Falsafah PSHT

Manusia dapat dihancurkan, Manusia dapat dimatikan,
tetapi manusia tidak dapat dikalahkan selama manusia itu
masih Setia kepada dirinya sendiri atau ber-SH pada dirinya sendiri

Kamis, 30 Agustus 2018

Menjawab Bacaan Ayat Terakhir Surat At-Tin

Diasuh oleh: Ust. Muhammad Muafa, M.Pd Pengasuh Pondok Pesantren IRTAQI, Malang, Jawa Timur

Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Di akhir surat Al-Qur'an At-Tin itu ada ayat pertanyaan, bila ada seseorang membacanya kita disunnahkan untuk menjawabnya.
1. Apakah yang demikian itu sunnah? mohon penjelasannya.
2. Bagaimana lafadz jawaban dari surat At-Tin tersebut?
3. Dan mohon disebutkan surat Al-Qur'an apa saja yang harus dijawab seperti surat At-Tin ini, dan bagaimana lafadznya masing-masing?
Jazakallahu Khairon.

Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh..

AMINUR RIFA'I - MALANG, JAWA TIMUR

Jawaban:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Ketika membaca surat At-Tin dan sampai pada ayat terakhir yang berbunyi;
ﺃَﻟَﻴْﺲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺑِﺄَﺣْﻜَﻢِ ﺍﻟْﺤَﺎﻛِﻤِﻴﻦَ

Disunnahkan untuk menyahut dengan bacaan;
ﺑَﻠَﻰ ﻭَﺃَﻧَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺫَﻟِﻚَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺸَّﺎﻫِﺪِﻳﻦَ

Hukum sunnah ini berlaku baik surat tersebut dibaca di luar shalat maupun saat melakukan shalat.

Dalil kesunnahan menyahut dengan bacaan tersebut adalah hadis berikut:

ﺳﻨﻦ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻯ - ﻣﻜﻨﺰ ‏( /12 219 ، ﺑﺘﺮﻗﻴﻢ ﺍﻟﺸﺎﻣﻠﺔ ﺁﻟﻴﺎ ‏) ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺍﺑْﻦُ ﺃَﺑِﻰ ﻋُﻤَﺮَ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺳُﻔْﻴَﺎﻥُ ﻋَﻦْ ﺇِﺳْﻤَﺎﻋِﻴﻞَ ﺑْﻦِ ﺃُﻣَﻴَّﺔَ ﻗَﺎﻝَ ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺭَﺟُﻼً ﺑَﺪَﻭِﻳًّﺎ ﺃَﻋْﺮَﺍﺑِﻴًّﺎ ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺃَﺑَﺎ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﻳَﺮْﻭِﻳﻪِ ﻳَﻘُﻮﻝُ ﻣَﻦْ ﻗَﺮَﺃَ ‏( ﻭَﺍﻟﺘِّﻴﻦِ ﻭَﺍﻟﺰَّﻳْﺘُﻮﻥِ ‏) ﻓَﻘَﺮَﺃَ ‏( ﺃَﻟَﻴْﺲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺑِﺄَﺣْﻜَﻢِ ﺍﻟْﺤَﺎﻛِﻤِﻴﻦَ ‏) ﻓَﻠْﻴَﻘُﻞْ ﺑَﻠَﻰ ﻭَﺃَﻧَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺫَﻟِﻚَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺸَّﺎﻫِﺪِﻳﻦَ .
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Isma'il bin Umayyah, ia berkata; saya mendengar seorang badui berkata; saya mendengar Abu Hurairah meriwayatkan hadits, ia berkata; barang siapa yang membaca surat At Tiin kemudian membaca: alaisallahu biahkamil hakimin "Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?" (QS. Attin 8), hendaknya ia mengatakan; balaa wa ana 'alaa dzalika minasy syaahidiin (benar, dan aku termasuk orang-orang yang bersaksi atas hal itu). (H.R. At-Tirmidzi)

Riwayat Abu Dawud berbunyi;
ﺳﻨﻦ ﺃﺑﻰ ﺩﺍﻭﺩ - ﻣﻜﻨﺰ ‏( /3 189 ، ﺑﺘﺮﻗﻴﻢ ﺍﻟﺸﺎﻣﻠﺔ ﺁﻟﻴﺎ ‏) ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺑْﻦُ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﺍﻟﺰُّﻫْﺮِﻯُّ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺳُﻔْﻴَﺎﻥُ ﺣَﺪَّﺛَﻨِﻰ ﺇِﺳْﻤَﺎﻋِﻴﻞُ ﺑْﻦُ ﺃُﻣَﻴَّﺔَ ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺃَﻋْﺮَﺍﺑِﻴًّﺎ ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺃَﺑَﺎ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﻳَﻘُﻮﻝُ ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ‏« ﻣَﻦْ ﻗَﺮَﺃَ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ‏( ﻭَﺍﻟﺘِّﻴﻦِ ﻭَﺍﻟﺰَّﻳْﺘُﻮﻥِ ‏) ﻓَﺎﻧْﺘَﻬَﻰ ﺇِﻟَﻰ ﺁﺧِﺮِﻫَﺎ ‏( ﺃَﻟَﻴْﺲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺑِﺄَﺣْﻜَﻢِ ﺍﻟْﺤَﺎﻛِﻤِﻴﻦَ ‏) ﻓَﻠْﻴَﻘُﻞْ ﺑَﻠَﻰ ﻭَﺃَﻧَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺫَﻟِﻚَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺸَّﺎﻫِﺪِﻳﻦَ ﻭَﻣَﻦْ ﻗَﺮَﺃَ ‏( ﻻَ ﺃُﻗْﺴِﻢُ ﺑِﻴَﻮْﻡِ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ‏) ﻓَﺎﻧْﺘَﻬَﻰ ﺇِﻟَﻰ ‏( ﺃَﻟَﻴْﺲَ ﺫَﻟِﻚَ ﺑِﻘَﺎﺩِﺭٍ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻥْ ﻳُﺤْﻴِﻰَ ﺍﻟْﻤَﻮْﺗَﻰ ‏) ﻓَﻠْﻴَﻘُﻞْ ﺑَﻠَﻰ ﻭَﻣَﻦْ ﻗَﺮَﺃَ ‏( ﻭَﺍﻟْﻤُﺮْﺳَﻼَﺕِ ‏) ﻓَﺒَﻠَﻎَ ‏( ﻓَﺒِﺄَﻯِّ ﺣَﺪِﻳﺚٍ ﺑَﻌْﺪَﻩُ ﻳُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ ‏) ﻓَﻠْﻴَﻘُﻞْ ﺁﻣَﻨَّﺎ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ‏» . ﻗَﺎﻝَ ﺇِﺳْﻤَﺎﻋِﻴﻞُ ﺫَﻫَﺒْﺖُ ﺃُﻋِﻴﺪُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞِ ﺍﻷَﻋْﺮَﺍﺑِﻰِّ ﻭَﺃَﻧْﻈُﺮُ ﻟَﻌَﻠَّﻪُ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻳَﺎ ﺍﺑْﻦَ ﺃَﺧِﻰ ﺃَﺗَﻈُﻦُّ ﺃَﻧِّﻰ ﻟَﻢْ ﺃَﺣْﻔَﻈْﻪُ ﻟَﻘَﺪْ ﺣَﺠَﺠْﺖُ ﺳِﺘِّﻴﻦَ ﺣَﺠَّﺔً ﻣَﺎ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﺣَﺠَّﺔٌ ﺇِﻻَّ ﻭَﺃَﻧَﺎ ﺃَﻋْﺮِﻑُ ﺍﻟْﺒَﻌِﻴﺮَ ﺍﻟَّﺬِﻯ ﺣَﺠَﺠْﺖُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ .
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad Az Zuhri, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepadaku Isma'il bin Umayyah saya mendengar seorang arab badui berkata; saya mendengar Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa di antara kalian membaca; "WAT TIIN WAZ ZAITUN (Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun), " sampai akhir ayat "ALAISALLAHU BI AHKAMIL HAAKIMIIN (Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya?) " hendaknya ia mengucapkan; "Benar, dan kami menjadi saksi untuk itu."
Dan barangsiapa membaca; "LAA UQSIMU BIYAUMIL QIYAAMAH (Aku bersumpah demi hari kiamat), hingga akhir ayat "ALAISA DZAALIKA BI QAADIRIN `ALAA AIYYUHYIYAL MAUTA (Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?), maka hendaklah ia mengatakan; BALAA "benar."
Dan barangsiapa membaca; WAL MURSALAATI `URFA (Demi malaikat-malaikat yang diutus untuk membawa kebaikan) sampai dengan; FA BIAIYYI HADITSIN BA`DAHU YU`MINUN (Maka kepada perkataan apakah sesudah Al Quraan ini mereka akan beriman?), maka hendaknya ia mengatakan; AAMANTU BILLAH "aku beriman kepada Allah." Isma'il berkata: aku pergi untuk melihat apakah dia menjaganya, Dan dia adalah seorang badui, dia berkata; "wahai saudaraku, apakah kamu mengira bahwa aku tidak menjaganya, sungguh aku telah berhaji sebanyak enam puluh kali, tidaklah ada pada satu tahun pun kecuali aku mengetahui unta yang dulu aku pakai untuk berhaji." (H.R. Abu Dawud)

Adapaun sebagian pendapat kaum muslimin yang menolak hadis ini dan menganggapnya hadis Dhoif dengan beralasan Majhulnya (tidak diketahuinya) nama perawi sebelum Abu Hurairah, dan hanya disebut A'roby (Arab badui), maka Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-'Asqolani telah menyanggahnya dalam kitab beliau "Nata-ij Al-Afkar". Menurut beliau jalur periwayatan hadis ini bukan hanya dari Abu Hurairah saja, tetapi juga ada jalur yang berasal dari Al-Baro' bin 'Azib, Jabir dan Ibnu 'Abbas. Ada pula jalur Mursal dari sebagian Tabi'in dan riwayat Mauquf dari sebagian shahabat. Dengan kenyataan ini, yakni berbilangnya sejumlah jalur yang bisa menjadi penguat maka penilaian Dhoif bukanlah yang dijadikan sandaran. Maknanya, Ibnu Hajar memandang hadis tersebut masih terkategori riwayat yang bisa diterima, yakni Hadis Hasan. Ibnu Jarir juga meriwayatkan hadis tersebut secara Mauquf pada Ibnu Abbas dengan Sanad Muttashil (bersambung) yang terdiri dari perawi-perawi Tsiqot.

Adapun riwayat yang melarang berbicara dengan ucapan manusia saat Shalat seperti riwayat-riwayat berikut ini;
ﺻﺤﻴﺢ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ‏( /4 393 ‏) ﻋَﻦْ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻗَﺎﻟَﻜُﻨَّﺎ ﻧُﺴَﻠِّﻢُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻭَﻫُﻮَ ﻓِﻲ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﻓَﻴَﺮُﺩُّ ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﺭَﺟَﻌْﻨَﺎ ﻣِﻦْ ﻋِﻨْﺪِ ﺍﻟﻨَّﺠَﺎﺷِﻲِّ ﺳَﻠَّﻤْﻨَﺎ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻓَﻠَﻢْ ﻳَﺮُﺩَّ ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺇِﻥَّ ﻓِﻲ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﺷُﻐْﻠًﺎ
Dari 'Abdullah radliallahu 'anhu berkata: "Kami pernah memberi salam kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika Beliau sedang shalat dan Beliau membalas salam kami. Ketika kami kembali dari (negeri) An-Najasyi kami memberi salam kembali kepada Beliau namun Beliau tidak membalas salam kami. Kemudian Beliau berkata: "Sesungguhnya dalam shalat ada kesibukan". (H.R. Bukhari)
ﺻﺤﻴﺢ ﻣﺴﻠﻢ ‏( /3 140 ‏) ﻋَﻦْ ﻣُﻌَﺎﻭِﻳَﺔَ ﺑْﻦِ ﺍﻟْﺤَﻜَﻢِ ﺍﻟﺴُّﻠَﻤِﻲِّ ﻗَﺎﻟَﺒَﻴْﻨَﺎ ﺃَﻧَﺎ ﺃُﺻَﻠِّﻲ ﻣَﻊَ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺇِﺫْ ﻋَﻄَﺲَ ﺭَﺟُﻞٌ ﻣِﻦْ ﺍﻟْﻘَﻮْﻡِ ﻓَﻘُﻠْﺖُ ﻳَﺮْﺣَﻤُﻚَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻓَﺮَﻣَﺎﻧِﻲ ﺍﻟْﻘَﻮْﻡُ ﺑِﺄَﺑْﺼَﺎﺭِﻫِﻢْ ﻓَﻘُﻠْﺖُ ﻭَﺍ ﺛُﻜْﻞَ ﺃُﻣِّﻴَﺎﻩْ ﻣَﺎ ﺷَﺄْﻧُﻜُﻢْ ﺗَﻨْﻈُﺮُﻭﻥَ ﺇِﻟَﻲَّ ﻓَﺠَﻌَﻠُﻮﺍ ﻳَﻀْﺮِﺑُﻮﻥَ ﺑِﺄَﻳْﺪِﻳﻬِﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻓْﺨَﺎﺫِﻫِﻢْ ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﺭَﺃَﻳْﺘُﻬُﻢْ ﻳُﺼَﻤِّﺘُﻮﻧَﻨِﻲ ﻟَﻜِﻨِّﻲ ﺳَﻜَﺖُّ ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﺻَﻠَّﻰ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻓَﺒِﺄَﺑِﻲ ﻫُﻮَ ﻭَﺃُﻣِّﻲ ﻣَﺎ ﺭَﺃَﻳْﺖُ ﻣُﻌَﻠِّﻤًﺎ ﻗَﺒْﻠَﻪُ ﻭَﻟَﺎ ﺑَﻌْﺪَﻩُ ﺃَﺣْﺴَﻦَ ﺗَﻌْﻠِﻴﻤًﺎ ﻣِﻨْﻪُ ﻓَﻮَﺍﻟﻠَّﻪِ ﻣَﺎ ﻛَﻬَﺮَﻧِﻲ ﻭَﻟَﺎ ﺿَﺮَﺑَﻨِﻲ ﻭَﻟَﺎ ﺷَﺘَﻤَﻨِﻲ ﻗَﺎﻝَ ﺇِﻥَّ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓَ ﻟَﺎ ﻳَﺼْﻠُﺢُ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺷَﻲْﺀٌ ﻣِﻦْ ﻛَﻠَﺎﻡِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ
Dari Muawiyah bin al-Hakam as-Sulami dia berkata, "Ketika aku sedang shalat bersama-sama Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam, tiba-tiba ada seorang laki-laki dari suatu kaum bersin. Lalu aku mengucapkan, 'Yarhamukallah (semoga Allah memberi Anda rahmat) '. Maka seluruh jamaah menujukan pandangannya kepadaku." Aku berkata, "Aduh, celakalah ibuku! Mengapa Anda semua memelototiku?" Mereka bahkan menepukkan tangan mereka pada paha mereka. Setelah itu barulah aku tahu bahwa mereka menyuruhku diam. Tetapi aku telah diam. Tatkala Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam selesai shalat, Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu (ungkapan sumpah Arab), aku belum pernah bertemu seorang pendidik sebelum dan sesudahnya yang lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah! Beliau tidak menghardikku, tidak memukul dan tidak memakiku. Beliau bersabda, 'Sesungguhnya shalat ini, tidak pantas di dalamnya ada percakapan manusia (H.R. Muslim)

ﺻﺤﻴﺢ ﻣﺴﻠﻢ ‏( /3 142 ‏) ﻋَﻦْ ﺯَﻳْﺪِ ﺑْﻦِ ﺃَﺭْﻗَﻢَ ﻗَﺎﻟَﻜُﻨَّﺎ ﻧَﺘَﻜَﻠَّﻢُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﻳُﻜَﻠِّﻢُ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﺻَﺎﺣِﺒَﻪُ ﻭَﻫُﻮَ ﺇِﻟَﻰ ﺟَﻨْﺒِﻪِ ﻓِﻲ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﺣَﺘَّﻰ ﻧَﺰَﻟَﺖْ } ﻭَﻗُﻮﻣُﻮﺍ ﻟِﻠَّﻪِ ﻗَﺎﻧِﺘِﻴﻦَ { ﻓَﺄُﻣِﺮْﻧَﺎ ﺑِﺎﻟﺴُّﻜُﻮﺕِ ﻭَﻧُﻬِﻴﻨَﺎ ﻋَﻦْ ﺍﻟْﻜَﻠَﺎﻡِ
Dari Zaid bin Arqam dia berkata, "Dahulu kami bercakap-cakap dalam shalat. Seorang laki-laki bercakap-cakap dengan teman di sampingnya dalam keadaan shalat, hingga turun ayat, '...Shalatlah kamu karena Allah dengan khusyu'. (Al-Baqarah: 238). Lalu kami disuruh diam, dan dilarang bercakap-cakap'." (H.R. Muslim)
Maka riwayat ini tidak menjadi dalil dilarangnya mengucapkan lafadz-lafadz sahutan ketika mendengar ayat tertentu di dalam Shalat. Hal itu dikarenakan perintah menyahut dengan lafadz tertentu pada ayat-ayat tertentu dinyatakan dengan lafadz Mutlak tanpa pembatasan, sehingga berlaku baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Hal ini bermakna, lafadz-lafadz sahutan tersebut bukanlah termasuk ucapan manusia yang dilarang oleh syara'. Lafadz-lafadz sahutan tersebut semakna dengan respon-respon ucapan Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam saat Shalat Tahajjud ketika membaca ayat-ayat Al-Quran sebagaimana yang dinyatakan dalam riwayat berikut ini;
ﺻﺤﻴﺢ ﻣﺴﻠﻢ ‏( /4 171 ‏) ﻋَﻦْ ﺣُﺬَﻳْﻔَﺔَ ﻗَﺎﻟَﺼَﻠَّﻴْﺖُ ﻣَﻊَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺫَﺍﺕَ ﻟَﻴْﻠَﺔٍ ﻓَﺎﻓْﺘَﺘَﺢَ ﺍﻟْﺒَﻘَﺮَﺓَ ﻓَﻘُﻠْﺖُ ﻳَﺮْﻛَﻊُ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟْﻤِﺎﺋَﺔِ ﺛُﻢَّ ﻣَﻀَﻰ ﻓَﻘُﻠْﺖُ ﻳُﺼَﻠِّﻲ ﺑِﻬَﺎ ﻓِﻲ ﺭَﻛْﻌَﺔٍ ﻓَﻤَﻀَﻰ ﻓَﻘُﻠْﺖُ ﻳَﺮْﻛَﻊُ ﺑِﻬَﺎ ﺛُﻢَّ ﺍﻓْﺘَﺘَﺢَ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀَ ﻓَﻘَﺮَﺃَﻫَﺎ ﺛُﻢَّ ﺍﻓْﺘَﺘَﺢَ ﺁﻝَ ﻋِﻤْﺮَﺍﻥَ ﻓَﻘَﺮَﺃَﻫَﺎ ﻳَﻘْﺮَﺃُ ﻣُﺘَﺮَﺳِّﻠًﺎ ﺇِﺫَﺍ ﻣَﺮَّ ﺑِﺂﻳَﺔٍ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺗَﺴْﺒِﻴﺢٌ ﺳَﺒَّﺢَ ﻭَﺇِﺫَﺍ ﻣَﺮَّ ﺑِﺴُﺆَﺍﻝٍ ﺳَﺄَﻝَ ﻭَﺇِﺫَﺍ ﻣَﺮَّ ﺑِﺘَﻌَﻮُّﺫٍ ﺗَﻌَﻮَّﺫَ
Dari Hudzaifah ia berkata; Pada suatu malam, saya shalat (Qiyamul Lail) bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu beliau mulai membaca surat Al Baqarah. Kemudian saya pun berkata (dalam hati bahwa beliau) akan ruku' pada ayat yang ke seratus. Kemudian (seratus ayat pun) berlalu, lalu saya berkata (dalam hati bahwa) beliau akan shalat dengan (surat itu) dalam satu raka'at. Namun (surat Al Baqarah pun) berlalu, maka saya berkata (dalam hati bahwa) beliau akan segera sujud. Ternyata beliau melanjutkan dengan mulai membaca surat An Nisa` hingga selesai membacanya. Kemudian beliau melanjutkan ke surat Ali Imran hingga selesai hingga beliau selesai membacanya. Bila beliau membaca ayat tasbih, beliau bertasbih dan bila beliau membaca ayat yang memerintahkan untuk memohon, beliau memohon, dan bila beliau membaca ayat ta'awwudz (ayat yang memerintahkan untuk memohon perlindungan) beliau memohon perlindungan. (H.R. Muslim)

Selain ayat dalam surat At-Tin, ada pula sejumlah ayat lain yang disunnahkan menyahut dengan bacaan tertentu, diantaranya:

1. Surat Al-Qiyamah. Ketika sampai ayat yang berbunyi:
َﻟَﻴْﺲَ ﺫَﻟِﻚَ ﺑِﻘَﺎﺩِﺭٍ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻥْ ﻳُﺤْﻴِﻰَ ﺍﻟْﻤَﻮْﺗَﻰ Maka menyahut dengan ucapan;
ﺑَﻠَﻰ atau ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ atau ﺳﺒﺤﺎﻧﻚ ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺑﻠﻰ atau ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺑﻠﻰ

2. Surat Al-Mursalat. Ketika sampai ayat yang berbunyi;
ﻓَﺒِﺄَﻯِّ ﺣَﺪِﻳﺚٍ ﺑَﻌْﺪَﻩُ ﻳُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ Maka menyahut dengan ucapan;
ﺁﻣَﻨَّﺎ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ

3. Surat Al-A'la. Ketika membaca ayat yang berbunyi;
ﺳَﺒِّﺢِ ﺍﺳْﻢَ ﺭَﺑِّﻚَ ﺍﻷَﻋْﻠَﻰ
Maka menyahut dengan ucapan;
ﺳُﺒْﺤَﺎﻥَ ﺭَﺑِّﻰَ ﺍﻷَﻋْﻠَﻰ

4. Surat Ar-Rohman. Ketika sampai ayat yang berbunyi;
ﻓَﺒِﺄَﻯِّ ﺁﻻَﺀِ ﺭَﺑِّﻜُﻤَﺎ ﺗُﻜَﺬِّﺑَﺎﻥِ
Maka menyahut dengan ucapan;
ﻻَ ﺑِﺸَﻰْﺀٍ ﻣِﻦْ ﻧِﻌَﻤِﻚَ ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﻧُﻜَﺬِّﺏُ ﻓَﻠَﻚَ ﺍﻟْﺤَﻤْﺪُ

Dalil-dalil penjelasan di atas adalah riwayat-riwayat berikut ini;
ﺳﻨﻦ ﺃﺑﻰ ﺩﺍﻭﺩ - ﻡ ‏( /1 330 ‏) ﻋَﻦْ ﻣُﻮﺳَﻰ ﺑْﻦِ ﺃَﺑِﻰ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﻗَﺎﻝَ ﻛَﺎﻥَ ﺭَﺟُﻞٌ ﻳُﺼَﻠِّﻰ ﻓَﻮْﻕَ ﺑَﻴْﺘِﻪِ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺇِﺫَﺍ ﻗَﺮَﺃَ ‏( ﺃَﻟَﻴْﺲَ ﺫَﻟِﻚَ ﺑِﻘَﺎﺩِﺭٍ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻥْ ﻳُﺤْﻴِﻰَ ﺍﻟْﻤَﻮْﺗَﻰ ‏) ﻗَﺎﻝَ ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﻓَﺒَﻠَﻰ ﻓَﺴَﺄَﻟُﻮﻩُ ﻋَﻦْ ﺫَﻟِﻚَ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺳَﻤِﻌْﺘُﻪُ ﻣِﻦْ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ -.
dari Musa bin Abu Aisyah dia berkata; " Seseorang shalat diatas rumahnya, apabila ia selesai membaca ayat "alaisa dzaalika bi qaadirin 'ala an yuhyiyal mauta" (Bukankah Dzat yang demikian itu lebih mampu untuk menghidupkan yang mati)?" maka dia mengucapkan "subhanaka" lalu menangis. Mereka bertanya kepada laki-laki tersebut tentang perbuatannya itu, dia menjawab bahwa dirinya pernah mendengarnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." (H.R. Abu Dawud)

ﺳﻨﻦ ﺃﺑﻰ ﺩﺍﻭﺩ - ﻡ ‏( /1 329 ‏) ﻋَﻦِ ﺍﺑْﻦِ ﻋَﺒَّﺎﺱٍ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰَّ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻛَﺎﻥَ ﺇِﺫَﺍ ﻗَﺮَﺃَ ‏( ﺳَﺒِّﺢِ ﺍﺳْﻢَ ﺭَﺑِّﻚَ ﺍﻷَﻋْﻠَﻰ ‏) ﻗَﺎﻝَ ‏« ﺳُﺒْﺤَﺎﻥَ ﺭَﺑِّﻰَ ﺍﻷَﻋْﻠَﻰ ». Dari Ibnu Abbas bahwasanya nabi SAW jika membaca sabbihisma robbikal a'la maka beliau mengucapkan Subhana robbiyal
a'la (H.R. Abu Dawud)

ﺳﻨﻦ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻯ - ﻣﻜﻨﺰ ‏( /12 123 ، ﺑﺘﺮﻗﻴﻢ ﺍﻟﺸﺎﻣﻠﺔ ﺁﻟﻴﺎ ‏) ﻋَﻦْ ﺟَﺎﺑِﺮٍ ﺭﺿﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗَﺎﻝَ ﺧَﺮَﺝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻋَﻠَﻰ ﺃَﺻْﺤَﺎﺑِﻪِ ﻓَﻘَﺮَﺃَ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﺳُﻮﺭَﺓَ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﻣِﻦْ ﺃَﻭَّﻟِﻬَﺎ ﺇِﻟَﻰ ﺁﺧِﺮِﻫَﺎ ﻓَﺴَﻜَﺘُﻮﺍ ﻓَﻘَﺎﻝَ ‏« ﻟَﻘَﺪْ ﻗَﺮَﺃْﺗُﻬَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺠِﻦِّ ﻟَﻴْﻠَﺔَ ﺍﻟْﺠِﻦِّ ﻓَﻜَﺎﻧُﻮﺍ ﺃَﺣْﺴَﻦَ ﻣَﺮْﺩُﻭﺩًﺍ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﻛُﻨْﺖُ ﻛُﻠَّﻤَﺎ ﺃَﺗَﻴْﺖُ ﻋَﻠَﻰ ﻗَﻮْﻟِﻪِ ‏( ﻓَﺒِﺄَﻯِّ ﺁﻻَﺀِ ﺭَﺑِّﻜُﻤَﺎ ﺗُﻜَﺬِّﺑَﺎﻥِ ‏) ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻻَ ﺑِﺸَﻰْﺀٍ ﻣِﻦْ ﻧِﻌَﻤِﻚَ ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﻧُﻜَﺬِّﺏُ ﻓَﻠَﻚَ ﺍﻟْﺤَﻤْﺪُ »
dari Jabir radliallahu 'anhu, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar menemui para sahabatnya dan membacakan kepada mereka surat Ar Rahman dari awal hingga akhir, kemudian mereka terdiam. Lalu beliau berkata; sungguh aku telah membacakannya kepada jin pada malam kedatangan jin dan mereka lebih baik jawabannya daripada kalian. Aku setiap kali membaca FirmanNya: "Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?" (QS. Arrahman 16 dan seterusnya), Mereka mengatakan; "laa bisyai'in min ni'amika robbanaa nukadzdzibu falakal hamdu."Tidak, kami tidak mendustakan sedikitpun kenikmatanMu wahai Tuhan kami. Segala puji bagiMu. (H.R. At-Tirmidzi).

Wallahua'alam.

Kamis, 23 Agustus 2018

Angin Duduk (Riihul Ahmar)

Pada suatu ketika di mana Nabi Allah Sulaiman AS sedang duduk di singgasananya.
Maka datang satu Angin yang cukup besar, maka bertanya Nabi Allah
Sulaiman "siapakah engkau......?."

Maka dijawab oleh Angin tersebut : "akulah Angin Rihul Ahmar, dan apabila aku memasuki rongga anak Adam, maka dia akan lumpuh, keluar darah dari
rongga. Dan apabila aku memasuki otak anak Adam, maka menjadi gilalah anak Adam tersebut..."

Maka diperintahkan Nabi Sulaiman AS oleh Allah SWT supaya membakar angin
tersebut, maka berkatalah Rihul Ahmar kepada Nabi Sulaiman AS bahwa :
"Aku kekal sampai hari Kiamat tiba, tiada siapa pun yang dapat membinasakan aku melainkan Allah SWT.

Lalu Rihul Ahmar pun menghilang.

Diriwayatkan cucu Nabi Muhammad SAW terkena Rihul Ahmar
sehingga keluar darah dari rongga hidungnya.

Maka datang Malaikat Jibril kepada
Nabi SAW dan bertanya Nabi kepada Jibril.

Maka kemudian malaikat Jibril menghilang sebentar, lalu kembali lagi dan kemudian mengajari akan do'a Rihul Ahmar kepada Nabi SAW, kemudian dibaca do'a tersebut kepada cucunya dan dengan sekejap cucu Rasulullah sembuh serta merta.

Lalu bersabda Nabi SAW : "Bahwa barang siapa membaca do'a stroke/ do'a Rihul Ahmar, walaupun sekali dalam seumur hidupnya, maka akan dijauhkan dari penyakit ANGIN AHMAR atau
STROKE.

Do'a menjauhkan terhindar dari Rihul Ahmar dan Penyakit Kronis lainnya :

اَللّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُبِكَ مِنَ الرِّيْحِ الْأَحْمَرْ وَالدَّمِ الْأَسْوَدْ وَالدَّاءِ الْأَكْبَرْ

Allahumma inni a'uzubika minarrihil ahmar, waddamil aswad, waddail akbar....
Artinya :
Ya Allah Tuhanku lindungi aku dari angin merah dan lindungi aku dari darah hitam (stroke) dan dari penyakit berat.

Senin, 06 Agustus 2018

Arti Jazakumullah Khairan Katsiran

Jazakumullah Khairan Katsiran Wa Jazakumullah Ahsanal Jaza.

Jazaa = semoga memberi/menambah/membalas, ka = engkau (lelaki tunggal), Allah = Allah. Jazakallah ( ﺟَﺰَﺍﻙَ ﺍﻟﻠﻪُ ) artinya “semoga Allah akan memberi/menambah/membalasmu”, ini digunakan sebagai ungkapan terima kasih atas kebaikan seseorang dan sekaligus sebagai sebuah do’a semoga Allah akan membalas kebaikannya (tunggal/ kamu).

Jazaa = semoga memberi/menambah/membalas, kum = kalian (jamak), Allah = Allah. Jazakumullah ( ﺟَﺰَﺍﻛُﻢُ ﺍﻟﻠﻪُ ) artinya “semoga Allah akan memberi/menambah/membalas kalian”, ini digunakan sebagai ungkapan terima kasih atas kebaikan seseorang/sekelompok orang, dan sekaligus sebagai sebuah do’a semoga Allah akan membalas kebaikan mereka (jamak/orang banyak).

Penggunaan hanya dengan kalimat Jazakallah atau Jazakumullah menurut saya masih kurang lengkap (kurang tepat) walaupun makna dan maksudnya sudah bisa dipahami sebagai ungkapan terima kasih dan sekaligus sebagai sebuah do’a semoga Allah akan membalas kebaikanya/mereka. Untuk lengkapnya setelah Jazakallah atau Jazakumullah harus ada penyebutan dalam hal apa Allah akan membalasnya. Jadi setelah Jazakallah atau Jazakumullah perlu ada kalimat berikutnya sebagai penjelasan yakni kalimat Khairan Katsiran ( ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻛَﺜِﻴْﺮًﺍ ).
Khairan artinya kebaikan, sedangkan Katsiran artinya banyak, jadi Khairan Katsiran artinya kebaikan yang banyak.

Sedangkan Ahsanal Jaza artinya balasan yang terbaik. Jadi arti dari “ Jazakumullah Khairan Katsiran Wa Jazakumullah Ahsanal Jaza ” ( ﺟَﺰَﺍﻛُﻢُ ﺍﻟﻠﻪُ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻛَﺜِﻴْﺮًﺍ ﻭَﺟَﺰَﺍﻛُﻢُ ﺍﻟﻠﻪُ ﺍَﺣْﺴَﻦَ ﺍﻟْﺠَﺰَﺍﺀ ) adalah semoga Allah SWT akan membalas kalian dengan kebaikan yang banyak dan semoga Allah SWT akan membalas kalian dengan balasan yang terbaik.

Hadits berikut ini mungkin bisa sedikit menjelaskan tentang dasar dari penggunaan istilah tersebut di atas.
Dari Usamah bin Zaid r.a bahwasanya Rasulullah SAW bersabda :
ﻣﻦ ﺻُﻨِﻊَ ﺇﻟﻴﻪ ﻣَﻌْﺮُﻭﻑٌ ﻓﻘﺎﻝ ﻟِﻔَﺎﻋِﻠِﻪِ ﺟَﺰَﺍﻙَ ﺍﻟﻠﻪ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻓَﻘَﺪْ ﺃَﺑْﻠَﻎَ ﻓﻲ ﺍﻟﺜَّﻨَﺎﺀِ
Artinya “Barangsiapa yang diberikan satu perbuatan kebaikan kepadanya lalu dia membalasnya dengan mengatakan “jazaakallahu khoiron (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan), maka sungguh hal itu telah mencukupi dalam menyatakan rasa syukurnya.”
(HR.At-Tirmidzi (2035), An-Nasaai dalam Al-kubra (6/53), Al-Maqdisi dalam Al-mukhtarah: 4/1321, Ibnu Hibban: 3413, Al-Bazzar dalam musnadnya:7/54.

Apakah biasanya yang bisa diucapkan oleh orang yang telah menerima kalimat “Jazakallahu khairan katsiran”? apakah cukup dengan kata “aamiin?”.

Menurut fatwa dari Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr:
Yang lebih utama dalam menjawab kalimat yang ini ialah dengan mengulang kalimat tersebut (membalasnya dengan mengatakan: “ ﻭﺟﺰﺍﻛﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺧﻴﺮﺍ ” atau yang semisalnya. Jika misalnya membalasnya hanya dg ucapan “ﻭﺇﻳﺎﻛﻢ ” dan yang semisalnya adalah boleh-boleh saja, namun yang lebih utama adalah membalas dengan mengulang lafadz do'a tersebut.

Pertanyaan:
ﺍﻟﺴﺆﺍﻝ : ﻫﻞ ﻫﻨﺎﻙ ﺩﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﺍﻟﺮﺩ ﻳﻜﻮﻥ ﺑﺼﻴﻐﺔ ‏( ﻭﺇﻳﺎﻛﻢ ‏) ؟
ﻓﺄﺟﺎﺏ : ﻻ , ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻝ : ‏( ﻭﺟﺰﺍﻛﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺧﻴﺮﺍ ‏) ﻳﻌﻨﻰ ﻳﺪﻋﻰ ﻛﻤﺎ ﺩﻋﺎ , ﻭﺇﻥ ﻗﺎﻝ ‏( ﻭﺇﻳﺎﻛﻢ ‏) ﻣﺜﻼ ﻋﻄﻒ ﻋﻠﻰ ﺟﺰﺍﻛﻢ , ﻳﻌﻨﻲ ﻗﻮﻝ ‏( ﻭﺇﻳﺎﻛﻢ ‏) ﻳﻌﻨﻲ ﻛﻤﺎ ﻳﺤﺼﻞ ﻟﻨﺎ ﻳﺤﺼﻞ ﻟﻜﻢ . ﻟﻜﻦ ﺇﺫﺍ ﻗﺎﻝ : ﺃﻧﺘﻢ ﺟﺰﺍﻛﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺧﻴﺮﺍ ﻭﻧﺺ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻫﺬﺍ ﻻ ﺷﻚ ﺃﻧﻬﺎ ﺃﻭﺿﺢ ﻭﺃﻭﻟﻰ
‏( ﻣﻔﺮﻍ ﻣﻦ ﺷﺮﻳﻂ ﺩﺭﻭﺱ ﺷﺮﺡ ﺳﻨﻦ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ , ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﺒﺮ ﻭﺍﻟﺼﻠﺔ , ﺭﻗﻢ 222: )
Apakah ada dalil bahwa membalasnya (ucapan jazakallohu khoiron) adalah dengan ucapan “wa iyyakum”?
Beliau menjawab:
“Tidak ada dalilnya, namun sepantasnya dia juga mengatakan “wa jazakumullohu khoiron” (dan semoga Allah juga membalasmu dengan kebaikan), yaitu dido'akan sebagaimana dia mendo'akan, dan seandainya ia mengucapkan semisal “wa iyyakum” (mengikuti) atas ucapan “Jazakum”, yakni ucapan “wa iyyakum” bermakna “sebagaimana kami mendapat kebaikan, semoga kalian juga”.
Akan tetapi jika ia membalasnya dengan ucapan “antum jazakumulloh khoiron” dan mengucapkan dengan lafadz do’a tersebut, tidak diragukan lagi bahwa ini lebih jelas dan lebih utama.

Wallahu’alamu bishshowab...

Catatan : Mohon dikoreksi jika penjelasan saya tentang arti dari kalimat “Jazakumullah Khairan Katsiran Wa Jazakumullah Ahsanal Jaza” masih kurang pas atau kurang tepat.

Rabu, 01 Agustus 2018

APA DAN BAGAIMANA SEPILIS ITU ?

“SEPILIS” adalah singkatan dari SEKULARISME, PLURALISME dan LIBERALISME.

SEKULARISME
Ialah suatu isme (aliran pemikiran/ pemahaman) yang mempercayai dan meyakini serta “mengimani” bahwa agama harus dipisah dari negara, sehingga dalam mengelola negara tidak boleh membawa simbol/ atribut agama apalagi ajaran agama. Dalam prakteknya, SEKULARISME telah menjadi suatu IDEOLOGI yang ANTI AGAMA, bahkan MEMUSUHI AGAMA.

PLURALISME
Ialah suatu isme (aliran pemikiran/ pemahaman) yang mempercayai dan meyakini serta “mengimani” bahwa semua agama SAMA dan BENAR, sehingga SIAPA PUN – termasuk Nabi dan Rasul sekali pun – TIDAK BERHAK mengklaim ajaran agamanya yang paling benar. Dalam prakteknya, PLURALISME telah menjadi suatu IDEOLOGI LINTAS AGAMA yang mencampur-adukkan ajaran semua agama.

LIBERALISME
Ialah suatu isme (aliran pemikiran/ pemahaman) yang mempercayai dan meyakini serta “mengimani” banwa nash
AL QUR'AN dan AS SUNNAH HARUS TUNDUK PADA AKAL dan bahwasanya manusia memiliki KEBEBASAN MUTLAK. Sehingga SIAPA PUN – termasuk Tuhan sekali pun -TIDAK BERHAK untuk mewajibkan/ mengharamkan sesuatu atas manusia Karena WAJIB/ HARAM adalah pemasungan kebebasan dan pemerkosaan HAM. Dalam prakteknya, LIBERALISME telah menjadi suatu IDEOLOGI yang MEMBOLEHKAN berbagai kemunkaran, seperti pornografi/ pornoaksi, perzinahan, homosex, lesbian, pelacuran, pemurtadan, aliran sesat dan penistaan agama.

🍀🍀FATWA MUI No. 7 Tahun 2005
SEKULARISME  PLURALISME   LIBERALISME dalam Agama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, dan hukumnya HARAM 🍀🍀

#MARI MENGAJI,  BACK TO QUR'AN & AS SUNNAH#

Lagu 2019 Ganti Presiden

Dulu kami hidup tak susah.
Mencari kerja sangat mudah
Tetapi kini, pengangguran, semakin banyak gak karuan
10 juta lapangan kerja. Tetapi bukan untuk kita
Kerja, kerja, kerja, buruh asing yang kerja
Anak-anak bangsa tetep nganggur aja
Di sana sini orang menjerit. Harga-harga selangit hidup yang sulit,
Sembako naik, listrik naik
Di malam buta, BBM ikut naik (buset)
Pajak mencekik usaha sulit. Tapi korupsi subur penguasanya makmur
Rumah rakyat kau gusur, nasib rakyat yang kabur
Awas, awas, kursimu nanti tergusur
Beban hidup, kami sudah gak sanggup
Pengennya cepet-cepet tahun depan
2019 ganti presiden
Kuingin presiden yang cinta pada rakyatnya
2019 ganti presiden
Ku ingin presiden yang tak pandai berbohong
2019 ganti presiden
Ku ingin presiden yang cerdas, gagah perkasa
2019 ganti presiden
Bukan presiden yang suka memenjarakan ulama dan rakyatnya
(Cabe mahal – tanam sendiri. Daging mahal – makan bekicot. Listrik mahal – cabut meteran. Beras mahal – ditawar dong)