Falsafah PSHT

Manusia dapat dihancurkan, Manusia dapat dimatikan,
tetapi manusia tidak dapat dikalahkan selama manusia itu
masih Setia kepada dirinya sendiri atau ber-SH pada dirinya sendiri

Kamis, 31 Agustus 2017

MENYAMBUT TAHUN BARU ISLAM

Sudah 1438 tahun lebih perjalanan sejarah Hijrahnya Rasulullah Saw berlalu. Makna hijrah bagi kaum Muslim memiliki makna yang sangat dalam dan mendasar yaitu suara hati, perasaan yang sangat mendasar (Alwizdan), mengaktualisasikan nilai-nilai akidah yang bertujuan untuk memisahkan antara yang hak dan yang batil yaitu dengan berhijrah kepada Allah Swt secara totalitas.

Hijrah dari kemusyrikan dan kekufuran kepada nilai-nilai Islam yang murni.

Awal dari hijrahnya kenabian ini bertujuan untuk keluar dari belenggu masyarakat Jahiliyah dan berbagai unsur budayanya pada masa itu dan menuju kepada berdirinya Negara Islam di Madinah Munawwarah. Dari awal hijrah inilah menjadi ujung tombak terbentuknya sejarah Hijriyah yang dikenal dengan “Taqwim Hijrie; penanggalan Hijriyah atau tahun hijriyah” di kalangan umat Islam, yang berawal dari hijrahnya Nabi Muhammad Saw dari Makkah ke Yatsrib yang akhirnya nama ini berubah menjadi nama Madinah Almunawwarah. Makna Hijrah dan keutamaan hijrah yang Allah Swt gambarkan dalam Alqur’an di antaranya sebagai berikut,

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَالَّذِينَ هَاجَرُواْ وَجَاهَدُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ أُوْلَـئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللّهِ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ( البقرة [2] : 218)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” (QS. Albaqarah [2] : 218)

فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لاَ أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنكُم مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى بَعْضُكُم مِّن بَعْضٍ فَالَّذِينَ هَاجَرُواْ وَأُخْرِجُواْ مِن دِيَارِهِمْ وَأُوذُواْ فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُواْ وَقُتِلُواْ لأُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلأُدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ ثَوَابًا مِّن عِندِ اللّهِ وَاللّهُ عِندَهُ حُسْنُ الثَّوَابِ (ال عمران [3] : 195)
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.” (QS. Ali Imran [3] : 195)

والسابقون الأولون من المهاجرين والأنصار والذين اتبعوهم بإحسان رضى الله عنهم ورضوا عنه وأعد لهم جنات تجري تحتها الأنهار خالدين فيها أبدا ذلك الفوز العظيم (التوبة [9] : 100 )
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar” (QS. Attaubah [9] : 100)

والذين تبوؤوا الدار والإيمان من قبلهم يحبون من هاجر إليهم، ولا يجدون في صدورهم حاجة مما أوتوا ويؤثرون على أنفسهم ولو كان بهم خصاصة ومن يوق شح نفسه فأولئك هم المفلحون (الحشر [59] : 9)
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung” (QS. Alhasyar [59] : 9)

Dari ayat-ayat Alqur’an di atas makna hijrah mengandung interpretasi  yang begitu luas baik secara ruhiyah, bathiniyah maupun lahiriyah, baik secara mikro maupun makro. Tahun baru hijriyah atau makna dari kata “Hijrah” itu sendiri merupakan momentum bagi kaum Muslimin untuk terus mampu dalam berkreasi, menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, menjunjung tinggi hak asasi manusia, menciptakan birokrasi yang modern, transparan, rapi dan bersih, membangun dan menegakkan keadilan hukum yang tegas dan berwibawa, kemajuan diberbagai bidang seperti politik, sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, industri, informasi, tekhnologi, meliter, dan lain sebagainya menuju peradaban sebuah negara yang aman, sejahtera dan makmur yang mampu bersaing dengan negara lain secara terhormat dan beradab untuk membangun kemaslahatan umat manusia di seluruh dunia.

Keutamaan Bulan Haram dan Muharram
=================================

Tahun baru Islam jatuh di antara bulan Haram yaitu bulan Muharram. Bulan Haram ada empat dari bulan Arab hijriyah yaitu Dzulqa’dah (bulan ke-11), Dzulhijjah (bulan ke-12), Muharram (bulan ke-1) dan Rajab (bulan ke-7), sebagaimana Rasulullah Saw bersabda,

وعن أبي بكرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم خطب في حَجِّتِه، فقال: ألا إن الزمان قد استدار كهيئته يوم خلق الله السموات والأرض السنة اثنا عشر شهراً منها أربعة حرم، ثلاثة متواليات ذو القعدة وذو الحجة والمحرم ورجب مضر بين جمادى وشعبان (الحديث متفق عليه)
Dari Abu Bakar r.a, bahwa Rasulullah berkhotbah ketika beliau melaksanakan haji, beliau berkata: ketahuilah bahwa zaman itu akan terus berputar seperti bentuknya. Hari menciptakan Allah Swt pada langit dan bumi itu dalam setahun sebanyak 12 bulan diantaranya ada 4 bulan Haram, 3 yang berturutan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram sedangkan bulan Rajab dihimpit antara bulan Jumadi (Jumadil Awwal dan Jumadil Akhir) dan bulan Sya’ban.( HR. Bukhari- Muslim)

Pada bulan-bula Haram diharamkan berperang terkecuali jika diperangi, maka boleh melawan mempertahankan diri untuk berperang. Sebagaimana Allah Swt befirman,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ .. (التوبة [9] :36)
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu” (QS. Attaubah [9] : 36)

Pada bulan-bulan Haram digandakan bagi siapa saja yang melakukan kebajikan begitu juga bagi orang yang melakukan kejahatan, pendapat ini juga disepakati oleh Imam Qurthubi. Namun sebagian ulama orang yang berbuat kejahatan pada bulan tersebut tidak digandakan. Menurut Imam Syafi’i dan kebanyakan para ulama bagi yang berperang tanpa sebab pada bulan –bulan Haram maka dia wajib membayar Diat.

Keutamaan di antara bulan haram, yaitu pada bulan Muharram disunnahkan berpuasa sebagaimana Rasulullah Saw bersabda,

عن ابن عباس رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قدم المدينة فوجد اليهود صياماً يوم عاشوراء، فقال لهم رسول الله صلى الله عليه وسلم: (ما هذا اليوم الذي تصومونه؟) فقالوا: هذا يوم عظيم أنجى الله فيه موسى وقومه، و أغرق فرعون وقومه، فصامه موسى شكراً، فنحن نصومه، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (فنحن أحق وأولى بموسى منكم) فصامه رسول الله صلى الله عليه وسلم وأمر بصيامه.. متفق عليه.
“Dari Ibnu Abbas r.a bahwa ketika Rasulullah Saw di Madinah berjumpa kepada orang Yahudi sedang berpuasa ‘Asura. Rasulullah Saw berkata kepada mereka: Hari ini hari apa, kenapa kalian berpuasa pada hari ini? Mereka (orang Yahudi) berkata: Hari ini adalah hari agung, dimana Allah Swt telah menyelamatkan Musa dan umatnya, dan Allah tenggelamkan Fir’aun dan pengikutnya, pada hari ini Musa berpuasa karena kesyukurannya tersebut, oleh karena itulah kami juga (orang Yahudi) melakukan puasa pada hari ini (hari ‘Asyura). Berkata Rasulullah Saw: Maka kamilah yang lebih berhak terhadap Musa daripada kamu sekalian (orang Yahudi), maka Rasulullah Saw berpuasa dan memerintahkan (umatnya) untuk berpuasa (pada hari ‘Asyura) ” (HR. Bukhari Muslim)

Keutamaan lain puasa ‘Asyura, bahwa Allah Swt menghapuskan dosa-dosa hambanya setahun yang lalu. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda,

عن أبي قتادة أن رجلاً سأل النبي صلى الله عليه وسلم عن صيام يوم عاشوراء، فقال: إني أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله (رواه مسلم)
“Dari Abu Qatadah, ada seseorang bertanya kepada Nabi Saw tentang puasa ‘Asyura (10 Muharram) Sesungguhnya (kelebihan bagi orang tang berpuasa ‘Asyura) adalah Allah Swt menghapuskan dosanya satu tahun yang lalu ” (HR. Muslim)

Rasulullah sangat suka dan selalu melakukan puasa ‘Asyura untuk mencari pahala dan harapan keredaan Allah Swt, sebagaimana sabda beliau,

وعن ابن عباس رضي الله عنهما قال: ما رأيتُ النبي صلى الله عليه وسلم يتحرّى صيام يوم فضله على غيره إلا هذا اليوم يوم عاشوراء، وهذا الشهر يعني شهر رمضان ( رواه البخاري) ومعنى يتحرى، أي: يقصد صومه لتحصيل ثوابه والرغبة فيه
“Dari Ibnu Abbas r.a berkata: tidaklah aku melihat Rasulullah Saw bermaksud untuk berpuasa mengharapkan pahala dan kelebihannya selai puasa Ramadhan yaitu beliau puasa ‘Asyura (10 Muharram) ” (HR. Bukhari)

Namun Nabi Muhammad Saw menganjurkan kepada umatnya untuk berpuasa tiga hari pada bulam Muharram yaitu pada tanggal 9, 10 dan 11 Muharram untuk membedakan puasanya kaum Muslimin dan puasanya orang-orang Yahudi, sebagaimana sabda beliau,

عن ابن عباس رضي الله عنهما، أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (خالفوا اليهود صوموا يوماً قبله أو يوماً بعده)، أخرجه أحمد وابن خزيمة.
“Dari Ibnu Abbas r.a Rasulullah Saw bersabda: Kamu bedakanlah (puasa pada bulan Muharram) dengan kebiasaan orang Yahudi, berpuasalah kamu sehari sebelumnya (10 Muharram) dan sehari sesudahnya (sesudah 10 Muharram) yaitu 9, 10 dan 11 pada bulan Muharram” (HR. Ahmad dan Ibnu Khuzaimah)

Rasulullah Saw juga membedakan kelebihan puasa puasa putih (Shaum Yaum Albidh), puasa Ramadhan, puasa ‘Arafah dan puasa ‘Asyura, sebagaiman sabda beliau,

عن أبي قتادة رضي الله عنه : عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ثلاث من كل شهر، ورمضان إلى رمضان، فهذا صيام الدهر كله، صيام يوم عرفة أحتسب على الله أن يكفّر السنة التي قبله، والسنة التي بعده ، وصيام يوم عاشوراء أحتسب على الله أن يكفِّر السنة التي قبله . ( رواه أحمد في مسنده ورواه مسلم في صحيحه ورواه أبو داود في سننه ورواه
الترمذي في سننه ورواه ابن خزيمة في صحيحه )
“Dari Abu Qatadah r.a. Rasulullah Saw bersabda: 3 hari perpuasa setiap bulanya, berpuasa Ramadhan setiap tahunnya, maka ini sama seperti berpuasa sepanjang tahun. Puasa pada hari ‘Arafah kelebihannya bahwa Allah Swt menghapuskan dosanya satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang. Dan puasa pada hari ‘Asyura (10 Muharram) keutamaannya bahwa Allah Swt menghapuskan dosanya satu tahun yang lalu” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, Atturmudzi, dan Ibnu Khuzaimah).

Menurut Imam Nawawi dosa yang diampuni adalah dosa-dosanya yang kecil bukan dosa-dosa besar .

Jika melakukan puasa ‘Asyura hanya pada hari tanggal 10 Muharram saja tidak mengapa, sebagaimana sabda Nabi Saw,

عن ابن عباس – رضي الله عنهما – قال: أمر رسول الله صلى الله عليه وسلم بصوم يوم عاشوراء يوم العاشر (رواه الترمذي في سننه ، وقال : حديث ابن عباس حديث حسن صحيح)
“Dari Ibnu Abbas r.a, RAsulullah Saw memerintahkan untuk berpuasa pada hari ‘Asyura yaitu hari yang ke sepuluh bulan Muharram” (HR. Atturmudzi)

Kesimpulan.
==========

Tahun baru Islam 1439 H. ini dan keutamaan dari bulam Muharram dengan melakukan puasa ‘Asyura dan amalan-amalan sunnah lainnya, semoga dapat kita jadikan sebagai nilai ruhiyah dan lahiriyah agar sikap dan keperibadian kita dapat menjadi sosok dan cermin keperibadian sebagai orang yang beriman dan bertaqwa baik sebagai pemimpin di dalam rumah tangga, masyarakat, dalam tatanan sosial, politik, budaya, dan lain-lain. Karena hanya orang yang beriman dan bertakwalah yang pasti dijamin oleh Allah Swt selamat dunia dan akhirat, sebagaimana firman-Nya yang menyebutkan,

وَأَنجَيْنَا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ {سورة النمل [27] : 53}
“Dan telah Kami selamatkan orang-orang yang beriman dan mereka itu selalu bertakwa” (QS. Annamal [27] : 53)

Wallahu A'lamu Bishshowab

Semoga Bermanfaat

Sabtu, 26 Agustus 2017

Bedanya Salafi dengan Wahabi

Sekilas keduanya nampak sama. Namun, latar belakang lahirnya kedua istilah itu sungguh bertolak belakang 180 derajat. Istilah salafi lahir sebagai identifikasi sebuah gerakan pemurnian Islam sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW kepada para sahabatnya. Kata salaf sendiri berarti "yang terdahulu". Dalam hal ini pengertian salaf (yang terdahulu) adalah generasi Sahabat Nabi, Tabiin, dan Tabiut Tabiin. Pengertian itu merujuk kepada sebuah hadis Nabi SAW yang berbunyi, "Sebaik - baik generasi adalah mereka yang hidup pada masaku, kemudian sesudahnya lagi, kemudian sesudahnya lagi". Jadi, salafiyah adalah ajaran Islam yang merujuk kepada Al-Qur'an dan As Sunnah berdasarkan pemahaman salafus shalih (tiga generasi awal). Orang - orang yang mengikuti ajaran salafiyah disebut dengan salafi.

Apa beda Salafiyah dengan Ahlus Sunnah?

Secara umum umat Islam awam mengartikan Ahlus Sunnah sebagai :
1. Golongan mayoritas
2. Golongan yang selamat, dalam artian bukan salah satu dari 72 golongan yang terancam api neraka sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis terkenal tentang perpecahan umat.
3. Lawan dari Syiah. Dewasa ini media kerap mengartikan Ahlus Sunah (pengikutnya disebut Sunni) sebagai semua lawan dari kaum syiah yang masih termasuk kaum muslimin. Padahal, kalau kita cermati pihak-pihak yang berlawanan dengan Syiah sangat banyak dengan aqidah yang berbeda-beda pula.
4. Paham yang dinisbatkan kepada Imam Abu Hasan al Asy'ary (Asy'ariah) dan Abu Mansur al Maturidi (Maturidiah). Definisi keempat ini banyak tertulis di pelbagai buku Pendidikan Agama Islam SMA dan Perguruan Tinggi.
Salah satu buku terkenal yang menyatakan demikian adalah "Teologi Islam" karya Dr. Harun Nasution.
Dari beberapa definisi di atas, hanya poin nomor 2 yang benar. Adapun poin 4 yang banyak diamini oleh kalangan akademisi jelas salah 100%. Paham Asy'ariah yang oleh masyarakat luas dikenal sebagai Ahlus Sunnah, justru berasal dari pemikiran Imam Abu Hasan al Asy'ari ketika beliau mengalami pergolakan batin dalam mencari kebenaran. Akhirnya Imam Abu Hasan al Asy'ari bertobat dan kembali kepada ajaran Islam sebagaimana dipahami generasi salafus shalih. ajaran paham Asy'ariah yang terkenal adalah :
1. Membatasi sifat Allah dengan 20 sifat wajib sebagaimana kita kenal seperti wujud, qidam. baqa', mukhalafatu lil khawaditsi, dst. Penetapan yang demikian tidak pernah dilakukan oleh kalangan Sahabat Nabi yang paling memahami ajaran Islam.
2. Mentakwilkan beberapa sifat Allah, seperti "tangan" Allah ditakwilkan menjadi kekuasaan Allah, "wajah" Allah ditakwilkan sebagai Ilmu Allah, dan sebagainya.
Pentakwilkan semacam ini tidak pernah dilakukan oleh para Sahabat Nabi yang telah ditetapkan Rasulullah sebagai generasi terbaik. Para Sahabat Nabi mengimani semua sifat-sifat Allah tanpa mentakwilkan, meniadakan, menanyakan bagaimana, serta menyerupakan dengan makhluk. Dengan kata lain mereka meyakini, benar bahwa Allah memiliki tangan, wajah sebagaimana telah dinyatakan dalam Al-Qur'an dan As Sunnah, namun tangan Allah, wajah Allah tidak sama dengan makhluk. Mahasuci Allah dari hal yang demikian.
Terminologi Ahlus Sunnah baru populer setelah abad III Hijriah, untuk membedakannya dengan berbagai sekte menyimpang semisal Khawarij, Syiah, Muktazilah, Jabariyah, dan Qadariyah. Dengan kata lain terminologi Ahlus Sunnah digunakan sebagai penegasan tentang ajaran Islam murni sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW kepada para Sahabat.
Seiring perjalanan waktu kian banyak berbagi pergerakan Islam, partai, organisasi yang mengklaim berazaskan Ahlus Sunnah. Namun faktanya, tak sedikit dari berbagai kelompok tersebut yang dalam aqidahnya, metodologinya, atau tujuan dakwahnya melenceng dari ajaran Ahlus Sunnah yang sesungguhnya. Sebuah ormas besar yang mengklaim sebagai penggerak dakwah Ahlus Sunnah, nyatanya ormas tersebut lebih banyak melestarikan berbagai ajaran syirik, bid'ah, dan pengkultusan terhadap kyai yang amat bertentangan dengan ajaran Ahlus Sunnah itu sendiri.
Oleh karena itu, untuk membedakan Ahlus Sunnah yang sungguhan dengan Ahlus Sunnah yang hanya sebatas lebel digunakanlah istilah Salafiyah. Jadi, salafiyah hakekatnya merupakan sebutan lain dari Ahlus Sunnah Wal Jamaah untuk membedakannya dari Ahlul Bid'ah Wal firqah.

Apa beda Salafi dengan Wahabi?

Istilah wahabi dinisbatkan kepada Syaikh Muhamad bin Abdul Wahab at Tamimi, seorang ulama besar dari Hijaz yang berjuang menegakkan tauhid memberantas kesyrikan di semenanjung Arabia. Dilihat dari penyebutannya saja istilah ini sudah rancu, lantaran kata wahabiyah justru mengacu pada ayah Syaikh Muhamad at Tamimi sebagai penggerak dakwah yang bernama Abdul Wahab. Jika mau fair, harusnya dakwah beliau disebut Muhamadiyah sesuai dengan nama tokohnya. Akan tetapi jika nama itu yang digunakan, maka tujuan pemunculan istilah tersebut sebagai alat penggiring opini negatif terhadap dakwah beliau takkan pernah terwujud.
Dapat dipastikan istilah wahabiyah sengaja dimunculkan oleh pihak-pihak yang tak menyenangi dakwah beliau baik dari kalangan kafir maupun dari kalangan kaum muslimin itu sendiri. Tak cukup dengan sekedar penciptaan opini, musuh-musuh dakwah tauhid bahkan menciptakan sejarah palsu tentang dakwah beliau . Wahabi selalu diidentikkan dengan kekerasan, kebrutalan, dan jejak berdarah. Saat ini pun, ketika terjadi teror yang mengguncang tanah air sebagian orang langsung menuduh wahabi sebagai biang keroknya. Apalagi bila pelakunya memiliki identitas jenggot, jidat hitam, celana ngatung, dan istrinya bercadar. Tuduhan itu sungguh tak berdasar. Pasalnya, dalam berbagai kitab yang ditulis oleh para ulama yang dicap wahabi, justru menyerukan kepada kaum muslimin untuk mentaati pemerintahnya. Tak main-main. Taat terhadap penguasa merupakan salah satu pilar aqidah. Bahkan, Saudi Arabia yang dicap sebagai tempat tumbuh berkembangnya wahabiyah justru sering menjadi sasaran teror Al Qaida.
Sebetulnya penyebutan istilah wahabi dengan konotasi negatif bukan barang baru di tanah air. Dulu, di masa pemerintahan Hindia Belanda, istilah tersebut juga dimunculkan untuk memberi stigma negatif para Da'i yang menolak taklid terhadap Madzhab dan menolak pelestarian adat istiadat yang berbau kesyrikan. Para Da'i yang acapkali diberi stigma wahabi kala itu adalah mereka yang tergabung dalam organisasi Muhamadiyah, Persis, dan Al Irsyad.

Jadi, apa beda salafi dengan wahabi? Perbedaannya adalah pada asal muasal pemunculan istilah tersebut. Istilah Salafi dimunculkan sebagai identitas atas sebuah dakwah tauhid yang menyeru kepada umat untuk kembali kepada Al Qur'an dan As Sunnah berdasarkan pemahaman salafus shalih.
Sedangkan, istilah wahabi dimunculkan oleh musuh-musuh dakwah tauhid baik dari golongan kafir maupun kaum muslimin sendiri yang kian resah lantaran dakwah ini semakin berkembang dari hari ke hari.
Siapakah golongan umat Islam yang tak menghendaki dakwah tauhid ini berkembang pesat menyinari hati para insan?

1. Kaum liberalis yang memang selalu mengeluarkan fatwa-fatwa super nyeleneh seperti bolehnya seorang muslimah menikahi pria di luar Islam, bolehnya menghadiri perayaan Natal, dsb.

2. Kalangan penyembah kubur, pengkultus kiyai, dan semacamnya.

Bila dakwah tauhid berkembang, para kiyai (tidak semua kiyai, namun memang ada kiyai jenis ini) akan kehilangan kedudukannya, penghasilannya, dan kewibawaannya. Mengapa? Kiyai (ada yang merangkap dukun) tak lagi mendapat amplop dari orang - orang yang meminta doanya dalam berbagai acara bid'ah, dan orang-orang yang yang meminta jimat darinya dengan bayaran mahal. Praktek para kiyai ini tak ubahnya seperti kelakuan para pendeta yang menjual surat pengampunan dosa sebelum terjadinya Reformasi Protestan.

Demikianlah sedikit tentang perbedaan latar belakang lahirnya terminologi salafi dan wahabi, yang banyak orang keliru dalam menyikapinya.

Wallahu A'lam

Apa itu Salafiyah

Apa Itu Salafiyyah
Penulis: Al Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain

Pertanyaan:
Berkembangnya dakwah Salafiyyah di kalangan masyarakat dengan pembinaan yang mengarah kepada perbaikan ummat di bawah tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alahi wa alihi wa sallam adalah suatu hal yang sangat disyukuri.
Akan tetapi di sisi lain, orang-orang menyimpan dalam benak mereka persepsi yang berbeda-beda tentang pengertian Salafiyah itu sendiri sehingga bisa menimbulkan kebingunan bagi orang-orang yang mengamatinya, maka untuk itu dibutuhkan penjelasan yang jelas tentang hakikat Salafiyah itu. Mohon keterangannya!

Jawab (Cukup mewakili untuk membantah tuduhan bahwa dakwah salaf, salaf adalah muhdats, red):

Salafiyah adalah salah satu penamaan lain dari Ahlussunnah Wal Jama’ah yang menunjukkan ciri dan kriteria mereka.

Salafiyah adalah pensifatan yang diambil dari kata ﺳَﻠَﻒٌ (Salaf) yang berarti mengikuti jejak, manhaj dan jalan Salaf. Dikenal juga dengan nama ﺳَﻠَﻔِﻴُّﻮْﻥَ (Salafiyyun). Yaitu bentuk jamak dari kata Salafy yang berarti orang yang mengikuti Salaf. Dan juga kadang kita dengar penyebutan para ‘ulama Salaf dengan nama As-Salaf Ash-Sholeh (pendahulu yang sholeh).
Dari keterangan di atas secara global sudah bisa dipahami apa yang dimaksud dengan Salafiyah. Tapi kami akan menjelaskan tentang makna Salaf menurut para ‘ulama dengan harapan bisa mengikis anggapan/penafsiran bahwa dakwah Salafiyah adalah suatu organisasi, kelompok, aliran baru dan sangkaan-sangkaan lain yang salah dan menodai kesucian dakwah yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alahi wa alihi wa sallam ini.

Kata Salaf ini mempunyai dua definisi; dari sisi bahasa dan dari sisi istilah.
Definisi Salaf secara bahasa
Berkata Ibnu Manzhur dalam Lisanul ‘Arab : “Dan As-Salaf juga adalah orang-orang yang mendahului kamu dari ayah-ayahmu dan kerabatmu yang mereka itu di atas kamu dari sisi umur dan keutamaan karena itulah generasi pertama dikalangan tabi’in mereka dinamakan As-Salaf Ash-Sholeh .”

Berkata Al-Manawi dalam At-Ta’arif jilid 2 hal.412: “As-Salaf bermakna At-Taqoddum (yang terdahulu). Jamak dari salaf adalah ﺃََﺳْﻼَﻑٌ (aslaf).”
Masih banyak rujukan lain tentang makna salaf dari sisi bahasa yang ini dapat dilihat dalam Mauqif Ibnu Taimiyyah minal ‘asya’irah jilid 1 hal.21.

Jadi arti Salaf secara bahasa adalah yang terdahulu, yang awal dan yang pertama. Mereka dinamakan Salaf karena mereka adalah generasi pertama dari ummat Islam.

Definisi Salaf secara Istilah

Istilah Salaf dikalangan para ‘ulama mempunyai dua makna; secara khusus dan secara umum.

Pertama : Makna Salaf secara khusus adalah generasi permulaan ummat Islam dari kalangan para shahabat, Tabi’in (murid-murid para Shahabat), Tabi’ut Tabi’in (murid-murid para Tabi’in ) dalam tiga masa yang mendapatkan kemulian dan keutamaan dalam hadits mutawatir yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary, Muslim dan lain-lainnya dimana Rasulullah shallallahu ‘alahi wa alihi wa sallam menyatakan:
ﺧَﻴْﺮُ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻗَﺮْﻧِﻲْ ﺛُﻢَّ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﻳَﻠُﻮْﻧَﻬُﻢْ ﺛُﻢَّ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﻳَﻠُﻮْﻧَﻬُﻢْ
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku kemudian generasi setelahnya kemudian generasi setelahnya.”

Makna khusus inilah yang diinginkan oleh banyak ‘ulama ketika menggunakan kalimat Salaf dan saya akan menyebutkan beberapa contoh dari perkataan para ‘ulama yang mendefinisikan Salaf dengan makna khusus ini atau yang menggunakan istilah Salaf dan mereka inginkan dengannya makna Salaf secara khusus.
Berkata Al-Bajury dalam Syarah Jauharut Tauhid hal.111: “Yang dimaksud dengan salaf adalah orang-orang yang terdahulu dari para Nabi dan para shahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka”.
Berkata Al-Qolasyany dalam Tahrirul Maqolah Syarah Ar-Risalah : “As-Salaf Ash-Sholeh yaitu generasi pertama yang mapan di atas ilmu, yang mengikuti petunjuk Nabi shollahu ‘alahi wa alihi wa sallam lagi menjaga sunnah-sunnah beliau. Allah memilih mereka untuk bersahabat dengan Nabi-Nya dan memilih mereka untuk menegakkan agama-Nya dan mereka itulah yang diridhoi oleh para Imam ummat (Islam) dan mereka berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad dan mereka mencurahkan (seluruh kemampuan mereka) dalam menasehati ummat dan memberi manfaat kepada mereka dan mereka menyerahkan diri-diri mereka dalam menggapai keridhoan Allah”.
Dan berkata Al-Ghazaly memberikan pengertian terhadap kata As-Salaf dalam Iljamul ‘Awwam ‘An ‘ilmil Kalam hal.62: “Yang saya maksudkan dengan salaf adalah madzhabnya para shahabat dan Tabi’in”.
Lihat Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy hal.31 dan Bashoir Dzawisy Syaraf Bimarwiyati Manhaj As-Salaf hal.18-19.
Berkata Abul Hasan Al-Asy’ary dalam Kitab Al-Ibanah Min Ushul Ahlid Diyanah hal.21: “Dan (diantara yang) kami yakini sebagai agama adalah mencintai para ‘ulama salaf yang mereka itu telah dipilih oleh Allah ‘Azza Wa Jalla untuk bershahabat dengan Nabi-Nya dan kami memuji mereka sebagaimana Allah memuji mereka dan kami memberikan loyalitas kepada mereka seluruhnya”.
Berkata Ath-Thahawy dalam Al-‘Aqidah Ath-Thohawiyah: “Dan ulama salaf dari generasi yang terdahulu dan generasi yang setelah mereka dari kalangan Tabi’in (mereka adalah) Ahlul Khair (ahli kebaikan) dan Ahli Atsar (hadits) dan ahli fiqh dan telaah (peneliti), tidaklah mereka disebut melainkan dengan kebaikan dan siapa yang menyebut mereka dengan kejelekan maka dia berada di atas selain jalan (yang benar)”.
Dan Al-Lalika`i dalam Syarah Ushul I’tiqod Ahlis Sunnah Wal Jama’ah jilid 2 hal.334 ketika beliau membantah orang yang mengatakan bahwa Al-Qura dialah yang berada di langit, beliau berkata: “Maka dia telah menyelisihi Allah dan Rasul-Nya dan menolak mukjizat Nabi-Nya dan menyelisihi para salaf dari kalangan Shahabat dan tabi’in dan orang-orang setelahnya dari para ‘ulama ummat ini”.
Berkata Al-Baihaqy dalam Syu’abul Iman jilid 2 hal.251 tatkala beliau menyebutkan pembagian ilmu, beliau menyebutkan diantaranya: “Dan mengenal perkataan-perkataan para salaf dari kalangan shahabat, Tabi’in dan orang-orang setelah mereka”.
Dan berkata Asy-Syihristany dalam Al-Milal Wa An-Nihal jilid 1 hal.200: “Kemudian mengetahui letak-letak ijma’ (kesepakatan) shahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in dari Salafus Sholeh sehingga ijtihadnya tidak menyelisihi ijma’ (mereka)”.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Bayan Talbis Al-Jahmiyah jilid 1 hal.22: “Maka tidak ada keraguan bahwasanya kitab-kitab yang terdapat di tangan-tangan manusia menjadi saksi bahwasanya seluruh salaf dari tiga generasi pertama mereka menyelesihinya”.
Dan berkata Al-Mubarakfury dalam Tuhfah Al-Ahwadzy jilid 9 hal.165: “…Dan ini adalah madzhab Salafus Sholeh dari kalangan shahabat dan Tabi’in dan selain mereka dari para ‘ulama -mudah-mudahan Allah meridhoi mereka seluruhnya-”.
Dan hal yang sama dinyatakan oleh Al-’Azhim Abady dalam ‘Aunul Ma’bud jilid 13 hal.7.
Kedua : Makna salaf secara umum adalah tiga generasi terbaik dan orang-orang setelah tiga generasi terbaik ini, sehingga mencakup setiap orang yang berjalan di atas jalan dan manhaj generasi terbaik ini.
Dan berkata Al-’Allamah Muhammad As-Safariny Al-Hambaly dalam Lawami’ Al-Anwar Al-Bahiyyah Wa Sawathi’ Al-Asrar Al-Atsariyyah jilid 1 hal.20: “Yang diinginkan dengan madzhab salaf yaitu apa-apa yang para shahabat yang mulia -mudah-mudahan Allah meridhoi mereka- berada di atasnya dan para Tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik dan yang mengikuti mereka dan para Imam agama yang dipersaksikan keimaman mereka dan dikenal perannya yang sangat besar dalam agama dan manusia menerima perkataan-perkataan mereka…”.
Berkata Ibnu Abil ‘Izzi dalam Syarah Al ‘Aqidah Ath-Thohawiyah hal.196 tentang perkataan Ath-Thohawy bahwasanya Al-Qur`an diturunkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala : “Yakni merupakan perkataan para shahabat dan yang mengikuti mereka dengan baik dan mereka itu adalah Salafus Sholeh”.
Dan berkata Asy-Syaikh Sholeh Al-Fauzan dalam Nazharat Wa Tu’uqqubat ‘Ala Ma Fi Kitab As-Salafiyah hal.21: “Dan kata Salafiyah digunakan terhadap jama’ah kaum mukminin yang mereka hidup di generasi pertama dari generasi-generasi Islam yang mereka itu komitmen di atas Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan shahabat Muhajirin dan Anshor dan yang mengikuti mereka dengan baik dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mensifati mereka dengan sabdanya: “Sebaik-baik manusia adalah zamanku kemudian zaman setelahnya kemudian zaman setelahnya….”
Dan beliau juga berkata dalam Al-Ajwibah Al-Mufidah ‘An As`ilah Al-Manahij Al-Jadidah hal.103-104: “As-Salafiyah adalah orang-orang yang berjalan di atas Manhaj Salaf dari kalangan Shahabat dan tabi’in dan generasi terbaik, yang mereka mengikutinya dalam hal aqidah, manhaj, dan metode dakwah”.
Dan berkata Syaikh Nashir bin ‘Abdil Karim Al-‘Aql dalam Mujmal Ushul I’tiqod Ahlus Sunnah Wal Jama’ah hal.5: “As-Salaf, mereka adalah generasi pertama ummat ini dari para shahabat, tabi’in dan imam-imam yang berada di atas petunjuk dalam tiga generasi terbaik pertama. Dan kalimat As-Salaf juga digunakan kepada setiap orang yang berada pada setelah tiga generasi pertama ini yang meniti dan berjalan di atas manhaj mereka”.
Asal Penamaan Salaf Dan Penisbahan Diri Kepada Manhaj Salaf
Asal penamaan Salaf dan penisbahan diri kepada manhaj Salaf adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada putrinya Fathimah radihyallahu ‘anha :
ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻧِﻌْﻢَ ﺍﻟﺴَّﻠَﻒُ ﺃَﻧَﺎ ﻟَﻚِ
“Karena sesungguhnya sebaik-baik salaf bagi kamu adalah saya.” Dikeluarkan oleh Bukhary no.5928 dan Muslim no.2450.
Maka jelaslah bahwa penamaaan salaf dan penisbahan diri kepada manhaj Salaf adalah perkara yang mempunyai landasan (pondasi) yang sangat kuat dan sesuatu yang telah lama dikenal tapi karena kebodohan dan jauhnya kita dari tuntunan syari’at yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka muncullah anggapan bahwa manhaj salaf itu adalah suatu aliran, ajaran, atau pemahaman baru, dan anggapan-anggapan lainnya yang salah.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa jilid 4 hal 149 : “Tidak ada celaan bagi orang yang menampakkan madzhab salaf dan menisbahkan diri kepadanya dan merujuk kepadanya, bahkan wajib menerima hal tersebut menurut kesepakatan (para ulama). Karena sesungguhnya madzhab salaf itu adalah tak lain kecuali kebenaran”.
Berikut ini saya akan memberikan beberapa contoh untuk menunjukkan bahwa penggunaan nama salaf sudah lama dikenal.
Berkata Imam Az-Zuhry (wafat 125 H) tentang tulang belulang bangkai seperti bangkai gajah dan lainnya: “Saya telah mendapati sekelompok dari para ulama salaf mereka bersisir dengannya dan mengambil minyak darinya, mereka menganggap (hal tersebut) tidak apa-apa.” Lihat: Shohih Bukhary bersama Fathul Bary jilid 1 hal.342.
Tentunya yang diinginkan dengan ‘ulama salaf oleh Az-Zuhry adalah para shahabat karena Az-Zuhry adalah seorang Tabi’i (generasi setelah shahabat).
Dan Sa’ad bin Rasyid (wafat 213 H) berkata: “Adalah para salaf, lebih menyenangi tunggangan jantan karena lebih cepat larinya dan lebih berani”. Lihat : Shohih Bukhary dengan Fathul Bary jilid 6 hal.66 dan Al-Hafizh menafsirkan kata salaf: “Yaitu dari shahabat dan setelahnya”.
Berkata Imam Bukhary (wafat 256 H) dalam Shohihnya dengan Fathul Bary jilid 9 hal.552: “Bab bagaimana para ‘ulama salaf berhemat di rumah-rumah mereka dan di dalam perjalanan mereka dalam makanan, daging dan lainnya.”
Imam Ibnul Mubarak (wafat 181 H) berkata: “Tinggalkanlah hadits ‘Amr bin Tsabit karena ia mencerca para ‘ulama salaf.” Baca: Muqoddimah Shohih Muslim jilid 1 hal.16.
Tentunya yang diinginkan dengan kata salaf oleh Imam Bukhary dan Ibnul Mubarak tiada lain kecuali para shahabat dan tabi’in.
Dan juga kalau kita membaca buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan nasab, akan didapatkan para ’ulama yang menyebutkan tentang nisbah Salafy (penisbahan diri kepada jalan para ‘ulama salaf), dan ini lebih memperjelas bahwa nisbah kepada manhaj salaf juga adalah sesuatu yang sudah lama dikenal dikalangan para ‘ulama.
Berkata As-Sam’any dalam Al-Ansab jilid 3 hal.273: “Salafy dengan difathah (huruf sin-nya) adalah nisbah kepada As-Salaf dan mengikuti madzhab mereka”.
Dan berkata As-Suyuthy dalam Lubbul Lubab jilid 2 hal.22: “Salafy dengan difathah (huruf sin dan lam-nya) adalah penyandaran diri kepada madzhab As-Salaf.”
Dan saya akan menyebutkan beberapa contoh para ‘ulama yang dinisbahkan kepada manhaj (jalan) para ‘ulama salaf untuk menunjukkan bahwa mereka berada diatas jalan yang lurus yang bersih dari noda penyimpangan:
1. Berkata Imam Adz-Dzahaby dalam Siyar A’lam An-Nubala` jilid 13 hal.183 setelah menyebutkan hikayat bahwa Ya’qub bin Sufyan Al-Fasawy rahimahullah menghina ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu : “Kisah ini terputus, Wallahu A’lam . Dan saya tidak mengetahui Ya’qub Al-Fasawy kecuali beliau itu adalah seorang Salafy , dan beliau telah mengarang sebuah kitab kecil tentang As-Sunnah”.
2. Dan dalam biografi ‘Utsman bin Jarzad beliau berkata: “Untuk menjadi seorang Muhaddits (ahli hadits) diperlukan lima perkara, kalau satu perkara tidak terpenuhi maka itu adalah suatu kekurangan. Dia memerlukan: Aqal yang baik, agama yang baik, dhobth (hafalan yang kuat), kecerdikan dalam bidang hadits serta dikenal darinya sifat amanah”.
Kemudian Adz-Dzahaby mengomentari perkataan tersebut, beliau berkata: “Amanah merupakan bagian dari agama dan hafalan bisa masuk kepada kecerdikan. Adapun yang dibutuhkan oleh seorang hafizh (penghafal hadits) adalah: Dia harus seorang yang bertaqwa, pintar, ahli nahwu dan bahasa, bersih hatinya, senantiasa bersemangat, seorang salafy , cukup bagi dia menulis dengan tangannya sendiri 200 jilid buku hadits dan memiliki 500 jilid buku yang dijadikan pegangan dan tidak putus semangat dalam menuntut ilmu sampai dia meninggal dengan niat yang ikhlas dan dengan sikap rendah diri. Kalau tidak memenuhi syarat-syarat ini maka janganlah kamu berharap.” Lihat dalam Siyar A’lam An-Nubala` jilid 13 hal.280.
3. Dan Adz-Dzahaby berkata tentang Imam Ad-Daraquthny: “Beliau adalah orang yang tidak akan pernah ikut serta mempelajari ilmu kalam (ilmu mantik) dan tidak pula ilmu jidal (ilmu debat) dan beliau tidak pernah mendalami ilmu tersebut, bahkan beliau adalah seorang salafy .” Baca Siyar A’lam An-Nubala` jilid 16 hal.457.
4. Dan dalam Tadzkirah Al-Huffazh jilid 4 hal.1431 dalam biografi Ibnu Ash-Sholah, berkata Imam Adz-Dzahaby: “Dan beliau adalah seorang Salafy yang baik aqidahnya.” Dan lihat: Thobaqot Al-Huffazh jilid 2 hal.503 dan Siyar A’lam An-Nubala` jilid 23 hal.142.
5. Dalam biografi Imam Abul ‘Abbas Ahmad bin ‘Isa bin ‘Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah Al-Maqdasy, Imam Adz-Dzahaby berkata: “Beliau adalah seorang yang terpercaya, tsabt (kuat hafalannya), pandai, seorang Salafy ….” Baca Siyar A’lam An-Nubala` jilid 23 hal.18.
6. Dan dalam Biografi Abul Muzhoffar Ibnu Hubairah, Imam Adz-Dzahaby berkata: “Dia adalah seorang yang mengetahui madzhab dan bahasa arab dan ilmu ‘arudh, seorang salafy, atsary.” Baca Siyar A’lam An-Nubala` jilid 20 hal.426.
7. Berkata Imam Adz-Dzahaby dalam biografi Imam Az-Zabidy: “Dia adalah seorang Hanafy, Salafy .” Baca Siyar A’lam An-Nubala` jilid 20 hal.316.
8. Dan dalam Biografi Musa bin Ibrahim Al-Ba’labakky, Imam Adz-Dzahaby berkata: “Dan demikian pula beliau seorang perendah hati, seorang Salafy .” Lihat: Mu’jamul Muhadditsin hal.283.
9. Dan dalam biografi Muhammad bin Muhammad Al-Bahrony, Imam Adz-Dzahaby Berkata: “Dia seorang yang beragama, orang yang sangat baik, seorang Salafy .” Lihat: Mu’jam Asy-Syuyukh jilid 2 hal.280 (dinukil dari Al-Ajwibah Al-Mufidah hal.18).
10. Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolany dalam Lisanul Mizan Jilid 5 hal.348 dalam biografi Muhammad bin Qasim bin Sufyan Abu Ishaq: “Dan Ia adalah Seorang yang bermadzhab Salafy .”
Penamaan-Penamaan Lain Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Sebelum terjadi fitnah bid’ah perpecahan dan perselisihan dalam ummat ini, ummat Islam tidak dikenal kecuali dengan nama Islam dan kaum muslimin, kemudian setelah terjadinya perpecahan dan munculnya golongan-golongan sesat yang mana setiap golongan menyerukan dan mempropagandakan bid’ah dan kesesatannya dengan menampilkan bid’ah dan kesesatan mereka di atas nama Islam, maka tentunya hal tersebut akan melahirkan kebingungan ditengah-tengah ummat. Akan tetapi Allah Maha Bijaksana dan Maha Menjaga agama-Nya. Dialah Allah yang berfirman:
ﺇِﻧَّﺎ ﻧَﺤْﻦُ ﻧَﺰَّﻟْﻨَﺎ ﺍﻟﺬِّﻛْﺮَ ﻭَﺇِﻧَّﺎ ﻟَﻪُ ﻟَﺤَﺎﻓِﻈُﻮﻥَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz-Dikr, dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya.” (Q.S. Al Hijr ayat 9).
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda:
ﻻَ ﺗَﺰَﺍﻝُ ﻃَﺎﺋِﻔَﺔٌ ﻣِﻦْ ﺃُﻣَّﺘِﻲْ ﻇَﺎﻫِﺮِﻳْﻦَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺤَﻖِّ ﻻَ ﻳَﻀُﺮُّﻫُﻢْ ﻣَﻦْ ﺧَﺬَﻟَﻬُﻢْ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺄْﺗِﻲَ ﺃَﻣْﺮُ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﻫُﻢْ ﻛَﺬَﻟِﻚَ
“Terus menerus ada sekelompok dari ummatku yang mereka tetap nampak di atas kebenaran, tidak membahayakan mereka orang mencerca mereka sampai datang ketentuan Allah (hari kiamat) dan mereka dalam keadaan seperti itu.”
Maka para ‘ulama salaf waktu itu yang merupakan orang-orang yang berada di atas kebenaran dan yang paling memahami aqidah yang benar dan tuntunan syari’at Islam yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang murni yang belum ternodai oleh kotoran bid’ah dan kesesatan, mulailah mereka menampakkan penamaan-penamaan syari’at diambil dari Islam guna membedakan pengikut kebenaran dari golongan-golongan sesat tersebut.
Berkata Imam Muhammad bin Sirin rahimahullah:
ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻮْﻧُﻮْﺍ ﻳَﺴْﺄَﻟُﻮْﻥَ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﺈِﺳْﻨَﺎﺩِ ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﻭَﻗَﻌَﺖِ ﺍﻟْﻔِﺘْﻨَﺔُ ﻗَﺎﻟُﻮْﺍ ﺳَﻤّﻮْﺍ ﻟَﻨَﺎ ﺭِﺟَﺎﻟَﻜُﻢْ ﻓَﻴُﻨْﻈَﺮُ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟﺴُّﻨَّﺔِ ﻓَﻴُﺆْﺧَﺬُ ﺣَﺪِﻳْﺜُﻬُﻢْ ﻭَﻳُﻨْﻈَﺮُ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟْﺒِﺪَﻉِ ﻓَﻼَ ﻳُﺆْﺧَﺬُ ﺣَﺪِﻳْﺜُﻬُﻢْ
“Tidaklah mereka (para ‘ulama) bertanya tentang isnad (silsilah rawi). Tatkala terjadi fitnah mereka pun berkata: “Sebutkanlah kepada kami rawi-rawi kalian maka dilihatlah kepada Ahlus Sunnah lalu diambil hadits mereka dan dilihat kepada Ahlil bid’ah dan tidak diambil hadits mereka.””
Maka Ahlus Sunnah Wal Jama’ah selain dikenal sebagai Salafiyah, mereka juga mempunyai penamaan lain yang menunjukkan ciri dan kriteria mereka.
Berikut ini kami akan mencoba menguraikan penamaan-penamaan tersebut dengan ringkas.
1. AL-FIRQOH AN-NAJIYAH
Al-Firqoh An-Najiyah artinya golongan yang selamat. Penamaan ini diambil dari apa yang dipahami dari hadits perpecahan ummat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan:
ﺍﻓْﺘَﺮَﻗَﺖِ ﺍﻟْﻴَﻬُﻮْﺩُ ﻋَﻠَﻰ ﺇِﺣْﺪَﻯ ﻭَﺳَﺒْﻌِﻴْﻦَ ﻓِﺮْﻗَﺔً ﻭَﺍﻓْﺘَﺮَﻗَﺖِ ﺍﻟﻨَّﺼَﺎﺭَﻯ ﻋَﻠَﻰ ﺛِﻨْﺘَﻴْﻦِ ﻭَﺳَﺒْﻌِﻴْﻦَ ﻓِﺮْﻗَﺔً ﻭَﺇِﻥَّ ﺃُﻣَّﺘِﻲْ ﺳَﺘَﻔْﺘَﺮِﻕُ ﻋَﻠَﻰ ﺛَﻼَﺙِ ﻭَﺳَﺒْﻌِﻴْﻦَ ﻓِﺮْﻗَﺔً ﻛُﻠُّﻬَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ ﺇِﻻَّ ﻭَﺍﺣِﺪَﺓً ﻭَﻫِﻲَ ﺍﻟْﺠَﻤَﺎﻋَﺔُ ﻭَ ﻓِﻲْ ﺭِﻭَﺍﻳَﺔٍ : ﻣَﺎ ﺃَﻧَﺎ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟْﻴِﻮْﻡَ ﻭَﺃَﺻْﺤَﺎﺑِﻲْ .
“Telah terpecah orang–orang Yahudi menjadi tujuh puluh satu firqoh (golongan) dan telah terpecah orang-orang Nashoro menjadi tujuh puluh dua firqoh dan sesungguhnya ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga firqoh semuanya dalam neraka kecuali satu dan ia adalah Al-Jama’ah dalam satu riwayat: “Apa yang aku dan para shahabatku berada di atasnya sekarang ini.” Hadits shohih, dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Dzilalil Jannah dan Syaikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad Mimma Laisa Fi Ash-Shohihain rahimahumullah .
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Minhaj As-sunnah jilid 3 hal.345: “Maka apabila sifat Al-Firqoh An-Najiyah mengikuti para shahabat di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan itu adalah syi’ar (ciri, simbol) Ahlus Sunnah maka Al-Firqoh An-Najiyah mereka adalah Ahlus Sunnah”.
Dan beliau juga menyatakan dalam Majmu’ Al Fatawa jilid 3 hal.345: “Karena itu beliau (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ) menyifati Al-Firqoh An-Najiyah bahwa ia adalah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan mereka adalah jumhur yang paling banyak dan As-Sawad Al-A’zhom (kelompok yang paling besar)”.
Berkata Syaikh Hafizh Al-Hakamy: “Telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam -yang selalu benar dan dibenarkan- bahwa Al-Firqoh An-Najiyah mereka adalah siapa yang di atas seperti apa yang beliau dan para shahabatnya berada di atasnya, dan sifat ini hanyalah cocok bagi orang-orang yang membawa dan menjaga sifat itu, tunduk kepadanya lagi berpegang teguh dengannya. mereka yang saya maksud ini adalah para imam hadits dan para tokoh (pengikut) Sunnah.” Lihat Ma’arijul Qobul jilid 1 hal.19.
Maka nampaklah dari keterangan di atas asal penamaan Al-Firqoh An-Najiyah dari hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam .
Diringkas dari: Mauqif Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Min Ahli Ahwa`i Wal Bid’ah jillid 1 hal.54-59.
Dan Berkata Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wad’iy rahimahullah setelah meyebutkan dua hadits tentang perpecahan ummat: “Dua hadits ini dan hadits-hadits yang semakna dengannya menunjukkan bahwa tidak ada yang selamat kecuali satu golongan dari tujuh puluh tiga golongan, dan adapun golongan-golongan yang lain di Neraka, (sehingga) mengharuskan setiap muslim mencari Al-Firqoh An-Najiyah sehingga teratur menjalaninya dan mengambil agamanya darinya.” Lihat Riyadhul Jannah Fir Roddi ‘Ala A’da`is Sunnah hal.22.
2. ATH-THOIFAH AL MANSHUROH
Ath-Thoifah Al-Manshuroh artinya kelompok yang mendapatkan pertolongan. Penamaan ini berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
ﻻَ ﺗَﺰَﺍﻝُ ﻃَﺎﺋِﻔَﺔٌ ﻣِﻦْ ﺃُﻣَّﺘِﻲْ ﻇَﺎﻫِﺮِﻳْﻦَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺤَﻖِّ ﻻَ ﻳَﻀُﺮُّﻫُﻢْ ﻣَﻦْ ﺧَﺬَﻟَﻬُﻢْ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺄْﺗِﻲَ ﺃَﻣْﺮُ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﻫُﻢْ ﻛَﺬَﻟِﻚَ
“Terus menerus ada sekelompok dari ummatku yang mereka tetap nampak di atas kebenaran, tidak membahayakan mereka orang mencerca mereka sampai datang ketentuan Allah (hari kiamat) dan mereka dalam keadaan seperti itu.” Dikeluarkan oleh Muslim dari hadits Tsauban dan semakna dengannya diriwayatkan oleh Bukhary dan Muslim dari hadits Mughiroh bin Syu’bah dan Mu’awiyah dan diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir bin ‘Abdillah. Dan hadits ini merupakan hadits mutawatir sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Iqtidho` Ash-Shirath Al-Mustaqim 1/69, Imam As-Suyuthy dalam Al-Azhar Al-Mutanatsirah hal.216 dan dalam Tadrib Ar-R awi, Al Kattany dalam Nazhom Al-Mutanatsirah hal.93 dan Az-Zabidy dalam Laqthul `Ala`i hal.68-71. Lihat: Bashoir Dzawisy Syaraf Bimarwiyati Manhaj As-Salaf .
Berkata Imam Bukhary tentang Ath-Thoifah Al-Manshuroh : “Mereka adalah para ‘ulama”.
Berkata Imam Ahmad: “Kalau mereka bukan Ahli Hadits saya tidak tahu siapa mereka.”
Al-Qodhi Iyadh mengomentari perkataan Imam Ahmad dengan berkata: “Yang diinginkan oleh (Imam Ahmad) adalah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan siapa yang meyakini madzhab Ahlul Hadits.” Lihat: Mauqif Ahlus Sunnah Wal Jama’ah 1/59-62.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Muqoddimah Al ‘Aqidah Al Washitiyah : “Amma ba’du; Ini adalah i’tiqod (keyakinan) Al Firqoh An-Najiyah , ( Ath-Thoifah ) Al-Manshuroh sampai bangkitnya hari kiamat, (mereka) Ahlus Sunnah.”
Dan di akhir Al ‘Aqidah Al Washitiyah ketika memberikan definisi tentang Ahlus Sunnah, beliau berkata: “Dan mereka adalah Ath-Thoifah Al-Manshuroh yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang mereka: “Terus menerus sekelompok dari ummatku diatas kebenaran manshuroh (tertolong) tidak membahayakan mereka orang yang menyelisihi dan mencerca mereka sampai hari kiamat” mudah-mudahan Allah menjadikan kita bagian dari mereka dan tidak memalingkan hati-hati kita setelah mendapatkan petunjuk.”
Lihat: Bashoir Dzawisy Syaraf Bimarwiyati Manhaj As-Salaf hal. 97-110.
3. AHLUL HADITS
Ahlul Hadits dikenal juga dengan Ashhabul hadits atau Ashhabul Atsar . Ahlul hadits artinya orang yang mengikuti hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dan istilah Ahlul hadits ini juga merupakan salah satu nama dan kriteria Salafiyah atau Ahlus Sunnah Wal Jama’ah atau Ath-Thoifah Al-Manshurah .
Berkata Ibnul Jauzi: “Tidak ada keraguan bahwa Ahlun Naql Wal Atsar ( Ahlul Hadits) yang mengikuti jejak-jejak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam mereka di atas jalan yang belum terjadi bid’ah.”
Berkata Al-Khathib Al-Baghdady dalam Ar-Rihlah Fii Tholabil Hadits hal.223: “Dan sungguh (Allah) Rabbul ‘alamin telah menjadikan Ath-Thoifah Al-Manshurah sebagai penjaga agama dan telah dipalingkan dari mereka makar orang-orang yang keras kepala karena mereka berpegang teguh dengan syari’at (Islam) yang kokoh dan mereka mengikuti jejak para shahabat dan tabi’in .”
Dan telah sepakat perkataan para ‘ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah bahwa yang dimaksud dengan Ath-Thoifah Al-Manshurah adalah para ‘ulama Salaf Ahlul Hadits. Hal ini ditafsirkan oleh banyak Imam seperti ‘Abdullah bin Mubarak, ‘Ali bin Madiny, Ahmad bin Hambal, Bukhary, Al-Hakim dan lain-lainnya. Perkataan-perkataan para ‘ulama tersebut diuraikan dengan panjang lebar oleh Syaikh Robi’ bin Hady Al-Madkhaly dan juga Syaikh Al-Albany dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shohihah hadits no.270.
Lihat: Haqiqitul Bid’ah 1/269-272, Mauqif Ibnu Taymiyah 1/32-34, Ahlul Hadits Wa Ath-Thoifah Al-Manshurah An-Najiyah , Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy , Bashoir Dzawisy Syaraf Bimarwiyati Manhaj As-Salaf dan Al-Intishor Li Ashhabil Hadits karya Muhammad ‘Umar Ba Zamul.
4. Al-Ghuraba`
Al-Ghuraba` artinya orang-orang yang asing. Asal penyifatan ini adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah riwayat Muslim No.145:
ﺑَﺪَﺃَ ﺍﻟْﺈِﺳْﻼَﻡُ ﻏَﺮِﻳْﺒًﺎ ﻭَﺳَﻴَﻌُﻮْﺩُ ﻏَﺮِﻳْﺒًﺎ ﻛَﻤَﺎ ﺑَﺪَﺃَ ﻓَﻄُﻮْﺑَﻰ ﻟِﻠْﻐُﺮَﺑَﺎﺀِ
“Islam mulai muncul dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana awal munculnya maka beruntunglah orang-orang asing itu”. Dan hadits ini adalah hadits yang mutawatir.
Berkata Imam Al-Ajurry dalam Sifatil Ghuraba` Minal Mu’minin hal.25: “Dan perkataan (Nabi) shallallahu ‘alaihi wa sallam “Dan akan kembali asing” maknanya Wallahu A’lam sesungguhnya hawa nafsu yang menyesatkan akan menjadi banyak sehingga banyak dari manusia tersesat karenanya dan akan tetap ada Ahlul Haq yang berjalan diatas syari’at islam dalam keadaan asing di mata manusia, tidakkah kalian mendengar perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Akan terpecah ummatku menjadi 73 golongan semuanya masuk neraka kecuali satu, maka dikatakan siapa mereka yang tertolong itu? Maka kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Apa-apa yang saya dan para shahabatku berada di atasnya pada hari ini.””
Berkata Imam Ibnu Rajab dalam Kasyful Kurbah fi washfi hali Ahlil Ghurbah hal 22-27: “Adapun fitnah syubhat (kerancuan-kerancuan) dan pengikut hawa nafsu yang menyesatkan sehingga hal tersebut menyebabkan terpecahnya Ahlul Qiblah (kaum muslimin) dan menjadilah mereka berkelompok-kelompok, sebagian dari mereka mengkafirkan yang lainnya dan mereka menjadi saling bermusuhan, bergolong-golongan dan berpartai-partai setelah mereka dulunya sebagai saudara dan hati-hati mereka diatas hati satu orang (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ) sehingga tidak akan selamat dari kelompok-kelompok tersebut kecuali satu golongan yang selamat. Mereka inilah yang disebut dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Terus menerus ada diantara ummatku satu kelompok yang menampakkan kebenaran, tidak mencelakakan mereka orang-orang yang menghinakan dan membenci mereka sampai datang ketetapan Allah subhanahu wa ta’ala (hari kiamat) dan mereka tetap dalam keadaan tersebut.” Mereka inilah al-Ghuraba` di akhir zaman yang tersebut dalam hadits-hadits ini.…”
Demikianlah penamaan-penamaan syari’at bagi pengikut Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sesuai dengan pemahaman para ‘ulama salaf, yang apabila dipahami dengan baik akan menambah keyakinan akan wajibnya mengikuti jalan para ‘ulama salaf dan kebenaran jalan mereka serta keberuntungan orang-orang yang mengikuti jalan mereka.
Cukuplah sebagai satu keistimewaan yang para salafiyun berbangga dengannya bahwa penamaan-penamaan ini semuanya dari Islam dan menggambarkan Islam hakiki yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tentunya hal ini sangat membedakan salafiyun dari ahlu bid’ah yang bernama atau dinamakan dengan penamaan-penamaan yang hanya sekedar menampakkan bid’ah, pimpinan atau kelompok mereka seperti Tablighy nisbah kepada Jama’ah Tabligh yang didirikan oleh Muhammad Ilyas, Ikhwany nisbah kepada gerakan Ikhwanul Muslimin yang dipelopori oleh Hasan Al-Banna, Surury nisbah kepada kelompok atau pemikiran Muhammad Surur Zainal ‘Abidin, Jahmy nisbah kepada Jahm bin Sofwan pembawa bendera bid’ah keyakinan bahwa Al-Qur`an adalah makhluk. Mu’tazily nisbah kepada kelompok pimpinan ‘Atho` bin Washil yang menyendiri dari halaqah Hasan Al-Bashry. Asy’ary nisbah kepada pemikiran Abu Hasan Al-Asy’ary yang kemudian beliau bertobat dari pemikiran sesatnya. Syi’iy nisbah kepada kelompok Syi’ah yang mengaku mencintai keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan masih ada ratusan penamaan lain, sangat meletihkan untuk menyebutkan dan menguraikan seluruh penamaan tersebut, maka nampaklah dengan jelas bahwa penamaan Salafiyun-Ahlus Sunnah Wal Jama’ah-Ath-Thoifah Al-Manshurah-Al-Firqoh An-Najiyah-Ahlul Hadits adalah sangat berbeda dengan penamaan-penamaan yang dipakai oleh golongan-golongan yang menyimpang dari beberapa sisi:
Satu : Penamaan-penamaan syari’at ini adalah nisbah kepada generasi awal ummat Islam yang berada di atas tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka penamaan ini akan mencakup seluruh ummat pada setiap zaman yang berjalan sesuai dengan jalan generasi awal tersebut baik dalam mengambil ilmu atau dalam pemahaman atau dalam berdakwah dan lain-lainnya.
Dua : Kandungan dari penamaan-penamaan syari’at ini hanyalah menunjukkan tuntunan Islam yang murni yaitu Al-Qur`an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa ada penambahan atau pengurangan sedikit pun.
Tiga : Penamaan-penamaan ini mempunyai asal dalil dari sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Empat: Penamaan-penamaan ini hanyalah muncul untuk membedakan antara pengikut kebenaran dari jalan para pengekor hawa nafsu dan golongan-golongan sesat, dan sebagai bantahan terhadap bid’ah dan kesesatan mereka.
Lima : Ikatan wala’ (loyalitas) dan baro’ (kebencian, permusuhan) bagi orang-orang yang bernama dengan penamaan ini, hanyalah ikatan wala’ dan baro’ di atas Islam (Al-Qur`an dan Sunnah) bukan ikatan wala’ dan baro’ karena seorang tokoh, pemimpin, kelompok, organisasi dan lain-lainnya.
Enam : Tidak ada fanatisme bagi orang-orang yang memakai penamaan-penamaan ini kecuali kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena pemimpin dan panutan mereka hanyalah satu yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , berbeda dengan orang-orang yang menisbahkan dirinya ke penamaan-penamaan bid’ah fanatismenya untuk golongan, kelompok/pemimpin.
Tujuh : Penamaan-penamaan ini sama sekali tidak akan menjerumuskan ke dalam suatu bid’ah, maksiat maupun fanatisme kepada seseorang atau kelompok dan lain-lainnya.
Lihat: Hukmul Intima` hal 31-37 dan Mauqif Ahlus Sunnah wal Jama’ah 1/46-47.
Wallahu Ta’ala A’lam .
(Dikutip dari tulisan Al Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain, judul asli Hakikat Dakwah Salafiyah . URL Sumber http://www.an-nashihah.com/isi_berita.php?id=39 )
Sumber: http://www.an-nashihah.com/index.php?mod=article&cat=Manhaj&article=29

Pengertian Salafi Yang Sebenarnya


Salafi (Salaf, Salafiyah, Salafiyun) adalah sebutan bagi generasi pertama kaum Muslim, yakni para sahabat Nabi Muhammad Saw.

Gerasi awal umat Islam ini dalam Al-Qur'an disebut "Assabiqunal Awwalun", yakni orang-orang yang paling awal berlomba-lomba dalam beriman-Islam.
“Orang–orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar mengikuti mereka dengan baik. Allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada Allah “ (QS. At Taubah 100)
Namun, entah kenapa Kamus Bahasa Indonesia mengartikan SALAF sebagai "sifat angkuh, sombong, dsb (pada seseorang atau golongan). KBBI menyebutkan makna kedua Salaf adalah "sesuatu atau orang yang terdahulu".
KBBI juga menyebutkan arti "salaf saleh" sebagai "ulama-ulama terdahulu yang saleh" dan "ulama salaf" sebagai:
(1) para ahli ilmu agama mulai dari para sahabat Nabi Muhammad Saw. sampai ke pengikut terdekat sesudahnya;
(2) ulama yang mendasarkan pandangannya pada paham kemurnian ortodoks.

Pengertian Salaf yang Sebenarnya

Pengertian Salaf yang sebenarnya adalah orang-orang terdahulu, yakni generasi awal kaum Muslim pada masa sahabat dan dua generasi sesudahnya yang mengikuti cara hidup Islami mereka (tabi'in dan tabi'it ta'bi'in).

Salaf menurut para ulama adalah sahabat, tabi’in (orang-orang yang mengikuti sahabat) dan tabi’ut tabi’in (orang-orang yang mengikuti tabi’in). Tiga generasi awal inilah yang disebut dengan salafush shalih (orang-orang terdahulu yang shalih).

Merekalah tiga generasi utama dan terbaik dari umat ini, sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi sesudahnya kemudian generasi sesudahnya lagi.” (HR. Ahmad, Ibnu Abi ‘Ashim, Bukhari dan Tirmidzi).

Kata Salafi berasal dari bahasa Arab, Salafa Yaslufu Salfan yang artinya "telah berlalu". Dari arti tersebut kita dapati kalimat Al-Qoum As-Sallaaf yaitu orang-orang yang terdahulu.
Salafi Generasi Terbaik Islam
Salafi, dengan demikian, adalah tiga generasi terbaik umat Muslim dan memberikan contoh bagaimana seharusnya Islam dilaksanakan dalam kehidupan.

Para sahabat digelar “khairu ummah”, sebaik-baik manusia. Mereka paling paham agama dan paling baik amalannya.
Salaf atau kelompok Salafi adalah mereka berkomitmen di atas Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Saw.
Istilah Salafi juga biasa dialamatkan kepada Ahlus Sunnah wal Jama'ah dikarenakan berpegang teguh kepada Al-Quran dan As-Sunnah.

Kelompok Salafi, pasca generasi awal kaum Muslim itu, tidaklah dibatasi atau ditujukan kepada jama'ah organisasi tertentu, daerah tertentu, pemimpin tertentu, partai tertentu, dan sebagainya.

Belakangan ini istilah Salafi bermanka negatif, ketika dikaitkan dengan kelompok Muslim tertentu yang "tegas" dalam menegakkan ajaran Islam. Umat Islam harus mencermati penyimpangan pengertian salafi ini, mengingat berbagai cara dilakukan kalangan kafir dan munafik untuk menenggelamkan Islam sebagai jalan hidup (way of line).

Di sisi lain, umat Islam yang dijuluki kelompok Salafi, sebaiknya juga mempraktikkan ajaran Islam yang santun, lembut, menentramkan, dan menebar kedamaian --rahmatan lil 'alamin. Jangan sampai gara-gara perilaku salah segelintir orang, malah membuat citra Salaf/Salafi menjadi buruk. Padahal, salafi adalah teladan umat Islam sepanjang masa.
Wallahu a'lam bish-showaab.

Sumber: (www.risalahislam.com).

Cara Cepat Download Video di Youtube di Android dan PC

Seperti yang kita tahu bahwa Youtube merupakan situs berbagi video yang saat ini kian meroket kepopulerannya. Youtube ini didirikan oleh mantan karyawan Paypal yaitu Jawed Karim, Chad hurley dan Steve Chan.
Dengan adanya Youtube ini, kita bisa menonton, mengunggah bahkan mendownload berbagai macam video yang ada disana.
Banyak orang yang ingin mendownload video yang mereka tonton di Youtube. Tetapi, sebagian dari mereka masih belum bisa bagaimana cara mendownload video di Youtube. Nah, pada artikel tutorial kali ini, saya akan berbagi bagaimana sih cara mendownload video di youtube.
Cara download video di Youtube
Sebenarnya ada banyak cara yang bisa anda coba untuk mendownload video dari Youtube. Tetapi, beberapa cara yang saya sebutkan dibawah merupakan cara yang paling mudah dan cocok untuk anda yang masih belum bisa bagaimana cara download video di Youtube dengan cepat dan mudah.
#1 Tambahkan ‘ss’ pada url, beres deh
Cara pertama yang bisa anda coba adalah dengan menambahkan ss pada url video Youtube yang ingin anda download.
Sebenarnya cara ini sama dengan kita memasukkan url video Youtube pada situs video downloader online. Ada banyak sekali situs video downloader yang bisa kita gunakan seperti savefrom.net (seperti yang kita gunakan pada cara pertama), keepvid.com, clipconverter.cc dan lain sebagainya.
1. Buka video Youtube yang ingin anda download
2. Tambahkan ss pada url video yang ingin anda download. Misalkan url dari video tersebut : https://www.youtube.com/watch?v=mmvyiGACmPM jika ditambahkan ss menjadi : https://www. ss youtube.com/watch?v=mmvyiGACmPM
3. Anda akan dialihkan ke sebuah halaman untuk mendownload videonya
4. Pilih format video yang anda inginkan, entah itu MP4 480p, MP4 360p atau 3GP. Pastikan memilih format video yang tidak ada gambar ikon musik disilang, karena ikon tersebut menandakan bahwa format video yang dimaksud tidak ada suaranya. Lihat video tanpa suara itu gak enak loh, hehehe.
5. Setelah anda selesai memilih format yang diinginkan, video akan ter-download secara otomatis. Jika tidak, pilih tombol Download untuk mendownloadnya.
Seperti yang sudah saya bilang sebelumnya bahwa ada banyak situs video downloader online yang bisa anda coba dan cara kerjanya pun hampir sama semua yaitu dengan memasukkan url videonya, pilih format videonya terakhir tinggal download videonya.
#2 Menggunakan Add-ons/ Extention
Add-ons atau extention merupakan tool tambahan pada browser yang memiliki fungsi tertentu. Ada beberapa add-ons yang bisa kita gunakan untuk mendownload video di youtube, salah satunya adalah Easy Youtube Video Downloader.
1. Pertama-tama tambahkan add-ons Easy Youtube Video Downloader pada browser anda. Untuk Mozilla klik disini, dan untuk Opera klik disini.
2. Klik Add to Firefox untuk menambahkan add-ons tersebut.
3. Browser akan mulai mendownload add-ons tersebut, lalu klik install untuk menambahkannya.
4. Jika add-ons sudah terinstall dengan baik, silakan buka video yang ingin anda download
5. Klik tombol Download As dibawah channel video, lalu pilih format video yang anda inginkan.
6. Pilih Save File , kemudian pilih OK untuk mulai mendownload videonya.
Ada banyak add-ons yang bisa kita gunakan untuk mendownload video Youtube, tapi pilihan saya jatuh pada Easy Youtube Video Downloader karena simpel dan mudah digunakan.
Untuk pengguna Opera, jika sudah menambahkan add-ons tersebut, restart Opera anda dengan cara tutup semua tab atau klik tombol X pada pojok kanan atas jendela browser, kemudian buka kembali browser Opera anda.
Tutorial lainnya: cara membuat email baru
Sayangnya untuk pengguna Chrome tidak bisa menggunakan add-ons/ extention (meskipun tersedia di Chrome Web Store) untuk mendownload video Youtube karena pihak Chrome melarangnya.
#3. Menggunakan software
Cara terakhir yang bisa kita gunakan untuk mendownload video dari youtube adalah dengan menggunakan software. Saya cenderung lebih suka menggunakan IDM ketimbang software-software sejenis.
Seperti yang kita tahu bahwa IDM merupakan software downloader yang sudah menjamur di kalangan pengguna internet. Daripada repot-repot download software lain, mending menggunakan IDM saja.
1. Pertama-tama install IDM terlebih dahulu. Untuk menginstallnya, silakan baca artikelnya disini.
2. Buka video Youtube yang ingin anda download.
3. Klik tombol Download this video yang terletak di pojok kanan atas video.
4. Pilih format video yang anda inginkan, kemudian pilih Start Download untuk mendownload videonya.
Saya tidak membatasi anda menggunakan IDM saja untuk mendownload video dari Youtube. Anda juga bisa menggunakan software lain seperti YTD Video Downloader, Freemake Video Converter dan lain sebagainya.
Penutup
Dari ketiga cara download video di youtube yang telah saya sebutkan diatas, cara pertama merupakan cara yang paling mudah dan praktis.
Mungkin ada cara lain yang belum saya sebutkan diatas? Jika anda mempunyai cara lain yang bisa digunakan untuk mendownload video dari Youtube, tidak ada salahnya berbagi melalui kolom komentar yang telah disediakan.

Jumat, 25 Agustus 2017

Apa Kata Imam Syafii tentang Meluruskan dan Merapatkan Shaf Shalat Berjamaah?

Islam di indonesia beraneka warna, tidak bersatu, apa penyebabnya? Jangankan dalam hal yang lain,
dalam hal shalat berjamaah saja mereka tidak mau bersatu,
Dalam shalat berjamaah mereka tidak merapatkan barisan, akan tetapi bercerai berai, itulah kondisi kaum muslimin.
Padahal, meluruskan shaf bukanlah perkara yang sepele, perkara yang besar…

Apa Kata Imam Syafi’i tentang Meluruskan dan Merapatkan Shaf Shalat Berjama’ah?

… Ringkasan Buku …
http://buku-islam.blogspot.com

Judul : Apa Kata Imam Syafi’i tentang Meluruskan dan Merapatkan Shaf Shalat Berjama’ah?
Penulis : Ibnu Saini bin Muhammad bin Musa
Muraja’ah : Abdul Hakim bin Amir Abdat
Penerbit  : Mu’awiyah bin Abi Sufyan
Cetakan : Kedua – Juni 2011 M
Halaman : 66

Apa yang dikatakan oleh Imam Syafi’i dalam hal meluruskan dan merapatkan shaf pada waktu shalat berjama’ah?
Pertanyaan ini seharusnya terbesit dalam benak kaum muslimin yang mengaku bermazhab Imam Syafi’i. Dan jawabannya seharusnya benar-benar dilaksanakan juga.

Penulis buku saku ini, yaitu Ustadz Ibnu Saini bin Muhammad bin Musa, telah merangkum jawabannya dalam sebuah buku yang gamblang, ringkas, to the point, dan mudah dipahami. Kemudian, pada ringkasan ini saya kutip sebagian kecil dari buku tersebut sebagai gambarannya. Yaitu dari bagian Hadits-Hadits Seputar
Masalah Shaf; Atsar Dari Para Shahabat dan Pernyataan Imam Syafii; dan dari bagian Kesimpulan dan Penutup.

[HADITS-HADITS SEPUTAR MASALAH SHAF]
——————————————–
(Hadits Ketiga)
Artinya: Dari Abu Mas’ud al Badri, ia berkata:
Dahulu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam biasa mengusap bahu-bahu kami, ketika akan memulai shalat, seraya beliau bersabda: “Luruskan shafmu dan janganlah kamu berantakan dalam shaf; sehingga hal itu membuat hati kamu juga akan saling berselisih”. (Shahih: Muslim no. 432).

(Hadits Keempat)
Artinya: Dan dari Nu’man bin Basyir, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Hendaklah kamu benar-benar meluruskan shafmu, atau (kalau tidak; maka) Allah akan jadikan perselisihan di antaramu. (Muttafaq ‘Alaihi: Bukhari no. 717 dan Muslim no. 436).

[ATSAR DARI PARA SHAHABAT DAN PERNYATAAN IMAM SYAFII]
—————————————————–
Para Shahabat telah mengamalkan Sunnah Nabi shallallahu’alaihi wa sallam di atas, dimana Imam Syafi’i telah menyatakan di dalam kitabnya al Umm (I: 223) bahwa ‘Utsman bin Affan berkata:
“Apabila Imam telah berdiri berkhutbah pada hari Jum’at, maka dengarkanlah dengan seksama dan diamlah, karena hukum orang yang dapat mendengarkan khutbah sama halnya dengan mereka yang tidak dapat mendengarkannya (yakni; sama-sama diperintah untuk diam dan mendengar). Bila dikumandangkan qamat, maka rapikanlah shaf (makmum), dan sejajarkanlah bahu-bahu mereka; karena lurus (dan rapatnya) shaf termasuk hal yang dapat menyempurnakan shalat”. (Diriwayatkan pula oleh Malik di Muwaththa’ no. 234).

Dahulu ‘Utsman bin Affan (yang bertindak sebagai khalifah dan sekaligus imam shalat pada saat itu) tidak memulai untuk bertakbir (memulai shalat), sehingga datang petugas-petugasnya yang telah ditugasi untuk merapihkan shaf, dan mereka telah melaporkan bahwa shaf selesai (dirapihkan dan diluruskan), maka baru kemudian beliau bertakbir memulai shalatnya.

[KESIMPULAN DAN PENUTUP]
—————————————————
10. Diantara kesalahan yang sering dilakukan oleh kaum muslimin dalam hal ini adalah sebagai berikut:
– Mereka tidak meluruskan dan merapatkan shaf, dengan bahu, lutut dan mata kaki.
– Bahkan sebagian mereka tidak mau kalau kakinya ditempelkan dengan kaki yang ada di sebelahnya.
– Mereka biasa shalat di sajadah mereka masing-masing, tanpa mau merapatkan shaf dengan yang ada di sebelahnya.
– Keyakinan sebagian mereka bahwa satu makmum dengan lainnya harus berjarak kurang lebih 4 jari, padahal para shahabat justru merapatkan bahu dan kaki mereka dengan yang berada di sebelahnya.
– Imam biasanya hanya berkata: “Luruskan dan rapatkan shaf” atau “istawu, istawu” tanpa dia memperhatikan keadaan makmum; apakah benar-benar sudah lurus dan rapat atau belum?

[PERSONAL VIEW]
—————–—————
Dari penjelasan di buku ini kita dapat mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk merapatkan shaf shalat berjama’ah yang salah satu faedahnya adalah agar hati-hati kaum muslimin tidak berselish. Insya Allah akan menciptakan kecintaan diantara kaum muslimin. Dan inilah
salah satu jalan untuk persatuan umat Islam.
Semoga yang ringkas ini memberi manfaat yang besar.

Posisi Shaf Anak-anak Dalam Shalat Berjamaah

Pertanyaan: Kami biasanya menjumpai anak-anak kecil dalam masjid, ketika iqomah shalat mereka mendesak orang-orang dewasa dalam shaf-shaf. Apakah sebaiknya kami kumpulkan anak-anak dalam satu shaf (khusus) di belakang laki-laki? Ataukah kami biarkan mereka shalat dengan orang-orang dewasa?

Jawaban: Pada asalnya kita harus memotivasi anak-anak kita untuk masuk masjid, supaya mereka dapat belajar sholat yang mana shalat merupakan rukun Islam yang kedua. Dan supaya melihat barisan kaum muslimin di masjid-masjid. Akan tetapi sepatutnya bagi orang tua untuk memperhatikan kesucian pakaian dan badan mereka serta mengajarkan ketenangan dan diam kepada mereka dalam rumah-rumah Allah. Karena sesungguhnya masjid dibangun hanya untuk shalat dan berdzikir kepada Allah.
Sebagaimana dalam Shahih Muslim, no: 280, dari hadits Anas, yang menyebutkan kisah seorang arab badui yang kencing di dalam masjid, maka Rosulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam berkata kepadanya: "Sesungguhnya masjid ini tidaklah layak sedikitpun untuk terkena kotoran dan kencing. Sesungguhnya masjid hanya untuk berdzikir, shalat dan membaca al-qur'an".
Tidak pantas kita mengusir anak-anak dari masjid apabila mereka tidak mengganggu orang-orang yang shalat. Karena mengusir mereka dapat memenuhi hati mereka kedengkian terhadap masjid serta orang-orang yang shalat, sehingga saat itu setan-setan dari jin dan manusia mendoktrin mereka dan menanamkan kebencian dalam hati-hati mereka kepada masjid dan shalat, maka dalam hal tersebut terdapat kerusakan yang tidak tersembunyi oleh seorang pun.
Sebagian manusia berdalil dengan hadits yang artinya: "Jauhkanlah masjid-masjid kalian dari anak-anak dan orang-orang gila". Ini adalah hadits dhaif. Lihat Sifat Shalat Nabi, karya guru saya –semoga Allah merahmatinya-, hal: 74.
Dari sisi maksud dalam pertanyaan, maka (jawabannya) sepantasnya ditinggalkan shaf di belakang imam untuk ulun nuha dari kalangan ahli ilmu dan keutamaan. Mereka yang mengingatkan imam dalam bacaan jika diperlukan, atau menggantinya apabila ada sesuatu. Hal ini berdasarkan hadist Abi Mas'ud –semoga Allah meridhainya- ia berkata: Nabi mengusap pundak-pundak kami dalam shalat, seraya mengatakan: "luruskan dan janganlah kalian berselisih sehingga menjadikan hati-hati kalian berselisih, hendaklah mendekatiku ulun nuha (ahli ilmu) dari kalian, kemudian setelah mereka dan setelah mereka". (HR. Muslim, no: 971), dan dari hadits Ibnu Mas'ud, no: 973. Cukup dengan sabda Rosulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam : "hendaklah mendekatiku ulun nuha (ahli ilmu) dari kalian…." sebagai dalil dalam hal ini.
Adapun dalam sisa shaf yang pertama dan yang lainnya, maka tidak ada sebuah hadits pun –sepengatahuan saya- yang melarang berdirinya anak kecil yang tidak mengganggu di tempat-tempat ini. Adapun hadits Abi Malik Al-Asy'ary dari Rosulullah
shallallaahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya Nabi menjadikan orang-orang dewasa di depan anak-anak dan anak-anak di belakang mereka sedangkan wanita di belakang anak-anak, maka ini adalah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud. Ini merupakan hadits yang lemah karena adanya seorang rowi yang bernama Syahr Bin Hausyab. Lihat kitab "Tamamul Minnah", karya guru saya al-Albany –semoga Allah memeliharanya-, hal: 284.
Sedangkan shalatnya anak kecil di samping orang dewasa ada dasarnya dalam sunnah dari hadits Anas Bin Malik –semoga Allah meridhainya- ia berkata: "Bahwa neneknya Mulaikah –suatu hari -pent- mengundang kepada makanan yang ia buat. Maka Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam memakannya kemudian berkata: "Bangkitlah biar aku shalat untuk kalian". Maka aku (Anas bin Malik) berdiri ke tikar yang telah hitam karena lamanya dipakai, maka ia (Mulaikah) menyiram dengan air, kemudian Rosulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam berdiri di atasnya. Aku dan seorang anak yatim berdiri di belakangnya sedangkan wanita di belakang kami. Maka Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dua rakaat kemudian pulang. Dikeluarkan oleh Imam Bukhari (860) dan Muslim (658).
Yatim adalah anak yang belum sampai dewasa, berdasarkan hadits Ali –semoga Allah meridhainya- dari Rosulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam ia bersabda: "Tidaklah menjadi anak yatim setelah baligh", dishahihkan oleh guru saya –semoga Allah menjaganya- dalam kitabnya Al-Irwa: 1244.
Ini semuanya jika anak-anak berkumpul di tempat yang mengganggu orang-orang shalat, jika tidak, maka harus dipisah di antara mereka. Sebagian mereka berpendapat bolehnya menjadikan seorang anak di antara dua orang dewasa, supaya ia belajar dari keduanya shalat dan gerakan-gerakannya, sebagaimana yang datang dalam kitab "nailul author: 3/149", pada bab "posisi anak-anak dan wanita dari laki-laki".
Syeikh Ibnu Utsaimin–semoga Allah menjaganya- merajihkan dalam kitabnya Syarhul Mumti: 3/20-22 dengan memisahkan mereka karena dikhawatirkan mereka akan bermain dan mengganggu. 

Wa Allaahu 'alam .

Nabi Tidak Memerintahkan Menempel Kaki Saat Sholat Berjama'ah

Nabi Tidak Memerintahkan Menempel Kaki Saat Sholat Berjama'ah. Para jama'ah Syeikh Sudaisy saja, Imam Masjidil Haram, tidak menempelkan kaki mereka. Begitu pula jumhur ulama di Indonesia. Dari buku pelajaran sholat Drs Moh Rifa'i, Penerbit PT Karya Toha Putra Semarang posisi kaki Aswaja dengan madzhab Syafi'ie itu jika sholat itu tegak lurus ke atas. Bukan sejajar bahu. Kalau sejajar bahu sebagaimana anak2 muda akhir zaman yang mencari2 kaki orang lain untuk ditempel, niscaya akan ngangkang. Karena posisi bahu itu adalah posisi paling lebar di tubuh kita.

Rapat itu cukup bahu dengan bahu. Tidak perlu kaki. Yang menempelkan kaki itu cuma seorang sahabat tak dikenal. Jumlah jama'ah Nabi ada 1000 orang lebih. Lebih afdhol mengikuti 1000 orang jama'ah seperti Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali ketimbang mengikuti 1 orang yang tidak dikenal.

Kaki ditempel biar setan tak bisa lewat, katanya. Lah setan itu bisa berhembus di hati manusia. Coba baca An Naas. Justru dengan membuat orang lain jengkel dengan menempel-nempelkan kaki, si penempel inilah setannya. Sholat itu untuk menghadap kepada Allah. Harus khusyu' cuma untuk Allah. Bukan malah untuk mencari-cari kaki manusia. Hadits menempel kaki ini perawinya cuma 2 orang di level sahabat, yaitu Anas bin Malik dan An-Nu'man bin Basyir radhiyallahuanhuma.

Coba kita lihat dan teliti haditsnya:
1. Hadits Riwayat Anas bin Malik
ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻋَﻤْﺮُﻭ ﺑْﻦُ ﺧَﺎﻟِﺪٍ ﻗَﺎﻝَ : ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺯُﻫَﻴْﺮٌ ﻋَﻦْ ﺣُﻤَﻴْﺪٍ ﻋَﻦْ ﺃَﻧَﺲِ ﺑْﻦِ ﻣَﺎﻟِﻚٍ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻗَﺎﻝَ : ﺃَﻗِﻴﻤُﻮﺍ ﺻُﻔُﻮﻓَﻜُﻢْ ﻓَﺈِﻧِّﻲ ﺃَﺭَﺍﻛُﻢْ ﻣِﻦْ ﻭَﺭَﺍﺀِ ﻇَﻬْﺮِﻱ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺃَﺣَﺪُﻧَﺎ ﻳُﻠْﺰِﻕُ ﻣَﻨْﻜِﺒَﻪُ ﺑِﻤَﻨْﻜِﺐِ ﺻَﺎﺣِﺒِﻪِ ﻭَﻗَﺪَﻣَﻪُ ﺑِﻘَﺪَﻣِﻪِ »
Dari Anas bin Malik dari Nabi Muhammad SWA bersabda: "Tegakkanlah shaf kalian, karena saya melihat kalian dari belakang pundakku". Ada SEORANG di antara kami yang menempelkan bahunya dengan bahu temannya dan telapak kaki dengan telapak kakinya.(HR. Al-Bukhari)
Dari situ Nabi cuma bilang: "Tegakkanlah shaf kalian". Sekali lagi Nabi cuma bilang: "Tegakkanlah shaf kalian". Nabi tidak bilang kita harus menempel telapak kaki.

Anas bin Malik menyatakan bahwa ada SATU ORANG ( ﺃَﺣَﺪُﻧَﺎ) yang menempelkan bahunya dengan bahu temannya dan telapak kaki dengan telapak kakinya. Orang tersebut bukan sahabat Nabi yang terkenal macam Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, dsb. Jika benar, tentu namanya sudah disebut. Jadi orangnya tidak kita kenal siapa. Cuma satu orang. Bukan semua sahabat atau pun sebagian. Tapi cuma SATU orang yang tidak dikenal. AHADUNA. Dan Nabi juga tidak tahu apakah ada yang menempelkan kaki karena posisi Nabi ada di depan sebagai Imam. Paling banter Nabi hanya bisa melihat bahu. Nabi tidak ditanya apa menempel kaki yang dilakukan oleh seorang sahabat itu benar. Jadi menempel kaki itu bukan perintah Nabi. Bukan pula sunnah semua sahabat. Cuma sunnah seorang sahabat yang tidak kita kenal namanya.
Tegakkan sholat itu artinya tubuh dan kaki itu harus tegak. Kalau kaki ngangkang, itu bukan tegak. Rapat itu cukup bahu dengan bahu. Memangnya setan tidak bisa lewat selangkangan? Di surat An Naas itu setan berhembus di hati manusia. Minal Jinnati wan Naas. Setan itu dari Jin dan Manusia. Jadi siapa saja yang mengganggu orang sholat, sehingga tidak khusyuk mengingat Allah misalnya dengan memikirkan kaki, bukan Allah, itu adalah setan.
Harusnya sholat itu khusyuk mengingat Allah. Bukan sibuk mencari-cari kaki orang lain untuk ditempel. Yang sibuk mencari kaki orang, bukan mengingat Allah, ini termasuk Fawailul lil Musholliin. Orang-orang yang sholat tapi celaka karena lalai mengingat Allah dalam sholatnya.
Kaki ngangkang dan bahu tidak nempel itu salah. Harusnya bahu yg menempel. Kaki harus tegak lurus. Tidak boleh seperti huruf X karena ngangkang.

Hadits Riwayat an-Nu’man bin Basyir
ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﻨُّﻌْﻤَﺎﻥُ ﺑْﻦُ ﺑَﺸِﻴﺮٍ : ﺭَﺃَﻳْﺖُ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞَ ﻣِﻨَّﺎ ﻳُﻠْﺰِﻕُ ﻛَﻌْﺒَﻪُ ﺑِﻜَﻌْﺐِ ﺻَﺎﺣِﺒِﻪِ
An-Nu’man bin Basyir berkata: Saya melihat seorang laki-laki di antara kami ada yang menempelkan mata kakinya dengan mata kaki temannya (HR. Bukhari)
Rojul ( ﺍﻟﺮَّﺟُﻞَ) itu kata benda mufrad/tunggal. Satu orang. Beda dengan Rijal (banyak orang). Harus belajar dulu Nahwu dan Sharaf sehingga kita paham beda kata benda tunggal (Mufrad) dengan jamak. Jika tidak ngerti Nahwu, susah. Nah kenapa kita mengikuti 1 orang yang tidak dikenal ketimbang sebagian besar sahabat yang justru lebih faqih seperti Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali?

Jadi harus paham hadits ini. Kata-kata yang dipakai adalah AHAD dan ROJUL yang artinya cuma 1 orang. Karena nama tak disebut, berarti tidak dikenal. Belum tentu satu orang ini lebih cerdas dari para sahabat utama seperti Abu Bakar dan Ali.
Hadits kedua ini juga diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam kitab As-Shshahih, pada bab yang sama dengan hadits di atas.

Catatan:
Hadits kedua ini mu'allaq dalam shahih Bukhari, hadits ini lengkapnya adalah:
ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻭَﻛِﻴﻊٌ , ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺯَﻛَﺮِﻳَّﺎ , ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﺍﻟْﻘَﺎﺳِﻢِ ﺍﻟْﺠَﺪَﻟِﻲِّ , ﻗَﺎﻝَ ﺃَﺑِﻲ : ﻭﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻳَﺰِﻳﺪُ ﺑْﻦُ ﻫَﺎﺭُﻭﻥَ , ﺃَﺧْﺒَﺮَﻧَﺎ ﺯَﻛَﺮِﻳَّﺎ , ﻋَﻦْ ﺣُﺴَﻴْﻦِ ﺑْﻦِ ﺍﻟْﺤَﺎﺭِﺙِ ﺃَﺑِﻲ ﺍﻟْﻘَﺎﺳِﻢِ , ﺃَﻧَّﻪُ ﺳَﻤِﻊَ ﺍﻟﻨُّﻌْﻤَﺎﻥَ ﺑْﻦَ ﺑَﺸِﻴﺮٍ , ﻗَﺎﻝَ : ﺃَﻗْﺒَﻞَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺑِﻮَﺟْﻬِﻪِ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ , ﻓَﻘَﺎﻝَ : ” ﺃَﻗِﻴﻤُﻮﺍ ﺻُﻔُﻮﻓَﻜُﻢْ , ﺛَﻠَﺎﺛًﺎ ﻭَﺍﻟﻠﻪِ ﻟَﺘُﻘِﻴﻤُﻦَّ ﺻُﻔُﻮﻓَﻜُﻢْ ﺃَﻭْ ﻟَﻴُﺨَﺎﻟِﻔَﻦَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﺑَﻴْﻦَ ﻗُﻠُﻮﺑِﻜُﻢْ ” ﻗَﺎﻝَ ” : ﻓَﺮَﺃَﻳْﺖُ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞَ ﻳُﻠْﺰِﻕُ ﻛَﻌْﺒَﻪُ ﺑِﻜَﻌْﺐِ ﺻَﺎﺣِﺒِﻪِ , ﻭَﺭُﻛْﺒَﺘَﻪُ ﺑِﺮُﻛْﺒَﺘِﻪِ ﻭَﻣَﻨْﻜِﺒَﻪُ ﺑِﻤَﻨْﻜِﺒِﻪِ
An-Nu'man bin Basyir berkata: Rasulullah menghadap kepada manusia, lalu berkata: Tegakkanlah shaf kalian!; tiga kali. Demi Allah, tegakkanlah shaf kalian, atau Allah akan membuat perselisihan diantara hati kalian. Lalu an-Nu'man bin Basyir berkata: Saya melihat laki-laki menempelkan mata kakinya dengan mata kaki temannya, dengkul dengan dengkul dan bahu dengan bahu.

Selain diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, hadits-hadits ini juga diriwayatkan oleh para ulama hadits, di antaranya Al-Imam Abu Daud dalam kitab Sunan-nya, 1/ 178, Al-Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab Musnad-nya, hal. 30/378, Al-Imam Ad-Daraquthni dalam kitab Sunan-nya hal. 2/28, Al-Imam Al-Baihaqi dalam kitab Sunan-nya hal. 1/123] 

Catatan:
Setelah Nabi memerintahkan menegakkan shaf, shahabat yang bernama An-Nu'man bin Basyir radhiyallahuanhu melihat seorang laki-laki yang menempelkan mata kaki, dengkul dan bahunya kepada temannya.

PERHATIKAN: 

Nabi cuma berkata: Tegakkanlah shaf kalian!; tiga kali.

Perhatikan sekali lagi, Nabi cuma berkata: Tegakkanlah shaf kalian!; tiga kali.

Adakah Nabi memerintahkan kita menempel kaki dengan kaki? Tidak bukan?
Cuma Nu'man bin Basyir berkata: Saya melihat seorang laki-laki menempelkan mata kakinya dengan mata kaki temannya, dengkul dengan dengkul dan bahu dengan bahu.
Sekali lagi Nu'man cuma mengatakan dia melihat seorang laki2 menempelkan mata kakinya dengan mata kaki temannya, dengkul dengan dengkul dan bahu dengan bahu.
Cuma seorang laki-laki yang tidak dikenal namanya. Bukan sahabat utama.
Hadits itu tidak seperti Al Qur'an yang kebenarannya dijamin Allah. Sahih Bukhari yang ditulis tahun 256 H itu antara Nabi dengan penulis hadits Imam Bukhari, ada 5-7 perawi hadits lain yang semuanya itu bukan maksum. Bisa salah. Meski banyak hadits yang mutawattir secara sanad, namun jarang sekali hadits yang mutawattir secara matan/isi. Jarang ada hadits yang susunan kata dan kalimatnya sama persis. Jadi memahami hadits itu tidak bisa lewat terjemahan apa adanya.

Contoh, bisakah anda saat sholat menempelkan bahu, dengkul, dan mata kaki anda saat sholat dgn orang-orang di kanan dan kiri anda? Bagaimana jika di kanan orangnya tinggi 190 cm sedang dikiri 150 cm. Bagaimana cara anda menempelkan dengkul ke dengkul 2 orang tsb? Bisa tinggi sebelah badan anda. Sholat jadi tidak benar jika memahami hadits apa adanya.

Dari Abu Mas'ud al Badri, ia berkata: Dahulu Rasulullah SAW biasa mengusap bahu-bahu kami, ketika akan memulai shalat, seraya beliau bersabda: "Luruskan shafmu dan janganlah kamu berantakan dalam shaf; sehingga hal itu membuat hati kamu juga akan saling berselisih". (Shahih: Muslim no. 432).
"Luruskanlah shaf, rapatkanlah bahu-bahu, dan tutuplah celah. Namun berlemah-lembutlah terhadap tangan-tangan saudara kalian. Dan jangan biarkan ada celah di antara shaf untuk diisi setan-setan. Barangsiapa menyambung shaf niscaya Allah akan menyambungnya, dan barangsiapa memutuskan shaf niscaya Allah akan memutusnya”(HR. Abu Daud 666 dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud)

Dari 2 hadits di atas jelas bahwa yang dirapatkan itu adalah bahu. Bukan kaki. Loh nanti setan bisa lewat kaki kalau ada celah di kaki? Kenapa tidak sekalian saja tutup celah di betis, paha, pinggang, pinggul, dada, dan sebagainya sehingga akhirnya seperti orang berpelukan? Ini mau sholat apa berpelukan? Jadi rapatnya itu yang wajar-wajar saja. Cukup bahu dengan bahu.
Lihat hadits sahih di bawah Ibnu Umar sholat dgn kaki rapat. Meski ini bukan utama. Yang utama adalah lurus. Tapi bukan renggang mengangkang sebagaimana kaum akhir zaman sekarang.
Dari Sa'ad bin Ibrahim, ia berkata: "aku melihat Ibnu Umar shalat dengan merapatkan kedua kakinya ketika aku masih kecil" (HR. Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah 3/250 dengan sanad shahih).

Wahabi membantah hadits di atas dengan hadits dhoif di bawah:
"Ibnu Mas'ud melihat seorang lelaki yang shalat dengan merapatkan kedua kakinya. Beliau lalu berkata: "Itu menyelisihi sunnah, andai ia melakukan al murawahah (menopang dengan salah satu kakinya) itu lebih aku sukai" (HR. An Nasa-i 969, namun sanadnya dhaif)

Kira-kira antara hadits shahih dengan hadits dhoif kuat mana? Jadi argumen Wahabi jelas keliru.

Kalau kaki ngangkang dan nempel, tapi bahu malah renggang, nah itu keliru. Maksudnya itu kan agar sebanyak mungkin orang bisa sholat. Itulah makna dari merapatkan shaf. Banyak orang bisa sholat. Kalau kaki ngangkang lebar-lebar misalnya 1 meter, malah makan tempat dan tidak rapat.
Sepertinya gerakan menempel ini karena pengaruh buku "Sifat Sholat Nabi" karya Syeikh Nashirudin Al-Albani yang lahir tahun 1914 Masehi. Albani ini hingga umur 20 tahun jadi tukang servis jam. Setelah itu membaca berbagai kitab hadits di perpustakaan tanpa berguru, kemudian dinobatkan jadi Ahli Hadits. Makanya pemahaman haditsnya menyalahi para Imam Mazhab. Dianggap sebelum Albani bikin "Sifat Sholat Nabi", orang2 Islam termasuk Imam Syafi'ie sholatnya tidak seperti Nabi. Padahal justru Imam Mazhab yang merupakan generasi Tabi'in (anak sahabat Nabi) atau Tabi'it Tabi'in (cucu sahabat Nabi) itulah yang sholatnya mirip Nabi karena para sahabat sholat langsung dengan Nabi sementara Tabi'in sholat langsung dengan sahabat dan Tabi'it Tabi'in langsung dengan Tabi'in.
Albani yang lahir di abad 20 ini jelas bukan ulama Salaf. Aneh jika dia bikin kitab "Sifat Sholat Nabi" yang akhirnya malah menyelisihi pendapat Jumhur Ulama. Menurut Albani, sholat wanita dengan pria itu sama. Tidak ada bedanya.

Oleh karena itulah para Ulama seperti Imam Malik yang lahir tahun 96 H yang berguru dengan 900 ulama dari tabi'in (anak sahabat Nabi) dan tabi'it Tabi'in (cucu sahabat Nabi) berkesimpulan menegakkan shaf itu artinya cukup rapat bahu dengan bahu dan posisi tumit rata sehingga shafnya lurus. Itu saja.

Zaman dulu, juga saat di Mekkah dan di Madinah hingga terakhir tahun 2011 saya belum pernah ketemu orang yang menempel2 kaki ke saya saat sholat.
Cuma baru2 ini saja ada sekelompok anak2 muda yang mencari2 kaki orang2 di sampingnya untuk ditempel. Kita sudah tarik, masih ditempel lagi. Kita tarik lagi, ditempel lagi. Bukannya sholat mengingat Allah akhirnya main tempel2an kaki.
Kebayang tidak jika di kanan kita ada yang Aids atau kudisan dan sebelah kiri kita hepatitis atau penyakit kulit/menular lainnya? Dengan 1000 jema'ah yang tempel2an kaki, penyakit menular bisa mewabah dengan hebat di negeri2 Islam. Kalau bahu dgn bahu masih dipisah dengan 2 lembar kain. Kalau kaki, langsung kulit dgn kulit menempel.
Kalau cuma seorang sahabat melakukan, sementara Nabi sebenarnya tidak melihatnya karena posisi Nabi sbg Imam di depan, sebetulnya itu di bawah Taqrir. Bukan perintah Nabi. Ini sama halnya ada sahabat yang makan dlabb (sejenis biawak padang pasir), namun Nabi tidak mau dan cuma melihatnya, itu bukan artinya Nabi mewajibkan kita memakan dlabb. Cuma kaum akhir zaman ini pemahamannya cingkrang.
Jadi kalau memahami hadits itu harus hati2. Harus ikut Ulama. Jangan main tafsir sendiri. Jangan sampai seperti hadits ini:
Hadis riwayat Ali ra., ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Di akhir zaman akan muncul kaum yang muda usia dan lemah akal. Mereka berbicara dengan pembicaraan yang seolah-olah berasal dari manusia yang terbaik. Mereka membaca Alquran, tetapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama, secepat anak panah meluncur dari busur. Apabila kalian bertemu dengan mereka, maka bunuhlah mereka, karena membunuh mereka berpahala di sisi Allah pada hari kiamat. (Shahih Muslim No.1771)
"Akan keluar di akhir zaman suatu kaum yang usia mereka masih muda, dan bodoh, mereka mengatakan sebaik-baiknya perkataan manusia, membaca Al Qur'an tidak sampai kecuali pada kerongkongan mereka. Mereka keluar dari din (agama Islam) sebagaimana anak panah keluar dan busurnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Jangan merasa sudah pegang Al Qur'an dan Hadits lalu merasa lebih ahli dari ulama. Tidak boleh begitu. Allah sudah bilang Allah meninggikan ulama dibanding orang awam. Ulama itu beda dgn orang2 awam. Cuma ulama yang paham Al Qur'an dan juga hadits:
Firman Allah:

"…Bertanyalah kepada Ahli Zikir (Ulama) jika kamu tidak mengetahui" [An Nahl 43]
"….Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS Al Mujaadilah [58] : 11)
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. Az-Zumar [39]: 9).
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama". (TQS.Fathir [35]: 28)
"Adakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? (Az-Zumar:9)
"Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia, dan tiada memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu" (Al 'Ankabut:43)
Tuhan juga menegaskan hanya dengan ilmulah orang bisa mendapat petunjuk Al Qur'an.
"Sebenarnya, Al Qur'an itu adalah ayat2 yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu" (Al Ankabut:49)

Wallahu A'lam...