLUB atau Parapatan Luhur yang dipercepat sebagai upaya mengingkari dan mendelegitimasi hasil Parapatan Luhur 2016.
Sarasehan dan Temu Kadang Warga Tingkat 2 pada tanggal 11 Maret 2017 di Padepokan Agung Madiun kembali menuntut adanya Parapatan Luhur Luar Biasa atau dipercepat yang secara jelas tidak ada mekanismenya dan tidak diatur dalam AD/ART 2016.
Malam Tirakatan 1 Syuro (1 Muharam) 1439 H yang jatuh pada tanggal 21 September 2017 Masehi di Padepokan Agung Madiun yang seharusnya menjadi malam sakral dan perenungan untuk evaluasi dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, malah dijadikan sebagai forum kudeta/makar untuk memecat Ketua Majelis Luhur, Sekretaris Majelis Luhur dan Ketua Umum yang sah hasil Parapatan Luhur 2016. Kemudian oknum anggota Majelis Luhur tersebut mengangkat dirinya sendiri menjadi Ketua Majelis Luhur, kemudian mengangkat Ketua Pelaksana Harian sebagai Ketua Umum.
Peristiwa malam tirakatan 1 muharam tersebut kemudian dikenal dengan G 21 S/Madiun. Kejadian yang memalukan tersebut didahului dengan berbagai hujatan, ujaran kebencian, makian/umpatan, ancaman/intimidasi dan pengurungan/penyanderaan yang mengarah pada perbuatan melawan hukum yakni perbuatan tidak menyenangkan dan/atau  PERSEKUSI kepada Ketua Umum, Wakil Ketua DHM, anggota Biro Humas dan seorang Warga tingkat 2.
Merespon peristiwa G-21-S tersebut, pada tanggal 22 September 2017 Majelis Luhur mengeluarkan instruksi melalui surat nomor 05/ML-PSHT/IX/2017 bahwa gerakan tersebut dinilai tidak sah dan layak untuk diabaikan karena selain melanggar AD-ART 2016 juga melanggar etika ajaran PSHT.
Upaya untuk mengingkari dan mendelegitimasi hasil Parapatan Luhur 2016 terus dilakukan diantaranya mellalui rekayasa kegiatan Rakornas pada tanggal 27-29 Oktober 2017 yang kemudian dilanjutkan dengan Parapatan Luhur 2017 untuk mengukuhkan Kangmas Issoebiantoro, SH sebagai Ketua Dewan Pusat dan Kangmas Drs. R. Moerdjoko HW sebagai Ketua Umum Pusat
Menyikapi peristiwa G - 21 S / Madiun, Majelis Luhur pada tanggal 22 September 2017 mengeluarkan Instruksi Nomor 05/ML-PSHT/IX/2017 yang ditujukan kepada Ketua Umum Pengurus Pusat PSHT dan Para Ketua Cabang PSHT di seluruh Indonesia untuk mengabaikan peristiwa pada malam tirakatan 1 Syuro (1 Muharram 1439 H)  karena tidak sesuai dengan ajaran PSHT dan AD/ART PSHT 2016 serta merupakan perbuatan melawan hukum.
Isu mengenai soal jumlah suara, masa pengesahan, domisili Ketua Umum dan pemindahan sekretariat (punjer) yang sengaja diviralkan melalui media sosial sangat menyesatkan, karena tanpa dasar yang dapat dipertanggung-jawabkan. Bahkan isu tersebut juga dijadikan bahan Persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara, tetapi tidak layak dijadikan bahan pertimbangan karena tidak dapat dibuktikan fakta hukumnya.

Mendirikan Badan Hukum Perkumpulan PSHT
Upaya untuk menguasai asset PSHT, ternyata telah dipersiapkan oleh Oknum Warga sebelum parapatan luhur dengan mendirikan Badan Hukum Perkumpulan PSHT. Alasannya untuk menyelamatkan PSHT, tapi nyatanya malah muncul belasan badan hukum perkumpulan dengan menggunakan PSHT dengan menggunakan AD-ART tersendiri diluar mekanisme yang diatur dalam AD-ART hasil Parapatan Luhur 2016. Dalam pembelaannya di PTUN pendirian Badan Hukum tersebut di landasi karena salah satu pendirinya ( Sdr. Bagus Rizki Dinarwan) adalah Pewaris Kangmas Tarmaji selaku Ketua Umum PSHT yang memiliki Hak Paten PSHT. Sedangkan Fakta hukum menegaskan bahwa Kangmas Tarmaji memberi kuasa kepada Mas Sunarno, SH untuk mendapatkan Hak Paten PSHT adalah atas nama organisasi bukan sebagai pribadi.
Belasan Badan Hukum Perkumpulan yang menggunaan nama dan atribut PSHT yang telah mendapatkan SK Menkumham antara lain  :
Badan Hukum Perkumpulan PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE 1922 dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0012731.AH.01.07, tertanggal 03 Februari 2016 oleh Mas Imam Kuskartono (Mas Gembong) bersama Mas Bagyo TA dkk. 
Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0025249.AH.01.07, tertanggal 4 Maret 2016 oleh Sdr.  Bagus Rizki D. bersama Sdr.  Hari Wuryanto dkk;
Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI PILANGBANGO dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0051518.AH.01.07. tertanggal 29 April 2016 oleh Mas Bambang Dwi Tunggal dkk;
Persetujuan Perubahan  Badan Hukum Perkumpulan PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE 1922, dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0000402.AH.01.08. tertanggal 26 Juli 2016 oleh Mas Bagyo TA dkk menggantikan Mas Gembong sebagai Ketua Umumnya;
Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE DEMAK dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0078612.AH.01.07,  tertanggal 16 November 2016 oleh Sdr. Wisnu Anggoro dkk,
Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE MAGETAN dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0079653.AH.01.07. tertanggal 29 November 2016 oleh Sdr. Puguh Wicaksono dkk;
Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE PROBOLINGGO dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0079947.AH.01.07, tertanggal 02 Desember 2016 oleh Agus Hariyanto, dkk;
PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE 1922 INDONESIA dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0080414.AH.01.07., tertanggal 08 Desember 2016 oleh Mas Gembong dkk;
Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE CABANG BANGKALAN dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0080515.AH.01.07., tertanggal 09 Desember 2016 oleh Sdr. Moh. Ramli dkk;
Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE CABANG TRENGGALEK dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0081731.AH.01.07., tertanggal 29 Desember 2016 oleh Sdr. Sigit Hari Basuki dkk;
Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE CABANG JOMBANG dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0002525.AH.01.07. tertanggal 13 Februari 2017 oleh Sdr. Heru Ariwanto  dkk;
Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE BOJ0NEGORO, dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0003150.AH.01.07. tertanggal 22 Februari 2017 oleh Sdr. Wahyu Subagdiyono dkk;
Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE PUSAT MADIUN, dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0003368.AH.01.07. Tahun 2017, tertanggal 25 Februari 2017 oleh Sdr. Bagus Rizki D. bersama dan Sdr. Hari Wuryanto dkk;

Selain Badan Hukum tersebut, masih ada beberapa lainnya yang belum dijadiikan obyek perkara dipengadilan TUN karena nomor AHU nya waktu itu belum didapatkan. Diharapkan tanpa harus melalui gugatan di pengadilan, mereka dengan kesadarannya sendiri dapat membubarkan Badan Hukum yang menggunakan nama PSHT. Adanya belasan Badan Hukum Perkumpulan tersebut selain telah menimbulkan kegaduhan yang meresahkan warga PSHT, juga berpotensi memecah belah kerukunan dan keutuhan PSHT.

Oleh karena itu sesuai dengan instruksi Majelis Luhur melalui surat nomor 01/ML-PSHT/II/2017, tertanggal 06 Februari 2017, Pengurus Pusat menggugat Menteri Hukum dan HAM melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta  pada tanggal 4 April 2017. Gugatan tersebut telah dikabulkan oleh Majelis Hakim PTUN pada tanggal 4 Oktober 2017, karena dalam proses menerbitkan SK tersebut, terbukti secara nyata Menteri Hukum dan HAM tidak cermat dan melanggar peraturan perundangan undangan. Oleh karena itu Majelis Hakim memerintahkan Menteri Hukum dan HAM untuk membatalkan dan mencabut belasan SK Badan Hukum Perkumpulan yang menggunakan nama dan atribut PSHT tersebut. Atas putusan Pengadilan TUN tersebut Menteri Hukum dan Ham selaku Tergugat, tidak melakukan Banding, tetapi justru yang melakukan banding adalah Sdr. Bagus Rizki dkk, sebagai Tergugat II yang ikut intervensi dalam proses pengadilan TUN tersebut.

Gugatan kepada Majelis Luhur
Beberapa oknum warga PSHT yang telah mendirikan Badan Hukum Perkumpulan tersebut direkayasa untuk menggugat Majelis  Luhur melalui Pengadilan Negeri Madiun. Adanya gugatan terhadap Majelis Luhur tersebut menegaskan bahwa oknum tersebut dengan sengaja mengingkari AD-ART 2016 dan tidak mengakui Majeliis Luhur sebagai penentu kebijakan tertinggi Organisasi.
Beberapa kali para penggugat Majelis Luhur tersebut diajak untuk bermusyawarah, tetapi mereka dengan sengaja melakukan pembangkangan. Oleh karena itu atas, saran tim ad hock yang menangani permasalahan tersebut, para oknum tersebut diberi sanksi sesuai ketentuan dalam AD-ART 2016.
Dalam menghadapi gugatan tersebut, anggota Majelis Luhur terbelah, sehingga masing-masing kelompok mempunyai kuasa hukum yang berbeda. Patut diduga pengelompokan Majelis Luhur tersebut selaian karena mempunyai target dan kepentingan yang berbeda, juga terjadi karena adanya ingkar atas kesepakatan Majelis Luhur.
Dalam proses persidangan ternyata Kuasa Hukum Penggugat mengundurkan diri dan berniat untuk mencabut kembali gugatannya. Namun untuk memberikan jaminan kepastian hukum, dan menghindari kesan mempermainkan hukum, maka pihak tergugat, khususnya Ketua Majelis Luhur, Sekretaris Majelis Luhur, salah satu anggota Majelis Luhur yang digugat serta Ketua Umum yang Turut Tergugat melalui Kuasa Hukumnya  menolak pencabutan gugatan dan meminta Majelis Hakim untuk melanjutkan proses persidangan agar ada kepastian hukum.
Proses pengadilan terhadap gugatan tersebut masih berlangsung. Diharapkan keputusan Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili gugatan tersebut dapat memutuskan perkara gugatan tersebut secara adil dan lugas, sehingga kedudukan para pihak yang bersengketa tersebut menjadi lebih jelas dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Catatan: Terkait gugatan kepada Majelis Luhur ke Pengadilan Negeri Madiun, Majelis Luhur telah membentuk Tim Ad Hoc untuk menyelesaikan melalui pendekatan ajaran dan persaudaraan kepada para Penggugat. Akan tetapi para Penggugat selalu tidak hadir ketika diundang oleh Tim Ad Hoc untuk menyelesaikan dengan pendekatan Persaudaraan dan ajaran. Dibentuknya Tim Ad Hoc membuktikan bahwa Majelis Luhur tidak pernah sewenang-wenang dan selalu mengutamakan prinsip-prinsip ajaran dan persaudaraan dalam menyelesaikan setiap masalah.

Sanksi terhadap beberapa Ketua Cabang dan Ketua Pelaksana Harian
Dalam Rapat persiapan pengesahan Warga Baru 2017di Solo diputuskan bahwa Ketua Cabang yang menggugat Majelis Luhur di Pengadilan Negeri Madiun tidak diperkenankan mengesahkan Warga Baru.  Atas dasar keputusan tersebut, Ketua Umum memberi sanksi kepada para Ketua Cabang yang menggugat Majelis Luhur.
Sanksi kepada para Ketua Cabang yang melakukan Gugatan terhadap Majelis Luhur terpaksa diberikan karena yang bersangkutan tidak mempunyai etikat baik menyelesaikan masalah organisasi secara persaudaraan. Upaya mediasi yang dilakukan oleh Panitia Ad Hoc, tidak mendapat perhatian yang layak.
Tindakan menggugat kepada Majelis Luhur menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah mengingkari AD-ART 2016 dan tidak menghormati Majelis Luhur sebegai penentu kebijakan tertinggi dalam organisasi PSHT.
Selian itu pada saat rapat persiapan pengesahan warga baru tersebut, juga diperoleh informasi bahwa Ketua Pelaksana Harian secara sepihak membatalkan atau menganulir keputusan Ketua Umum. Kemudian Majelis Luhur mengundang Ketua Umum dan Ketua Pelaksana Harian untuk melakukan klarifikasi (tabayun).
Namun Ketua Pelaksana Harian ternyata tidak hadir memenuhi undangan Ketua Majelis Luhur tersebut. Karena Ketua Pelaksana Harian mengabaikan undangan Ketua Majelis Luhur maka dikeluarkan Surat Keputusan 005/SK/ML-PSHT/IX/2017 tentang Pemberhentian Ketua Pelaksana Harian

      Rapat Pembina Yayasan Setia Hati Terate
Pada tanggal 21 Oktober 2017, Pembina Yayasan Setia Hati Terate mengadakan Rapat Pembina dan Pengurus Yayasan. Dalam rapat tersebut, salah satu anggota dewan Pembina dari Madiun, Sdr. Issoebiantoro, SH dan semua pengurus Yayasan yakni Ketua: Sdr. Hari Wuryanto, Sekretaris : Sdr. P. Widodo, Bendahara: Sdr. Benu Wiryono, Pengawas : Sdr. Heru Suprobo tidak hadir tanpa konfirmasi.
Akhirnya Pembina Yayasan Setia Hati Terate memutuskan untuk melakukan musyawarah dan pergantian pengurus Yayasan Setia Hati Terate yang baru. Terpilih sebagai Ketua Yayasan : Sdr. Brigjen Pol (Purn) Landjar Sutarno, Sektretaris : Sdr. Sugiarto Harsono, Bendahara : Sdr. Suyatno,  Pengawas : Ir. Purwanto Budi Santoso dan Dr. Mulyoto.
Ketua Yayasan Setia Hati Terate yang baru mengirimkan Surat kepada Kapolresta Madiun untuk tidak mengizinkan Padepokan Agung digunakan sebagai tempat acara Rakornas dan Parapatan Luhur 2017 karena bertentangan dengan AD/ART PSHT 2016.

     Pengukuhan Kangmas Ir. H. RB Wijono sebagai Warga Tingkat 3

Perlu ditegaskan bahwa Pengukuhan Kangmas Ir. H. RB. Wijono sebagai Warga Tingkat 3 dilakukan oleh Majelis Luhur PSHT secara kelembagaan menurut tata cara dan tradisi SH Terate. Sebagaimana ditegaskan dalam AD/ART bahwa Majelis Luhur mempunyai kewenangan sebagai pemegang kebijakan tertinggi dalam Persaudaraan Setia Hati Terate.

     Keputusan Majelis Luhur Tentang Hasil Parapatan Luhur 2016

Berdasarkan Kesepakatan Majelis Luhur diputuskan bahwa Hasil Parapatan Luhur 2016 harus tetap dipertahankan sampai dengan tahun 2021.

Sabtu, 02 Desember 2017

Islam Kejawen

Mungkin ini jawaban  foto 

Islam Kejawaan (Taddaburan/maiyahan) di Indonesia.

Alhamdulillah, akhir-akhir ini orang merasakan manfaatnya Nahdlatul Ulama (NU). Dulu, orang yang paling bahagia, paling sering merasakan berkahnya NU adalah keluarga orang yang sudah meninggal : setiap hari dikirimi doa dan tumpeng.

Hari ini begitu dunia dilanda kekacauan, ketika Dunia Islam galau: di Afganistan perang sesama Islam, di Suriah perang sesama Islam, di Irak, perang sesama Islam. Semua ingin tahu, ketika semua sudah jebol, kok ada yang masih utuh: Islam di Indonesia.

Akhirnya semua ingin kesini, seperti apa Islam di Indonesia kok masih utuh. Akhirnya semua sepakat: utuhnya Islam di Indonesia itu karena memiliki jamiyyah NU. Akhirnya semua pingin tahu NU itu seperti apa.

Ternyata, jaman dulu ada orang Belanda yang sudah menceritakan santri NU,  namanya Christia Snouck Hurgronje. Dia ini hafal Alquran, Sahih Bukhori, Sahih Muslim, Alfiyyah Ibnu Malik, Fathul Mu’in , tapi tidak islam, sebab tugasnya menghancurkan Islam Indonesia.

Mengapa? Karena Islam Indonesia selalu melawan Belanda. Sultan Hasanuddin, santri. Pangeran Diponegoro atau Mbah Abdul Hamid, santri. Sultan Agung, santri. Mbah Zaenal Mustofa, santri. Semua santri kok melawan Belanda.

Akhirnya ada orang belajar secara khusus tentang Islam, untuk mencari rahasia bagaimana caranya Islam Indonesia ini remuk. Snouck Hurgronje masuk ke Indonesia dengan menyamar namanya Syekh Abdul Ghaffar. Dia belajar Islam, menghafalkan Alquran dan Hadis di Arab. Maka akhirnya paham betul Islam.

Hanya saja begitu ke Indonesia, Snouck Hurgronje bingung: mencari Islam dengan wajah Islam, tidak ketemu. Ternyata Islam yang dibayangkan dan dipelajari Snouck Hurgronje itu tidak ada.

Mencari Allah disini tidak ketemu, ketemunya Pangeran. Ketemunya Gusti. Padahal ada pangeran namanya Pangeran Diponegoro. Ada Gusti namanya Gusti Kanjeng. Mencari istilah shalat tidak ketemu, ketemunya sembahyang. Mencari syaikhun, ustadzun , tidak ketemu, ketemunya kiai. Padahal ada nama kerbau namanya kiai slamet. Mencari mushalla tidak ketemu, ketemunya langgar.

Maka, ketika Snouck Hurgronje bingung, dia dibantu Van Der Plas. Ia menyamar dengan nama Syekh Abdurrahman. Mereka memulai dengan belajar bahasa Jawa. Karena ketika masuk Indonesia, mereka sudah bisa bahasa Indonesia, bahasa Melayu, tapi tidak bisa bahasa Jawa.

Begitu belajar bahasa Jawa, mereka bingung, strees. Orang disini makanannya nasi (sego).  Snouck Hurgronje dan Van Der Plas tahu bahasa beras itu, bahasa inggrisnya rice, bahasa arabnya ar-ruz .

Yang disebut ruz, ketika di sawah, namanya pari, padi. Disana masih ruz, rice. Begitu padi dipanen, namanya ulen-ulen, ulenan. Disana masih ruz, rice. Jadi ilmunya sudah mulai kucluk , korslet.

Begitu ditutu, ditumbuk, digiling, mereka masih mahami ruz, rice , padahal disini sudah dinamai gabah. Begitu dibuka, disini namanya beras, disana masih ruz, rice . Begitu bukanya cuil, disini namanya menir, disana masih ruz, rice. Begitu dimasak, disini sudah dinamai sego , nasi, disana masih ruz, rice.

Begitu diambil cicak satu, disini namanya
upa, disana namanya masih ruz, rice. Begitu dibungkus daun pisang, disini namanya lontong, sana masih ruz, rice. Begitu dibungkus janur kuning namanya ketupat, sana masih ruz, rice. Ketika diaduk dan hancur, lembut, disini namanya bubur, sana namanya masih ruz, rice.

Inilah bangsa aneh, yang membuat Snouck Hurgronje judeg, pusing.

Mempelajari Islam Indonesia tidak paham, akhirnya mencirikan Islam Indonesia dengan tiga hal. Pertama, kethune miring sarunge nglinting (berkopiah miring dan bersarung ngelinting). Kedua, mambu rokok (bau rokok). Ketiga, tangane gudigen (tangannya berpenyakit kulit).

Cuma tiga hal itu catatan (pencirian Islam Indonesia) Snouck Hurgronje di Perpustakaan Leiden, Belanda. Tidak pernah ada cerita apa-apa, yang lain sudah biasa. Maka, jangankan  Snouck Hurgronje, orang Indonesia saja kadang tidak paham dengan Islam Indonesia, karena kelamaan di tanah Arab.

Lihat tetangga pujian, karena tidak paham, bilang bid’ah . Melihat tetangga menyembelih ayam untuk tumpengan, dibilang bid’ah. Padahal itu produk Islam Indonesia. Kelamaan diluar Indonesia, jadi tidak paham. Masuk kesini sudah kemlinthi, sok-sokan, memanggil Nabi dengan sebutan “Muhammad” saja. Padahal, disini, tukang bakso saja dipanggil “Mas”. Padahal orang Jawa nyebutnya Kanjeng Nabi.

Lha , akhir-akhir ini semakin banyak yang tidak paham Islam Indonesia. Kenapa? Karena Islam Indonesia keluar dari rumus-rumus Islam dunia, Islam pada umumnya. Kenapa? Karena Islam Indonesia ini saripati (essensi) Islam yang paling baik yang ada di dunia.

Kenapa? Karena Islam tumbuhnya tidak disini, tetapi di Arab. Rasulullah orang Arab. Bahasanya bahasa Arab. Yang dimakan juga makanan Arab. Budayanya budaya Arab. Kemudian Islam datang kesini, ke Indonesia.

Kalau Islam masuk ke Afrika itu mudah, tidak sulit, karena waktu itu peradaban mereka masih belum maju, belum terdidik. Orang belum terdidik itu mudah dijajah. Seperti pilkada, misalnya, diberi Rp 20.000 atau mie instan sebungkus, beres. Kalau mengajak orang berpendidikan, sulit, dikasih uang Rp 10 juta belum tentu mau.

Islam datang ke Eropa juga dalam keadaan terpuruk. Tetapi Islam datang kesini, mikir-mikir dulu, karena bangsa di Nusantara ini sedang kuat-kuatnya. Bangsa anda sekalian ini bukan bangsa kecoak. Ini karena ketika itu sedang ada dalam kekuasaan negara terkuat yang menguasai 2/3 dunia, namanya Majapahit.

Majapahit ini bukan negara sembarangan. Universitas terbesar di dunia ada di Majapahit, namanya Nalanda. Hukum politik terbaik dunia yang menjadi rujukan adanya di Indonesia, waktu itu ada di Jawa, kitabnya bernama Negarakertagama. Hukum sosial terbaik ada di Jawa, namanya Sutasoma. Bangsa ini tidak bisa ditipu, karena orangnya pintar-pintar dan kaya-raya.

Cerita surga di Jawa itu tidak laku. Surga itu (dalam penggambaran Alquran): tajri min tahtihal anhaar (airnya mengalir), seperti kali. Kata orang disini: “mencari air kok sampai surga segala? Disini itu, sawah semua airnya mengalir.” Artinya, pasti bukan itu yang diceritakan para ulama penyebar Islam. Cerita surga tentang buahnya banyak juga tidak, karena disini juga banyak buah. Artinya dakwah disini tidak mudah.

Diceritain pangeran, orang Jawa sudah punya Sanghyang Widhi. Diceritain Ka’bah orang jawa juga sudah punya stupa: sama-sama batunya dan tengahnya sama berlubangnya. Dijelaskan menggunakan tugu Jabal Rahmah, orang Jawa punya Lingga Yoni.

Dijelaskan memakai hari raya kurban, orang Jawa punya peringatan hari raya kedri. Sudah lengkap. Islam datang membawa harta-benda, orang Jawa juga tidak doyan. Kenapa? Orang Jawa pada waktu itu beragama hindu. Hindu itu berprinsip yang boleh bicara agama adalah orang Brahmana, kasta yang sudah tidak membicarakan dunia.

Dibawah Brahmana ada kasta Ksatria, seperti kalau sekarang Gubernur atau Bupati. Ini juga tidak boleh bicara agama, karena masih ngurusin dunia. Dibawah itu ada kasta namanya Wesya (Waisya), kastanya pegawai negeri. Kasta ini tidak boleh bicara agama.

Di bawah itu ada petani, pedagang dan saudagar, ini kastanya Sudra . Kasta ini juga tidak boleh bicara agama. Jadi kalau ada cerita Islam dibawa oleh para saudagar, tidak bisa dterima akal. Secara teori ilmu pengetahuan ditolak, karena saudagar itu Sudra dan Sudra tidak boleh bicara soal agama.

Yang cerita Islam dibawa saudagar ini karena saking judeg-nya, bingungnya memahami Islam di Indonesia. Dibawahnya ada kasta paria, yang hidup dengan meminta-minta, mengemis. Dibawah Paria ada pencopet, namanya kasta Tucca. Dibawah Tucca ada maling, pencuri, namanya kasta Mlecca. Dibawahnya lagi ada begal, perampok, namanya kasta Candala.

Anak-anak muda NU harus tahu. Itu semua nantinya terkait dengan Nahdlatul Ulama. Akhirnya para ulama kepingin, ada tempat begitu bagusnya, mencoba diislamkan. Ulama-ulama dikirim ke sini.

Namun mereka menghadapi masalah, karena orang-orang disini mau memakan manusia. Namanya aliran Bhirawa. Munculnya dari Syiwa. Mengapa ganti Syiwa, karena Hindu Brahma bermasalah. Hindu Brahma, orang Jawa bisa melakukan tetapi matinya sulit. Sebab orang Brahma matinya harus moksa atau murco.

Untuk moksa harus melakukan upawasa. Upawasa itu tidak makan, tidak minum, tidak ngumpulin istri, kemudian badannya menyusut menjadi kecil dan menghilang. Kadang ada yang sudah menyusut menjadi kecil, tidak bisa hilang, gagal moksa, karena teringat kambingnya, hartanya. Lha ini terus menjadi jenglot atau batara karang.

Jika anda menemukan jenglot ini, jangan dijual mahal karena itu produk gagal moksa. Pada akhirnya, ada yang mencari ilmu yang lebih mudah, namanya ilmu ngrogoh sukmo . Supaya bisa mendapat ilmu ini, mencari ajar dari Kali. Kali itu dari Durga. Durga itu dari Syiwa, mengajarkan Pancamakara.

Supaya bisa ngrogoh sukmo, semua sahwat badan dikenyangi, laki-laki perempuan melingkar telanjang, menghadap arak dan ingkung daging manusia. Supaya syahwat bawah perut tenang, dikenyangi dengan seks bebas. Sisa-sisanya sekarang ada di Gunung Kemukus.

Supaya perut tenang, makan tumpeng. Supaya pikiran tenang, tidak banyak pikiran, minum arak. Agar ketika sukma keluar dari badan, badan tidak bergerak, makan daging manusia. Maka jangan heran kalau muncul orang-orang macam Sumanto.

Ketika sudah pada bisa ngrogoh sukmo, ketika sukmanya pergi di ajak mencuri namanya
ngepet . Sukmanya pergi diajak membunuh manusia namanya santet. Ketika sukmanya diajak pergi diajak mencintai wanita namanya pelet. Maka kemudian di Jawa tumbuh ilmu santet, pelet dan ngepet.

Ada 1.500 ulama yang dipimpin Sayyid Aliyudin habis di-ingkung oleh orang Jawa pengamal Ngrogoh Sukma. Untuk menghindari pembunuhan lagi, maka Khalifah Turki Utsmani mengirim kembali tentara ulama dari Iran, yang tidak bisa dimakan orang Jawa.

Nama ulama itu Sayyid Syamsuddin Albaqir Alfarsi. Karena lidah orang Jawa sulit menyebutnya, kemudian di Jawa terkenal dengan sebutan Syekh Subakir. Di Jawa ini di duduki bala tentara Syekh Subakir, kemudian mereka diusir.

Ada yang lari ke Pantai Selatan, Karang Bolong, Srandil Cicalap, Pelabuhan Ratu, dan Banten. Di namai Banten, di ambil dari bahasa Sansekerta, artinya Tumbal. Yang lari ke timur, naik Gunung Lawu, Gunung Kawi, Alas Purwo Banyuwangi (Blambangan). Disana mereka dipimpin Menak Sembuyu dan Bajul Sengoro.

Karena Syekh Subakir sepuh, maka pasukannya dilanjutkan kedua muridnya namanya Mbah Ishak (Maulana Ishak) dan Mbah Brahim (Ibrahim Asmoroqondi). Mereka melanjutkan pengejaran. Menak Sembuyu menyerah, anak perempuannya bernama Dewi Sekardadu dinikahi Mbah Ishak, melahirkan Raden Ainul Yaqin Sunan Giri yang dimakamkan di Gresik.

Sebagian lari ke Bali, sebagian lari ke Kediri, menyembah Patung Totok Kerot, diuber Sunan Bonang, akhirnya menyerah. Setelah menyerah, melingkarnya tetap dibiarkan tetapi jangan telanjang, arak diganti air biasa, ingkung manusia diganti ayam, matra ngrogoh sukmo diganti kalimat tauhid; laailaahaillallah. Maka kita punya adat tumpengan.

Kalau ada orang banyak komentar mem-bid’ah -kan, ceritakanlah ini. Kalau ngeyel, didatangi: tabok mulutnya. Ini perlu diruntutkan, karena NU termasuk yang masih mengurusi beginian.

Habis itu dikirim ulama yang khusus mengajar ngaji, namanya Sayyid Jamaluddin al-Husaini al-Kabir. Mendarat di Semarang dan menetap di daerah Merapi. Orang Jawa sulit mengucapkan, maka menyebutnya Syekh Jumadil Kubro.

Disana dia punya murid namanya Syamsuddin, pindah ke Jawa Barat, membuat pesantren puro di daerah Karawang. Punya murid bernama Datuk Kahfi, pindah ke Amparan Jati, Cirebon. Punya murid Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati. Inilah yang bertugas mengislamkan Padjajaran. Maka kemudian ada Rara Santang, Kian Santang dan Walangsungsang.

Nah , Syekh Jumadil Kubro punya putra punya anak bernama Maulana Ishak dan Ibrahim Asmoroqondi, bapaknya Walisongo. Mbah Ishak melahirkan Sunan Giri. Mbah Ibrahim punya anak Sunan Ampel. Inilah yang bertugas mengislamkan Majapahit.

Mengislamkan Majapahit itu tidak mudah. Majapahit orangnya pinter-pinter. Majapahit Hindu, sedangkan Sunan Ampel Islam. Ibarat sawah ditanami padi, kok malah ditanami pisang. Kalau anda begitu, pohon pisang anda bisa ditebang.

Sunan Ampel berpikir bagaimana caranya? Akhirnya beliau mendapat petunjuk ayat Alquran. Dalam surat Al-Fath, 48:29 disebutkan : ".... masaluhum fit tawrat wa masaluhum fil injil ka zar’in ahraja sat’ahu fa azarahu fastagladza fastawa ‘ala sukıhi yu’jibuz zurraa, li yagidza bihimul kuffar………”

Artinya: “…………Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin)……………”

Islam itu seperti tanaman yang memiliki anak-anaknya, kemudian hamil, kemudian berbuah, ibu dan anaknya bersama memenuhi pasar, menakuti orang kafir. Tanaman apa yang keluar anaknya dulu baru kemudian ibunya hamil? Jawabannya adalah padi.

Maka kemudian Sunan Ampel dalam menanam Islam seperti menanam padi. Kalau menanam padi tidak di atas tanah, tetapi dibawah tanah, kalau diatas tanah nanti dipatok ayam, dimakan tikus.

Mau menanam Allah, disini sudah ada istilah pangeran. Mau menanam shalat, disini sudah ada istilah sembahyang. Mau menanam syaikhun, ustadzun, disini sudah ada kiai. Menanam tilmidzun, muridun , disini sudah ada shastri, kemudian dinamani santri. Inilah ulama dulu, menanamnya tidak kelihatan.

Menanamnya pelan-pelan, sedikit demi sedikit: kalimat syahadat, jadi kalimasada. Syahadatain, jadi sekaten. Mushalla, jadi langgar. Sampai itu jadi bahasa masyarakat. Yang paling sulit mememberi pengertian orang Jawa tentang mati.

Kalau Hindu kan ada reinkarnasi. Kalau dalam Islam, mati ya mati (tidak kembali ke dunia). Ini paling sulit, butuh strategi kebudayaan. Ini pekerjaan paling revolusioner waktu itu. Tidak main-main, karena ini prinsip. Prinsip inna lillahi wa inna ilaihi rajiun berhadapan dengan reinkarnasi. Bagaimana caranya?

Oleh Sunan Ampel, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun kemudian di-Jawa-kan: Ojo Lali Sangkan Paraning Dumadi.

Setelah lama diamati oleh Sunan Ampel, ternyata orang Jawa suka tembang, nembang, nyanyi. Beliau kemudian mengambil pilihan: mengajarkan hal yang sulit itu dengan tembang. Orang Jawa memang begitu, mudah hafal dengan tembang.

Orang Jawa, kehilangan istri saja tidak lapor polisi, tapi nyanyi: ndang baliyo, Sri, ndang baliyo . Lihat lintang, nyanyi: yen ing tawang ono lintang, cah ayu. Lihat bebek, nyanyi: bebek adus kali nyucuki sabun wangi. Lihat enthok: menthok, menthok, tak kandhani, mung rupamu. Orang Jawa suka nyanyi, itulah yang jadi pelajaran. Bahkan, lihat silit (pantat) saja nyanyi: … ndemok silit, gudighen.

Maka akhirnya, sesuatu yang paling sulit, berat, itu ditembangkan. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun diwujudkan dalam bentuk tembang bernama Macapat . Apa artinya Macapat? Bahwa orang hidup harus bisa membaca perkara Empat.

Keempat perkara itu adalah teman nyawa yang berada dalam raga ketika turun di dunia. Nyawa itu produk akhirat. Kalau raga produk dunia. Produk dunia makanannya dunia, seperti makan. Yang dimakan, sampah padatnya keluar lewat pintu belakang, yang cair keluar lewat pintu depan.

Ada sari makanan yang disimpan, namanya mani (sperma). Kalau mani ini penuh, bapak akan mencari ibu, ibu mencari bapak, kemudian dicampur dan dititipkan di rahim ibu. Tiga bulan jadi segumpal darah, empat bulan jadi segumpal daging. Inilah produk dunia.

Begitu jadi segumpal daging, nyawa dipanggil. “Dul, turun ya,”. “Iya, Ya Allah”. “Alastu birabbikum?” (apakah kamu lupa kalau aku Tuhanmu?). “Qalu balaa sahidnya,” (Iya Ya Allah, saya jadi saksi-Mu), jawab sang nyawa,. ”fanfuhur ruuh” (maka ditiupkanlah ruh itu ke daging). Maka daging itu menjadi hidup. Kalau tidak ditiup nyawa, tidak hidup daging ini. (lihat, a.l.: Q.S. Al-A’raf, 7:172, As-Sajdah: 7 -10, Al-Mu’min: 67, ed. )

Kemudian, setelah sembilan bulan, ruh itu keluar dengan bungkusnya, yaitu jasad. Adapun jasadnya sesuai dengan orang tuanya: kalau orang tuanya pesek anaknya ya pesek; orang tuanya hidungnya mancung anaknya ya mancung; orang tuanya hitam anaknya ya hitam; kalau orang tuanya ganteng dan cantik, lahirnya ya cantik dan ganteng.

Itu disebut Tembang Mocopat: orang hidup harus membaca perkara empat. Keempat itu adalah teman nyawa yang menyertai manusia ke dunia, ada di dalam jasad. Nyawa itu ditemani empat: dua adalah Iblis yang bertugas menyesatkan, dan dua malaikat yang bertugas nggandoli, menahan. Jin qarin dan hafadzah.

Itu oleh Sunan Ampel disebut Dulur Papat Limo Pancer. Ini metode mengajar. Maka pancer ini kalau mau butuh apa-apa bisa memapakai dulur tengen (teman kanan) atau dulur kiwo (teman kiri). Kalau pancer kok ingin istri cantik, memakai jalan kanan, yang di baca Ya Rahmanu Ya Rahimu tujuh hari di masjid, yang wanita nantinya juga akan cinta.

Tidak mau dulur tengen, ya memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji Jaran Goyang, ya si wanita jadinya cinta, sama saja. Kepingin perkasa, kalau memakai kanan yang dipakai kalimah La haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adzim . Tak mau yang kanan ya memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji Bondowoso, kemudian bisa perkasa.

Mau kaya kalau memakai jalan kanan ya shalat dhuha dan membaca Ya Fattaahu Ya Razzaaqu , kaya. Kalau tidak mau jalan kanan ya jalan kiri, membawa kambing kendhit naik ke gunung kawi, nanti pulang kaya.

Maka, kiai dengan dukun itu sama; sama hebatnya kalau tirakatnya kuat. Kiai yang ‘alim dengan dukun yang tak pernah mandi, jika sama tirakatnya, ya sama saktinya: sama-sama bisa mencari barang hilang. Sama terangnya. Bedanya: satu terangnya lampu dan satunya terang rumah terbakar.

Satu mencari ayam dengan lampu senter, ayamnya ketemu dan senternya utuh; sedangkan yang satu mencari dengan blarak (daun kelapa kering yang dibakar), ayamnya ketemu, hanya blarak-nya habis terbakar. Itu bedanya nur dengan nar.

Maka manusia ini jalannya dijalankan seperti tembang yang awalan, Maskumambang: kemambange nyowo medun ngalam ndunyo , sabut ngapati, mitoni , ini rohaninya, jasmaninya ketika dipasrahkan bidan untuk imunisasi.

Maka menurut NU ada ngapati, mitoni,
karena itu turunnya nyawa. Setelah Maskumambang, manusia mengalami tembang Mijil. Bakal Mijil : lahir laki-laki dan perempuan. Kalau lahir laki-laki aqiqahnya kambing dua, kalau lahir perempuan aqiqahnya kambing satu.

Setelah Mijil, tembangnya Kinanti. Anak-anak kecil itu, bekalilah dengan agama, dengan akhlak. Tidak mau ngaji, pukul. Masukkan ke TPQ, ke Raudlatul Athfal (RA). Waktunya ngaji kok tidak mau ngaji, malah main layangan, potong saja benangnya. Waktu ngaji kok malah mancing, potong saja kailnya.

Anak Kinanti ini waktunya sekolah dan ngaji. Dibekali dengan agama, akhlak. Kalau tidak, nanti keburu masuk tembang Sinom: bakal menjadi anak muda (cah enom), sudah mulai ndablek, bandel.

Apalagi, setelah Sinom, tembangnya asmorodono , mulai jatuh cinta. Tai kucing serasa coklat. Tidak bisa di nasehati. Setelah itu manusia disusul tembang Gambuh , laki-laki dan perempuan bakal membangun rumah tangga, rabi, menikah.

Setelah Gambuh, adalah tembang Dhandanggula. Merasakan manis dan pahitnya kehidupan. Setelah Dhandanggula , menurut Mbah Sunan Ampel, manusia mengalami tembang Dhurma.

Dhurma itu: darma bakti hidupmu itu apa? Kalau pohon mangga setelah berbuah bisa untuk makanan codot, kalau pisang berbuah bisa untuk makanan burung, lha buah-mu itu apa? Tenagamu mana? Hartamu mana? Ilmumu mana yang didarmabaktikan untuk orang lain?

Khairunnas anfa’uhum linnas , sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia lainnya. Sebab, kalau sudah di Dhurma tapi tidak darma bakti, kesusul tembang Pangkur.

Anak manusia yang sudah memunggungi dunia: gigi sudah copot, kaki sudah linu. Ini harus sudah masuk masjid. Kalau tidak segera masuk masjid kesusul tembang Megatruh : megat, memutus raga beserta sukmanya. Mati.

Terakhir sekali, tembangnya Pucung. Lha ini, kalau Hindu reinkarnasi, kalau Islam Pucung . Manusia di pocong. Sluku-sluku Bathok, dimasukkan pintu kecil. Makanya orang tua (dalam Jawa) dinamai buyut, maksudnya : siap-siap mlebu lawang ciut (siap-siap masuk pintu kecil).

Adakah yang mengajar sebaik itu di dunia?
Kalau sudah masuk pintu kecil, ditanya Malaikat Munkar dan Nankir. Akhirnya itu, yang satu reinkarnasi, yang satu buyut . Ditanya: “Man rabbuka?” , dijawab: “Awwloh,”. Ingin disaduk Malaikat Mungkar – Nakir apa karena tidak bisa mengucapkan Allah.

Ketika ingin disaduk, Malaikat Rakib buru-buru menghentikan: “Jangan disiksa, ini lidah Jawa”. Tidak punya alif, ba, ta, punyanya ha, na, ca, ra, ka . “Apa sudah mau ngaji?”kata Mungkar – Nakir. “Sudah, ini ada catatanya, NU juga ikut, namun belum bisa sudah meninggal”. “Yasudah, meninggalnya orang yang sedang belajar, mengaji, meninggal yang dimaafkan oleh Allah.”

Maka, seperti itu belajar. Kalau tidak mau belajar, ditanya, “Man rabbuka?” , menjawab, “Ha……..???”. langsung dipukul kepalanya: ”Plaakkk!!”. Di- canggah lehernya oleh malaikat. Kemudian jadi wareng , takut melihat akhirat, masukkan ke neraka, di- udek oleh malaikat, di-gantung seperti siwur, iwir-iwir, dipukuli modal-madil seperti tarangan bodhol , ajur mumur seperti gedhebok bosok.

Maka, pangkat manusia, menurut Sunan Ampel: anak – bapak – simbah – mbah buyut – canggah – wareng – udek-udek – gantung siwur – tarangan bodol – gedhebok bosok. Lho, dipikir ini ajaran Hindu. Kalau seperti ini ada yang bilang ajaran Hindu, kesini, saya tabok mulutnya!

Begitu tembang ini jadi, kata Mbah Bonang, masa nyanyian tidak ada musiknya. Maka dibuatkanlah gamelan, yang bunyinya Slendro Pelok : nang ning nang nong, nang ning nang nong, ndang ndang, ndang ndang, gung . Nang ning nang nong: yo nang kene yo nang kono (ya disini ya disana); ya disini ngaji, ya disana mencuri kayu.

Lho, lha ini orang-orang kok. Ya seperti disini ini: kelihatannya disini shalawatan, nanti pulang lihat pantat ya bilang: wow!. Sudah hafal saya, melihat usia-usia kalian. Ini kan kamu pas pakai baju putih. Kalau pas ganti, pakainya paling ya kaos Slank.

Nah, nang ning nang nong, hidup itu ya disini ya disana. Kalau pingin akhiran baik, naik ke ndang ndang, ndang ndang, gung. Ndang balik ke Sanghyang Agung. Fafirru illallaah , kembalilah kepada Allah. Pelan-pelan. Orang sini kadang tidak paham kalau itu buatan Sunan Bonang.

Maka, kemudian, oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, dibuatkan tumpeng agar bisa makan. Begitu makan kotor semua, dibasuh dengan tiga air bunga: mawar, kenanga dan kanthil.

Maksudnya: uripmu mawarno-warno, keno ngono keno ngene, ning atimu kudhu kanthil nang Gusti Allah (Hidupmu berwarna-warni, boleh seperti ini seperti itu, tetapi hatimu harus tertaut kepada Allah). Lho , ini piwulang-piwulangnya, belum diajarkan apa-apa. Oleh Sunan Kalijaga, yang belum bisa mengaji, diajari Kidung Rumekso Ing Wengi. Oleh Syekh Siti Jenar, yang belum sembahyang, diajari syahadat saja.

Ketika tanaman ini sudah ditanam, Sunan Ampel kemudian ingin tahu: tanamanku itu sudah tumbuh apa belum? Maka di-cek dengan tembang Lir Ilir, tandurku iki wis sumilir durung? Nek wis sumilir, wis ijo royo-royo, ayo menek blimbing. Blimbing itu ayo shalat. Blimbing itu sanopo lambang shalat.

Disini itu, apa-apa dengan lambang, dengan simbol: kolo-kolo teko , janur gunung. Udan grimis panas-panas , caping gunung. Blimbing itu bergigir lima. Maka, cah angon, ayo menek blimbing . Tidak cah angon ayo memanjat mangga.

Akhirnya ini praktek, shalat. Tapi prakteknya beda. Begitu di ajak shalat, kita beda. Disana, shalat 'imaadudin, lha shalat disini, tanamannya mleyor-mleyor, berayun-ayun.

Disana dipanggil jam setengah duabelas kumpul. Kalau disini dipanggil jam segitu masih disawah, di kebun, angon bebek, masih nyuri kayu. Maka manggilnya pukul setengah dua. Adzanlah muadzin, orang yang adzan. Setelah ditunggu, tunggu, kok tidak datang-datang.

Padahal tugas Imam adalah menunggu makmum. Ditunggu dengan memakai pujian. Rabbana ya rabbaana, rabbana dholamna angfusana , – sambil tolah-toleh, mana ini makmumnya – wainlam taghfirlana, wa tarhamna lanakunanna minal khasirin.

Datang satu, dua, tapi malah merokok di depan masjid. Tidak masuk. Maka oleh Mbah Ampel: Tombo Ati, iku ono limang perkoro….. . Sampai pegal, ya mengobati hati sendiri saja. Sampai sudah lima kali kok tidak datang-datang, maka kemudian ada pujian yang agak galak: di urugi anjang-anjang……. , langsung deh, para ma'mum buruan masuk. Itu tumbuhnya dari situ.

Kemudian, setelah itu shalat. Shalatnya juga tidak sama. Shalat disana, dipanah kakinya tidak terasa, disini beda. Begitu Allahu Akbar , matanya bocor: itu mukenanya berlubang, kupingnya bocor, ting-ting-ting, ada penjual bakso. Hatinya bocor: protes imamnya membaca surat kepanjangan. Nah, ini ditambal oleh para wali, setelah shalat diajak dzikir, laailaahaillallah.

Hari ini, ada yang protes: dzikir kok kepalanya gedek-gedek, geleng-geleng? Padahal kalau sahabat kalau dzikir diam saja. Lho, sahabat kan muridnya nabi. Diam saja hatinya sudah ke Allah. Lha orang sini, di ajak dzikir diam saja, ya malah tidur. Bacaannya dilantunkan dengan keras, agar ma'mum tahu apa yang sedang dibaca imam.

Kemudian, dikenalkanlah nabi. Orang sini tidak kenal nabi, karena nabi ada jauh disana. Kenalnya Gatot Kaca. Maka pelan-pelan dikenalkan nabi. Orang Jawa yang tak bisa bahasa Arab, dikenalkan dengan syair: kanjeng Nabi Muhammad, lahir ono ing Mekkah, dinone senen, rolas mulud tahun gajah.

Inilah cara ulama-ulama dulu kala mengajarkan Islam, agar masyarakat disini kenal dan paham ajaran nabi. Ini karena nabi milik orang banyak (tidak hanya bangsa Arab saja). Wamaa arsalnaaka illa rahmatal lil ‘aalamiin ; Aku (Allah) tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi alam semesta.

Maka, shalawat itu dikenalkan dengan cara berbeda-beda. Ada yang sukanya shalawat ala Habib Syekh, Habib Luthfi, dll. Jadi jangan heran kalau shalawat itu bermacam-macam. Ini beda dengan wayang yang hanya dimiliki orang Jawa.

Orang kalau tidak tahu Islam Indonesia, pasti bingung. Maka Gus Dur melantunkan shalawat memakai lagu dangdut. Astaghfirullah, rabbal baraaya, astaghfirullah, minal khataaya, ini lagunya Ida Laila: Tuhan pengasih lagi penyayang, tak pilih kasih, tak pandang sayang. Yang mengarang namanya Ahmadi dan Abdul Kadir.

Nama grupnya Awara. Ida Laila ini termasuk Qari’ terbaik dari Gresik. Maka lagunya bagus-bagus dan religius, beda dengan lagu sekarang yang mendengarnya malah bikin kepala pusing. Sistem pembelajaran yang seperti ini, yang dilakukan oleh para wali. Akhirnya orang Jawa mulai paham Islam.

Namun selanjutnya Sultan Trenggono tidak sabaran: menerapkan Islam dengan hukum, tidak dengan budaya. "Urusanmu kan bukan urusan agama, tetapi urusan negara,” kata Sunan Kalijaga. “Untuk urusan agama, mengaji, biarlah saya yang mengajari,” imbuhnya.

Namun Sultan Trenggono terlanjur tidak sabar. Semua yang tidak sesuai dan tidak menerima Islam di uber-uber. Kemudian Sunan Kalijaga memanggil anak-anak kecil dan diajari nyanyian:

Gundul-gundul pacul, gembelengan.
Nyunggi-nyunggi wangkul, petentengan.
Wangkul ngglimpang segane dadi sak latar 2x

Gundul itu kepala. Kepala itu ra’sun. Ra’sun itu pemimpin. Pemimpin itu ketempatan empat hal: mata, hidung, lidah dan telinga. Empat hal itu tidak boleh lepas. Kalau sampai empat ini lepas, bubar.

Mata kok lepas, sudah tidak bisa melihat rakyat. Hidung lepas sudah tidak bisa mencium rakyat. Telinga lepas sudah tidak mendengar rakyat. Lidah lepas sudah tidak bisa menasehati rakyat. Kalau kepala sudah tidak memiliki keempat hal ini, jadinya gembelengan.

Kalau kepala memangku amanah rakyat kok terus gembelengan, menjadikan wangkul ngglimpang, amanahnya kocar-kacir. Apapun jabatannya, jika nanti menyeleweng, tidak usah di demo, nyanyikan saja Gundul-gundul pacul. Inilah cara orang dulu, landai.

Akhirnya semua orang ingin tahu bagaimana cara orang Jawa dalam ber-Islam. Datuk Ribandang, orang Sulawesi, belajar ke Jawa, kepada Sunan Ampel. Pulang ke Sulawesi menyebarkan Islam di Gunung Bawakaraeng, menjadilah cikal bakal Islam di Sulawesi.

Berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di penjuru Sulawesi. Khatib Dayan belajar Islam kepada Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Ketika kembali ke Kalimantan, mendirikan kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan.

Ario Damar atau Ario Abdillah ke semenanjung Sumatera bagian selatan, menyebarkan dan mendirikan kerajaan-kerajaan di Sumatera.
Kemudian Londo (Belanda) datang. Mereka semua – seluruh kerajaan yang dulu dari Jawa – bersatu melawan Belanda.

Ketika Belanda pergi, bersepakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka kawasan di Indonesia disebut wilayah, artinya tinggalan para wali. Jadi, jika anda meneruskan agamanya, jangan lupa kita ditinggali wilayah. Inilah Nahdlatul Ulama, baik agama maupun wilayah, adalah satu kesatuan: NKRI Harga Mati.

Maka di mana di dunia ini, yang menyebut daerahnya dengan nama wilayah? Di dunia tidak ada yang bisa mengambil istilah: kullukum raa’in wa kullukum mas uulun ‘an ra’iyatih ; bahwa Rasulullah mengajarkan hidup di dunia dalam kekuasaan ada sesuatu yaitu pertanggungjawaban.

Dan yang bertanggungjawab dan dipertanggung jawabkan disebut ra’iyyah. Hanya Indonesia yang menyebut penduduknya dengan sebutan ra’iyyah atau rakyat. Begini kok banyak yang bilang tidak Islam.

Nah, sistem perjuangan seperti ini diteruskan oleh para ulama Indonesia. Orang-orang yang meneruskan sistem para wali ini, dzaahiran wa baatinan, akhirnya mendirikan sebuah organisasi yang dikenal dengan nama Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.

Kenapa kok bernama Nahdlatul Ulama. Dan kenapa yang menyelamatkan Indonesia kok Nahdlatul Ulama? Karena diberi nama Nahdlatul Ulama. Nama inilah yang menyelamatkan. Sebab dengan nama Nahdlatul Ulama, orang tahu kedudukannya: bahwa kita hari ini, kedudukannya hanya muridnya ulama.

Meski, nama ini tidak gagah. KH Ahmad Dahlan menamai organisasinya Muhammadiyyah: pengikut Nabi Muhammad, gagah. Ada lagi organisasi, namanya Syarekat Islam, gagah. Yang baru ada Majelis Tafsir Alquran, gagah namanya. Lha ini “hanya” Nahdlatul Ulama. Padahal ulama kalau di desa juga ada yang hutang rokok.

Tapi Nahdlatul Ulama ini yang menyelamatkan, sebab kedudukan kita hari ini hanya muridnya ulama. Yang membawa Islam itu Kanjeng Nabi. Murid Nabi namanya Sahabat. Murid sahabat namanya tabi’in . Tabi’in bukan ashhabus-shahabat , tetapi tabi’in , maknanya pengikut.

Murid Tabi’in namanya tabi’it-tabi’in , pengikutnya pengikut. Muridnya tabi’it-tabi’in namanya tabi’it-tabi’it-tabi’in , pengikutnya pengikutnya pengikut. Lha kalau kita semua ini namanya apa? Kita muridnya KH Hasyim Asy’ari.

Lha KH Hasyim Asy’ari hanya muridnya Kiai Asyari. Kiai Asyari mengikuti gurunya, namanya Kiai Usman. Kiai Usman mengikuti gurunya namanya Kiai Khoiron, Purwodadi (Mbah Gareng). Kiai Khoiron murid Kiai Abdul Halim, Boyolali.

Mbah Abdul Halim murid Kiai Abdul Wahid. Mbah Abdul Wahid itu murid Mbah Sufyan. Mbah Sufyan murid Mbah Jabbar, Tuban. Mbah Jabbar murid Mbah Abdur Rahman, murid Pangeran Sambuh, murid Pangeran Benowo, murid Mbah Tjokrojoyo, Sunan Geseng.

Sunan Geseng hanya murid Sunan Kalijaga, murid Sunan Bonang, murid Sunan Ampel, murid Mbah Ibrahim Asmoroqondi, murid Syekh Jumadil Kubro, murid Sayyid Ahmad, murid Sayyid Ahmad Jalaludin, murid Sayyid Abdul Malik, murid Sayyid Alawi Ammil Faqih, murid Syekh Ahmad Shohib Mirbath.

Kemudian murid Sayyid Ali Kholiq Qosam, murid Sayyid Alwi, murid Sayyid Muhammad, murid Sayyid Alwi, murid Sayyid Ahmad Al-Muhajir, murid Sayyid Isa An-Naquib, murid Sayyid Ubaidillah, murid Sayyid Muhammad, murid Sayyid Ali Uraidi, murid Sayyid Ja’far Shodiq, murid Sayyid Musa Kadzim, murid Sayyid Muhammad Baqir. Sayyid Muhammad Baqir hanya murid Sayyid Zaenal Abidin, murid Sayyidina Hasan – Husain, murid Sayiidina Ali karramallahu wajhah . Nah, ini yang baru muridnya Rasulullah saw.

Kalau begini nama kita apa? Namanya ya tabiit-tabiit-tabiit-tabiit-tabiit-tabiit…, yang panjang sekali. Maka cara mengajarkannya juga tidak sama. Inilah yang harus difahami.

Rasulullah itu muridnya bernama sahabat, tidak diajari menulis Alquran. Maka tidak ada mushaf
Alquran di jaman Rasulullah dan para sahabat. Tetapi ketika sahabat ditinggal wafat Rasulullah, mereka menulis Alquran.

Untuk siapa? Untuk para tabi’in yang tidak bertemu Alquran. Maka ditulislah Alquran di jaman Sayyidina Umar dan Sayyidina Utsman. Tetapi begitu para sahabat wafat, tabi’in harus mengajari dibawahnya.

Mushaf Alquran yang ditulis sahabat terlalu tinggi, hurufnya rumit tidak bisa dibaca. Maka pada tahun 65 hijriyyah diberi tanda “titik” oleh Imam Abu al-Aswad ad-Duali, agar supaya bisa dibaca.

Tabiin wafat, tabi’it tabi’in mengajarkan yang dibawahnya. Titik tidak cukup, kemudian diberi “harakat” oleh Syekh Kholil bin Ahmad al-Farahidi, guru dari Imam Sibawaih, pada tahun 150 hijriyyah.

Kemudian Islam semakin menyebar ke penjuru negeri, sehingga Alquran semakin dibaca oleh banyak orang dari berbagai suku dan ras. Orang Andalusia diajari “ Waddluha” keluarnya “ Waddluhe”.

Orang Turki diajari “ Mustaqiim” keluarnya “ Mustaqiin”. Orang Padang, Sumatera Barat, diajari “ Lakanuud ” keluarnya “ Lekenuuik ”. Orang Sunda diajari “ Alladziina ” keluarnya “ Alat Zina ”.

Di Jawa diajari “ Alhamdu” jadinya “ Alkamdu ”, karena punyanya ha na ca ra ka . Diajari “ Ya Hayyu Ya Qayyum ” keluarnya “ Yo Kayuku Yo Kayumu ”. Diajari “ Rabbil ‘Aalamin ” keluarnya “ Robbil Ngaalamin” karena punyanya ma ga ba tha nga.

Orang Jawa tidak punya huruf “ Dlot ” punyanya “ La ”, maka “ Ramadlan ” jadi “ Ramelan ”. Orang Bali disuruh membunyikan “ Shiraathal…” bunyinya “ Sirotholladzina an’amtha ‘alaihim ghairil magedu bi’alaihim waladthoilliin ”. Di Sulawesi, “’ Alaihim” keluarnya “’ Alaihing ”.

Karena perbedaan logat lidah ini, maka pada tahun 250 hijriyyah, seorang ulama berinisiatif menyusun Ilmu Tajwid fi Qiraatil Quran , namanya Abu Ubaid bin Qasim bin Salam. Ini yang kadang orang tidak paham pangkat dan tingkatan kita. Makanya tidak usah pada ribut.

Murid ulama itu beda dengan murid Rasulullah. Murid Rasulullah, ketika dzikir dan diam, hatinya “online” langsung kepada Allah SWT. Kalau kita semua dzikir dan diam, malah jadinya tidur.
Maka disini, di Nusantara ini, jangan heran.

Ibadah Haji, kalau orang Arab langsung lari ke Ka’bah. Muridnya ulama dibangunkan Ka’bah palsu di alun-alun, dari triplek atau kardus, namanya manasik haji. Nanti ketika hendak berangkat haji diantar orang se-kampung.

Yang mau haji diantar ke asrama haji, yang mengantar pulangnya belok ke kebun binatang. Ini cara pembelajaran. Ini sudah murid ulama. Inilah yang orang belajar sekarang: kenapa Islam di Indonesia, Nahdlatul Ulama selamat, sebab mengajari manusia sesuai dengan hukum pelajarannya ulama.

Anda sekalian disuruh dzikir di rumah, takkan mau dzikir, karena muridnya ulama. Lha wong dikumpulkan saja lama kelamaan tidur. Ini makanya murid ulama dikumpulkan, di ajak berdzikir.

Begitu tidur, matanya tidak dzikir, mulutnya tidak dzikir, tetapi, pantat yang duduk di majelis dzikir, tetap dzikir. Nantinya, di akhirat ketika “wa tasyhadu arjuluhum ,” ada saksinya. Orang disini, ketika disuruh membaca Alquran, tidak semua dapat membaca Alquran. Maka diadakan semaan Alquran.

Mulut tidak bisa membaca, mata tidak bisa membaca, tetapi telinga bisa mendengarkan lantunan Alquran. Begitu dihisab mulutnya kosong, matanya kosong, di telinga ada Alqurannya.

Maka, jika bukan orang Indonesia, takkan mengerti Islam Indonesia. Mereka tidak paham, oleh karena, seakan-akan, para ulama dulu tidak serius dalam menanam. Sahadatain jadi sekaten. Kalimah sahadat jadi kalimosodo. Ya Hayyu Ya Qayyum jadi Yo Kayuku Yo Kayumu.

Ini terkesan ulama dahulu tidak ‘alim. Ibarat pedagang, seperti pengecer. Tetapi, lima ratus tahun kemudian tumbuh subur menjadi Islam Indonesia. Jamaah haji terbanyak dari Indonesia. Orang shalat terbanyak dari Indonesia. Orang membaca Alquran terbanyak dari Indonesia.

Dan Islam yang datang belakangan ini gayanya seperti grosir: islam kaaffah, begitu diikuti, mencuri sapi. Dilihat dari sini, saya meminta, Tentara Nasional Indonesia, Polisi Republik Indonesia, jangan sekali-kali mencurigai Nahdlatul Ulama menanamkan benih teroris.

Teroris tidak mungkin tumbuh dari Nahdlatul Ulama, karena Nahdlatul Ulama lahir dari Bangsa Indonesia. Tidak ada ceritanya Banser kok ngebom disini, sungkan dengan makam gurunya. Mau ngebom di Tuban, tidak enak dengan Mbah Sunan Bonang.

Saya yang menjamin. Ini pernah saya katakan kepada Panglima TNI. Maka, anda lihat teroris di seluruh Indonesia, tidak ada satupun anak warga jamiyyah Nahdlatul Ulama. Maka, Nahdlatul Ulama hari ini menjadi organisasi terbesar di dunia.

Dari Muktamar Makassar jamaahnya sekitar 80 juta, sekarang di kisaran 120 juta. Yang lain dari 20 juta turun menjadi 15 juta. Kita santai saja. Lama-lama mereka tidak kuat, seluruh tubuh kok ditutup kecuali matanya. Ya kalau pas jualan tahu, lha kalau pas nderep di sawah bagaimana. Jadi kita santai saja. Kita tidak pernah melupakan sanad, urut-urutan, karena itu cara Nahdlatul Ulama agar tidak keliru dalam mengikuti ajaran Rasulullah Muhammad saw.

sumber : Agus Sunyoto Lesbumi

Jumat, 01 Desember 2017

Asal Usul Banua Lima

Nama Datu Banua Lima cukup dikenal warga Banjar di Kalimantan Selatan. Datu Banua Lima merupakan gelar bagi lima panglima Kerajaan Tanjungpuri yang terkenal sakti dan ditakuti kerajaan lain termasuk prajurit Majapahit pada awal abad ke 14 masehi.

Berdasarkan hikayat Datu Banua Lima, kelima Panglima tersebut yang pertama bergelar Panglima Alai, merupakan ahli politik dan strategi. Kedua, Panglima Tabalong, yang terkenal gagah, kuat, pemberani, dan berjiwa ksatria. Ketiga, Panglima Balangan yang berwajah  tampan, pintar, dan suka menuntut ilmu kanuragan.Sedangkan yang keempat dan kelima adalah si kembar yang bergelar Panglima Hamandit dan Panglima Tapin. Mereka berdua ini terkenal keras  dan suka berkelahi.

Konon kelima bersaudara ini, anak dari Datu Intingan (Saudaranya Datu Dayuhan Kepala Suku Dayak Maratus) dan Dayang Baiduri (Putri Imigran Melayu keturunan Sriwijaya).

Kala itu Kerajaan Tanjungpuri berhubungan baik dengan Kerajaan Nan Serunai tetangganya. Walau berbeda keyakinan Kerajaan Tanjungpuri yang mayoritas pengikutnya beragama Buddha sedangkan Kerajaan Nan Sarunai pengikut ajaran Kaharingan, tetapi kedua kerajaan tersebut tetap saling menghormati dan sama-sama berkomitmen menjaga alam lingkungan.

Pada saat itu, Kerajaan Majapahit sangat berambisi untuk menguasai nusantara termasuk tanah Borneo. Hal itu terjadi karena Maha Patih Gajah Mada sudah bersumpah untuk menguasai nusantara. Ada mata-mata Majapahit yang mengatakan bahwa kedua kerajaan di Borneo tadi sangat makmur karena istananya berlapis emas. Mendengar hal itu, Prabu Hayam Wuruk, Raja Majapahit begitu berambisi untuk menguasai kedua kerajaan tersebut, Kerajaan Tanjungpuri dan Nan Sarunai. Lalu pada 1356 M Kerajaan Majapahit mengirim ekspedisi militer pertama ke wilayah Borneo. Yang mula-mula diserang adalah Kerajaan Nan Sarunai. Sekitar 5.000 pasukan Majapahit datang dengan kapal melewati Sungai Barito yang dipimpin Senopati Arya Manggala. Melihat pasukan yang sangat banyak tersebut, lalu Kerajaan Nan Sarunai meminta bantuan ke Kerajaan Tanjungpuri.

Lalu oleh Raja Tanjungpuri dikirim lima orang panglimanya yaitu Datu Banua Lima dengan membawa 1.000 pasukan membantu Kerajaan Nan Sarunai.

Setelah itu pecahlah perang yang dahsyat antara pasukan Majapahit melawan pasukan Nan Sarunai yang dibantu pasukan Tanjungpuri. Banyak sekali jatuh korban di kedua belah pihak. Pasukan Majapahit yang terkenal hebat dalam bertempur karena sudah berkeliling Nusantara dan sudah menaklukan berbagai kerajaan, saat itu mendapat perlawanan yang hebat. Banyak prajurit Majapahit yang mati di tangan lima panglima Tanjungpuri yang sakti-sakti tersebut.
Panglima Alai yang ahli strategi mengatur pasukan, Panglima Tabalong yang gagah mengamuk di barisan paling muka, banyak tentara Majapahit yang terlempar ke udara dilemparkan oleh panglima. Sedangkan Panglima Balangan menjadi pimpinan barisan pengawal raja, dengan kesaktiannya mampu melindungi raja dari keroyokan pasukan Majapahit. Semantara Panglima Hamandit dan Panglima Tapin beradu kesaktian dengan para pendekar Majapahit.

Banyak sudah prajurit Majapahit yang merupakan pendekar bayaran, mati di tangan Panglima Hamandit dan Panglima Tapin. Setelah dua hari bertempur akhirnya pasukan Majapahit mampu dipukul mundur, bahkan pemimpin pasukan Majapahit ketika itu yaitu Senopati Arya Manggala kepalanya putus terkena Mandau senjata asli Suku Dayak. Mengetahui pemimpin pasukannya tewas lalu sisa-sisa pasukan Majapahit lari terbirit-birit menuju kapal untuk pulang ke Jawa. Setelah gagal dalam ekspedisi pertama, Majapahit kembali mengirim ekpedisi militer kedua pada 1358 M.

Ekspedisi kedua kali ini dipimpin langsung Laksamana Nala dengan membawa dua kali lipat pasukan dari ekspedisi pertama. Dalam rombongan pasukan besar ini terdapat juga pasukan khusus Majapahit yang terkenal yaitu pasukan Bhayangkara. Pada ekspedisi kedua ini pasukan Majapahit berhasil menaklukkan Kerajaan Nan Sarunai, bahkan Raja Nan Sarunai yang bergelar Datu Tatuyan Wulau Miharaja Papangkat Amas serta Ratu yang bergelar Dara Gangsa Tulen gugur dalam peperangan. Peristiwa itu oleh orang Maanyan dikenal dengan istilah “Nan Sarunai Usak Jawa”. Konon Raja Nan Sarunai dibunuh oleh Laksamana Nala dengan sebuah tombak sakti di dalam sebuah sumur tempat persembunyiannya.

Laksamana Nala adalah seorang panglima terhebat Majapahit di masa itu, karirnya dimulai dari menjadi prajurit pasukan khusus kerajaan yaitu pasukan Bhayangkara. Setelah berhasil menaklukkan Nan Sarunai pasukan Majapahit bergerak menuju Tanjungpuri namun pasukan Majapahit mendapati perlawanan yang hebat dari pasukan Tanjungpuri yang dipimpin oleh Datu Banua Lima yang terkenal tersebut.

Setelah berhari-hari berperang akhirnya kedua pasukan sepakat untuk berdamai dan tidak melanjutkan peperangan. Pasukan Majapahit kembali ke Jawa dengan kekecewaan mereka tidak sanggup lagi melanjutkan peperangan karena sebelumnya sudah kelelahan berperang menghadapi kerajaan Nan Sarunai. Sedangkan pihak Tanjungpuri mengalami kehancuran dimana-mana. Akibat peperangan tersebut kerajaan Tanjungpuri menjadi lemah, perdagangan yang dahulu ramai menjadi sunyi karena para pedagang takut untuk singgah di pelabuhan ketika mendengar ada peperangan.

Sebagai tanda terima kasih kepada Datu Banua Lima, Raja Tanjungpuri Sri Baginda Darmapala memberikan kelima orang panglimanya wilayah kekuasaan masing-masing di daerah lima aliran sungai yang berhulu di Pegunungan Maratus. Daerah lima aliran sungai tersebut akhirnya bernama sesuai gelar lima Panglima Tanjungpuri tersebut. Panglima Alai mendapat wilayah yang bernama Batang Alai (sekarang menjadi Kabupaten HST), Panglima Tabalong mendapat wilayah yang bernama Batang Tabalong (sekarang menjadi Kabupaten Tabalong). Panglima Balangan mendapat wilayah yang bernama Batang Balangan (sekarang menjadi Kabupaten Balangan). Panglima Hamandit mandapat wilayah Batang Hamandit (sekarang menjadi Kabupaten HSS), sedangkan Panglima Tapin mandapat wilayah Batang Tapin (sekarang menjadi Kabupaten Tapin).

Sementara Raja Tanjungpuri sendiri akhirnya memindahkan pusat kerajaan ke daerah Kuripan (Amuntai) karena kota raja sebelumnya (Tanjung) banyak mengalami kehancuran akibat diserang Majapahit. Lambat laun nama Tanjungpuri semakin terlupakan dan lebih dikenal dengan sebutan baru yaitu Kuripan karena wilayahnya telah terbagi bagi.

Pada Tahun 1387 atau 29 tahun setelah terjadinya peperangan antara Majapahit dan Tanjungpuri, berdiri sebuah Kerajaan Hindu di Borneo yang bernama Nagaradipa.
Kepala pemerintahannya bernama Empu Jatmika, seorang pelarian dari Kerajaan Kediri. Karena tingkah lakunya yang baik dan santun, dia disukai oleh Raja Tanjungpuri yang bernama Sri Baginda Kartapala (anak Sri Baginda Darmapala).

Oleh Sri Baginda Kartapala, Empu Jatmika ditawari agar anaknya Lambung Mangkurat untuk mengawini anaknya yang bernama Putri Junjung Buih.
Tapi karena merasa terlalu tua, Lambung Mangkurat menyuruh anaknya Raden Putera untuk mengawini Putri Junjung Buih. Raden Putera adalah anak Lambung Mangkurat dari perkawinan dengan Urang Biaju (Dayak Ngaju). Singkat cerita akhirnya Raden Putra menikah dengan Putri Junjung Buih.

Sejak saat itu Sri Baginda Kartapala menyerahkan seluruh kekuasaan dan wilayah Tanjungpuri kepada Kerajaan Nagaradipa. Dengan bantuan Majapahit akhirnya Negaradipa mejadi kerajaan yang kuat di Borneo. Namun demikian sebagai timbal baliknya Negaradipa menjadi Negara bagian Majapahit atau dikenal dengan istilah “sakai”. Kerajaan Nagaradipa sendiri mengangkat Raden Putera sebagai raja yang bergelar Pangeran Suryanata.

Namun ada sesuatu hal yang bergejolak di dalam pemerintahan Nagaradipa, yaitu saling berebut pengaruh antara pendatang dari Majapahit yang sengaja disusupkan jadi pejabat di Nagaradipa dengan orang-orang Tanjungpuri yang ikut mengabdi jadi pejabat di kerajaan.

Apalagi setelah para pejabat Majapahit mampu mempengaruhi Patih Lambung Mangkurat yang akhirnya memutuskan melarang adat istiadat Melayu dan Dayak di Kerajaan Nagaradipa. Pakaian adat harus mengikuti gaya pakaian orang Majapahit. Mendengar hal tersebut, lima Panglima Tanjungpuri yang sudah tua-tua menjadi berang. Kelima Panglima ini sangat kecewa sekali sebab mereka sudah bersumpah tidak akan tunduk dengan Majapahit. Tapi karena masih menghormati Putri Junjung Buih sebagai cucu Sri Baginda Darmapala, kelima Panglima tersebut mampu menahan diri.

Setelah itu kelima panglima masing-masing memutuskan untuk mengasingkan diri ke Pegunungan Maratus. Para keluarga Kerajaan Tanjungpuri pun terpecah dua, ada yang mandukung Nagaradipa dan ada juga yang tidak. Yang tidak mendukung akhirnya ikut mengasingkan diri ke Pegunungan Maratus di bawah pimpinan Pangeran Kuripan ke-10 mengikuti para Datu Banua Lima.
Tempat berkumpulnya para keluarga Kerajaan Tanjungpuri di Pegunungan Maratus yang dipimpin Pangeran ke 10 adalah Manggajaya.

Melihat hal tersabut Patih Lambung Mangkurat merasa terancam, lalu atas bantuan Majapahit dia mengirim pasukan di bawah pimpinan Hulu Balang Arya Megatsari dan Tumenggung Tatah Jiwa ke daerah Banua Lima yaitu Batang Tabalong, Batang Balangan, Batang Alai, Batang Hamandit dan Batang Tapin supaya tunduk terhadap kekuasaan Nagaradipa.

Dibantu pasukan Majapahit pimpinan Hulubalang Arya Megatsari dan Tumenggung Tatah Jiwa, kelima daerah itu akhirnya bisa ditaklukkan.
Sementara Pangeran Kuripan ke-10 berhasil diselamatkan oleh Datu Banua Lima dan disembunyikan di daerah Manggajaya (Wilayah Kecamatan Batang Alai Timur sekarang) di Pegunungan Meratus.

Kelima wilayah Banua Lima tersebut memang bisa ditaklukan, tapi daerah Manggajaya tak ada berani yang menyerang ke sana walaupun dibantu prajurit Majapahit.

Mereka gentar karena mendengar cerita lima orang panglima sakti yang bergelar Datu Banua Lima bermukim disitu untuk mengasingkan diri.

Selain itu juga topografi daerahnya yang dikelilingi banyak pegunungan sehingga sangat bagus untuk sebuah tempat pertahanan.
Konon keturunan Datu Banua LIma di wilayah Manggajaya juga dikenal sebagai sosok pemberani dan turut berjuang dalam melawan penjajah Belanda dan selama perang kemerdekaan Indonesia.

Nama-nama Menteri Agama RI

A. Daftar Menteri Agama RI
Berikut ini adalah nama-nama yang pernah menjabat sebagai Menteri Agama Republik Indonesia.

1. KH. Wahid Hasyim
KH. Wahid Hasyim tetap dianggap sebagai Menteri Agama pertama kali. Meskipun pada saat penyusunan kabinet pertama kali setelah Indonesia merdeka (Kabinet Presidentil pada 19 Agustus 1945), tidak ada jabatan Menteri Agama. Baru pada Kabinet Sjahrir II (1946) diangkat Menteri Agama. Pada saat ini adanya adalah Menteri Negara Urusan Agama Islam.
KH. Wahid Hasyim menjabat sebagai Menteri Negara Urusan Agama Islam pada kabinet Presidentil (19 Agustus 1945 - 14 November 1945), dan Menteri Agama di tiga kabinet yang berbeda yaitu saat Republik Indonesia Serikat/RIS (20 Desember 1949 - 6 September 1950), Kabinet Natsir (6 September 1950 - 3 April 1951), dan Kabinet Sukiman Suwirjo (27 April 1951 - 3 April 1952).

2. H. Rasjidi
H. Rasjidi menjabat sebagai Menteri Negara Urusan Agam Islam pada Kabinet Sjahrir I (14 November 1945 - 12 Maret 1946) dan sebagai Menteri Agama pada Kabinet Sjahrir II (12 Maret 1946 - 2 Oktober 1946).

3. KH. Fathurrahman Kafrawi
KH. Fathurrahman Kafrawi merupakan Menteri Agama pada Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946 - 26 Juni 1947).

4. KH. Achmad Asj'ari
Beliau menjabat sebagai Menetri Agama di Kabinet Amir Sjarifuddin I yang dibentuk pada 3 Juli 1947. Namun belum usai kabinet ini, beliau sudah diganti oleh H. Anwaruddin pada 9 Oktober 1947.

5. H. Anwaruddin
H. Anwaruddin merupakan Menteri Agama dalam Kabinet Amir Sjarifuddin I yang menggantikan KH. Achmad Asj'ari. Menjabat mulai dari 9 Oktober 1947 -11 November 1947.

6. KH. Masjkur
KH. Majkur menjabat sebagai Menteri Agama dalam beberapa kabinet yang berbeda, yaitu:
~ Amir Syarifuddin II (11 November 1947 - 29 Januari 1948)
~ Hatta I (29 Januari 1948 - 4 Agustus 1948)
~ Hatta II (4 Agustus 1949 - 20 Desember 1949)
~ Susanto (20 Desember 1949 - 21 Januari 1950)
~ Ali Sastroamidjojo I (30 Juli 1953 - 12 Agustus 1955)

7. KH. Fakih Usman
KH. Fakih Usman menjabat sebagai Menteri Agama RI dalam dua kabinet yaitu: Halim (21 Januari 1950 - 6 September 1950) dan Wilopo (3 April 1952 - 30 Juli 1953).

8. KH. Muhammad Ilyas
Menjabat sebagai Menteri Agama dalam tiga kabinet, yaitu Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 - 19 Januari 1956). Kabinet Ali Sastroamidjojo II (24 Maret 1956 - 14 Maret 1957), dan Kabinet Karya (9 April 1957 - 10 Juli 1959).

9. KH. M. Wahib Wahab
Menjabat sebagai Menteri Agama di dua kabinet, yaitu Kabinet Kerja I (10 Juli 1959 - 18 Februari 1960) dan kabinet Kerja II (18 Februari 1960 - 6 Maret 1962)

10. KH. Saifuddin Zuhri
Menjabat sebagai Menteri Agama di lima kabinet secara beruntun, yaitu:
~ Kerja III (6 Maret 1962 - 13 November 1963)
~ Kerja IV (13 November 1963 - 27 Agustus 1964)
~ Dwikora I (27 Agustus 1964 - 22 Februari 1966)
~ Dwikora II (22 Februari 1966 - 28 Maret 1966)
~ Ampera I (28 Juli 1966 - 14 Oktober 1967)

11. KH. Moh Dahlan
Menjabat sebagai Menteri Agama pada Kabinet Ampera II (14 Oktober 1967 - 10 Juni 1968) dan Kabinet Pembangunan I (11 September 1971 - 29 Maret 1978) namun mengalami penggantian pada 28 Maret 1973.

12. Prof. Dr. H. Abdul Mukti Ali
Prof. Dr. H. Abdul Mukti Ali merupakan Menteri Agama pengganti KH. Moh Dahlan yang diresufle pada 11 September 1971. Juga menjadi Menteri Agama di kabinet berikutnya, Kabinet Pembangunan II (28 Maret 1973 - 29 Maret 1978).

13. Alamsyah Ratu Perwiranegara
Menjabat Menteri Agama dalam Kabinet Pembangunan III (29 Maret 1978 - 19 Maret 1983)

14. KH. Munawir Sjadzali MA
Menjabat selama dua periode yaitu di Kabinet Pembangunan IV (19 Maret 1983 - 21 Maret 1988) dan Kabinet Pembangunan V (21 Maret 1988 - 17 Maret 1993)

15. dr. Tarmizi Taher
Diangkat menjadi Menteri Agama dalam Kabinet Pembangunan VI (17 Maret 1993 - 14 Maret 1998)

16. Prof. Dr. Quraish Shihab
Menjabat sebagai Menteri Agama pada Kabinet Pembangunan VII (14 Maret 1998 - 21 Mei 1998)

17. Prof. A. Malik Fajar, M.Sc
Merupakan Menteri Agama saat Kabinet Reformasi Pembangunan (23 Mei 1998 - 20 Oktober 1999)

18. Drs. KH. M. Tolchah Hasan
Menduduki jabatan Menteri Agama saat Kabinet Persatuan Nasional (26 Oktober 1999 - 23 Juli 2001)

19. Prof. Dr. Said Agil Husin Al Munawar
Menjabat sebagai Menteri Agama saat Kabinet Gotong Royong (9 Agustus 2001 - 20 Oktober 2004)

20. Muhammad Maftuh Basyuni, SH
Menjabat Menteri Agama ketika Kabinet Indonesia Bersatu (21 Oktober 2004 - 20 Oktober 2009)

21. Drs. H. Suryadharma Ali, M.Si
Menjabat sebagai Menteri Agama dalamKabinet Indonesia Bersatu II dan dilantik pada 22 Oktober 2009. Namun pada 26 Mei 2014 mengundurkan diri dan digantikan sementera oleh Pelaksana Tugas (Agung Laksono). Pada 9 Juni 2014 digantikan oleh Lukman Hakim Saifuddin hingga berakhirnya masa kabinet yaitu 20 Oktober 2014.

22. Drs. H. Lukman Hakim Saifuddin
Drs. H. Lukman Hakim Saifuddin diangkat menjadi Menteri Agama menggantikan Drs. H. Suryadharma Ali, M.Si yang mengundurkan diri (pada sisa periode Kabinet Indonesia Bersatu II yaitu dari tanggal 9 Juni 2014 - 20 Oktober 2014). Kemudian diangkat lagi dalam Kabinet Kerja mulai 27 Oktober 2014 hingga sekarang.

B. Gambar Grafis Daftar Menteri Agama
Daftar Menteri Agama dari pertama hingga yang terakhir (saat ini masih menjabat) beserta periodesisasinya dapat disimak dalam gambar grafis berikut ini.
Itulah daftar Menteri Agama mulai dari Menteri Agama yang pertama kali hingga yang masih menjabat saat ini.