Falsafah PSHT

Manusia dapat dihancurkan, Manusia dapat dimatikan,
tetapi manusia tidak dapat dikalahkan selama manusia itu
masih Setia kepada dirinya sendiri atau ber-SH pada dirinya sendiri

Minggu, 03 Desember 2023

Syarat Dan Ketentuan Pembentukan Suatu Desa

Pembentukan Desa merupakan tindakan mengadakan Desa baru di luar Desa yang ada. Desa dibentuk harus memperhatikan syarat-syarat, seperti: minimal batas usia desa induk, jumlah penduduk, wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antarwilayah, sosial budaya, potensi. dan syarat-syarat lain. Pembentukan Desa dilakukan melalui Desa persiapan.

Pembentukan Desa ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan prakarsa masyarakat Desa, asal usul, adat istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat Desa, serta kemampuan dan potensi Desa.

Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

Desa menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.[1]

Pembentukan Desa.
Pembentukan desa merupakan salah satu bentuk kegiatan penataan desa yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.[2]

Penataan desa tersebut terdiri dari:[3]
a.    pembentukan;
b.    penghapusan;
c.    penggabungan;
d.    perubahan status; dan
e.    penetapan Desa.

Pembentukan Desa merupakan tindakan mengadakan Desa baru di luar Desa yang ada.[4]

Pembentukan Desa dapat berupa:[5]
a.    pemekaran dari 1 (satu) Desa menjadi 2 (dua) Desa atau lebih;
b.    penggabungan bagian Desa dari Desa yang bersanding menjadi 1 (satu) Desa; atau
c.    penggabungan beberapa Desa menjadi 1 (satu) Desa baru.

Pemerintah dapat memprakarsai pembentukan Desa di kawasan yang bersifat khusus dan strategis bagi kepentingan nasional.[6]

Syarat-Syarat Pembentukan Desa.
Pembentukan Desa harus memenuhi syarat:[7]
a.    batas usia Desa induk paling sedikit 5 (lima) tahun terhitung sejak pembentukan;

b.    jumlah penduduk, yaitu:
1)    wilayah Jawa paling sedikit 6.000 jiwa atau 1.200 kepala keluarga;
2)    wilayah Bali paling sedikit 5.000 jiwa atau 1.000 kepala keluarga;
3)    wilayah Sumatera paling sedikit 4.000 jiwa atau 800 kepala keluarga;
4)    wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara paling sedikit 3.000 jiwa atau 600 kepala keluarga;
5)    wilayah Nusa Tenggara Barat paling sedikit 2.500 jiwa atau 500 kepala keluarga;
6)    wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Kalimantan Selatan paling sedikit 2.000 jiwa atau 400 kepala keluarga;
7)    wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara paling sedikit 1.500 jiwa atau 300 kepala keluarga;
8)    wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Maluku Utara paling sedikit 1.000 jiwa atau 200 kepala keluarga; dan
9)    wilayah Papua dan Papua Barat paling sedikit 500 jiwa atau 100 kepala keluarga.

c.  wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antarwilayah;

d.    sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat Desa;

e.    memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya ekonomi pendukung;

f.     batas wilayah Desa yang dinyatakan dalam bentuk peta Desa yang telah ditetapkan dalam peraturan Bupati/ Walikota;

g.    sarana dan prasarana bagi Pemerintahan Desa dan pelayanan publik; dan

h.   tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan lainnya bagi perangkat Pemerintah Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tata Cara Pembentukan Desa.
Pembentukan Desa ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan prakarsa masyarakat Desa, asal usul, adat istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat Desa, serta kemampuan dan potensi Desa.[8]

Pembentukan Desa dilakukan melalui Desa persiapan. Desa persiapan itu merupakan bagian dari wilayah Desa induk. Desa persiapan tersebut dapat ditingkatkan statusnya menjadi Desa dalam jangka waktu 1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun. Peningkatan status dilaksanakan berdasarkan hasil evaluasi.[9]

Dua Desa atau lebih yang berbatasan dapat digabung menjadi Desa baru berdasarkan kesepakatan Desa yang bersangkutan dengan memperhatikan persyaratan yang ditentukan dalam UU Desa.[10]

Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan desa yang telah mendapatkan persetujuan bersama Bupati/Walikota dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diajukan kepada Gubernur.[11]

Kemudian, Gubernur melakukan evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan kelurahan menjadi Desa berdasarkan urgensi, kepentingan nasional, kepentingan daerah, kepentingan masyarakat Desa, dan/atau peraturan perundang-undangan.[12] Gubernur menyatakan persetujuan terhadap Rancangan Peraturan Daerah paling lama 20 hari setelah menerima Rancangan Peraturan Daerah.[13]

Dalam hal Gubernur memberikan persetujuan atas Rancangan Peraturan Daerah tesebut, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan penyempurnaan dan penetapan menjadi Peraturan Daerah paling lama 20 hari.[14] Peraturan Daerah Kabupaten/Kota ini disertai lampiran peta batas wilayah Desa.[15]

Dasar hukum:

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

[1] Pasal 1 angka 1 UU Desa

[2] Pasal 7 ayat (4) huruf a jo. Pasal 7 ayat (1) UU Desa

[3] Pasal 7 ayat (4) UU Desa

[4] Pasal 8 ayat (1) UU Desa

[5] Penjelasan Pasal 8 ayat (1)  UU Desa

[6] Pasal 13 UU Desa

[7] Pasal 8 ayat (3) UU Desa

[8] Pasal 8 ayat (2) UU Desa

[9] Pasal 8 ayat (5), (6), (7), dan (8) UU Desa

[10] Pasal 10 UU Desa

[11] Lihat Pasal 15 ayat (1) UU Desa

[12] Lihat Pasal 15 ayat (2) UU Desa

[13] Pasal 16 ayat (1) UU Desa

[14] Pasal 16 ayat (2) UU Desa

[15] Pasal 17 ayat (2) UU Desa

Perbedaan Antara Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD)

Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat...

Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) seringkali kita temui apabila sedang membahas tentang tata kelola desa. Meski mirip dalam hal nama, Dana Desa berbeda dengan Alokasi Dana Desa. Sebagian orang mungkin memahami bahwa ADD merupakan nominal dari DD yang dialokasikan oleh desa. Namun, DD dan ADD sungguh berbeda dalam berbagai aspek mulai dari sumber dana, penyaluran, hingga penggunaan dana. Apa saja perbedaannya? Yuk simak hingga akhir!

1. Sumber Dana Desa & Alokasi Dana Desa.
DD pertama kali muncul dan dikucurkan oleh pemerintah pada 2015 silam setelah terbit UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa yang secara spesifik juga mengatur terkait DD di mana sumber dari pendanaan ini berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diperuntukkan bagi Desa dan Desa Adat. 

Sementara ADD sendiri bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) minimal sebesar 10% dari Dana Alokasi Umum (DAU) ditambah Dana Bagi Hasil (DBH). Maka dalam kata lain, DD menjadi kewajiban dari Pemerintah Pusat sedangkan ADD merupakan wewenang dari Pemerintah Daerah. 

2. Penyaluran Dana Desa & Alokasi Dana Desa.
DD yang bersumber dari APBN kemudian ditransfer melalui APBD Kabupaten/Kota melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) sebagai penyimpanan sementara, untuk kemudian diteruskan secara langsung ke desa-desa melalui Rekening Kas Desa (RKD). 

Sedangkan ADD yang merupakan kewajiban Pemerintah Daerah dialokasikan melalui dana perimbangan dan kemudian disalurkan ke RKD. ADD sendiri memiliki besaran yang berbeda-beda tiap desa tergantung pada perhitungan yang dibuat oleh Pemerintah Kabupaten/Kota yang tata caranya diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) yang dituangkan dalam Peraturan Bupati/Wali Kota.

3. Fungsi atau Penggunaan Dana Desa & Alokasi Dana Desa.
Secara umum, DD yang notabene merupakan kewajiban Pemerintah Pusat digunakan untuk pembiayaan program dan kegiatan di bidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Penggunaan DD secara lebih spesifik diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Permendes PDTT) tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa yang diterbitkan setiap tahunnya sebelum tahun anggaran berikutnya berjalan. Fungsi prioritas anggaran DD wajib memberikan manfaat bagi masyarakat berupa; (1) peningkatan kualitas hidup; (2) peningkatan kesejahteraan; (3) penanggulangan kemiskinan; dan (4) peningkatan pelayanan publik. 

Di sisi lain, prioritas penggunaan ADD diatur oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Selain itu, penggunaan ADD juga tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Siltap dan Tunjangan Perbekel dan Perangkat Desa yang dibiayai dari ADD.

Itu dia perbedaan-perbedaan antara DD dan ADD. Penting bagi masyarakat untuk mengetahui dan memahami poin-poin penting DD dan ADD agar terwujud masyarakat yang kritis dan juga pemerintahan yang transparan.