Falsafah PSHT

Manusia dapat dihancurkan, Manusia dapat dimatikan,
tetapi manusia tidak dapat dikalahkan selama manusia itu
masih Setia kepada dirinya sendiri atau ber-SH pada dirinya sendiri

Rabu, 26 Juli 2017

KHUSYU' DAN KHUDHU' DALAM SHOLAT Bagian 3



231- Ustman Ibnu Abi Dahris r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: Allah SWT hanya menerima amalan seorang hambanya apabila ia menjadikan hatinya tawajuh dengan tubuhnya. (Ithafussadah)

232- Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasululah SAW bersabda: shalat ada tiga bagian. Athuhur (kesuciaan) adalah sepertiga bagian, ruku’ adalah sepertiga bagian dan sujud adalah sepertiga bagian. Oleh sebab itu barangsiapa yang mengerjakan shalat dengan sempurna sebagaimana haknya shalat, maka shalatnya akan diterima darinya, dan segala amalnya yang lain akan diterima darinya. Dan orang yang shalatnya ditolak maka segala amalannya yang lain juga tertolak. (Bazar dan Majma Uz Zawaid)

233- Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa: Rasulullah Saw mengimami kami dalam shalat ashar. Baginda memperhatikan seorang laki-laki yang sedang mengerjakan shalat karena itu beliau berkata: "Hai.. Fulan! takutlah kepada Allah dan kerjakanlah shalatmu dengan benar. Kamu mengira bahwa saya tidak melihat kamu? sesungguhnya saya melihat dari belakangku sebagaimana saya melihat dari depanku. Kerjakanlah shalatmu dengan benar, dan sempurnakanlah ruku’mu dan sujudmu. (Ibnu Khuzaimah)
Catatan: melihat sesuatu di belakang punggung beliau juga adalah di antara mukjizat Rasulullah SAW.

234- Wail Ibnu Hijr ra. Meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW merenggangkan jari-jarinya ketika beliau beruku’, dan beliau merapatkan jar-jarinya ketika beliau bersujud. (Thabrani dan Majma Uz Zawaid)

235- Abu Darda r.a. meriwayatkan bahwa barangsiapa mengerjakan dua rakaat shalat dengan ruku’nya dan sujudnya yang sempurna sesudah itu ia berdoa kepada Allah, maka Allah akan pasti mengabulkannya adakah segera atau kemudian hari sebagaimana Allah ridho, akan tetapi (Dia pasti) akan mengabulkan doanya. (Thabrani dan Ithafussabah)

236- Abu Abdullah Al Ashari r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: perumpamaan orang yang ruku’nya tidak sempurna dan sujudnya tidak sempurna seperti patukan burung gagak, adalah seperti seorang yang lapar yang makan satu atau dua kurma, yang tidak menghilangkan laparnya. (sama halnya dengan shalatnya yang tidak bermanfaat). (Thabrani, Majma Uz Zawaid dan Abu Ya’la)

237- Abu Darda r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: perkara pertama yang akan diangkat dari umat ini, adalah khusyu’ dalam shalat, sampai sedemikian jauh sehingga kamu akan tidak akan mendapati seorang yang shalat dengan khsusyu’. (Thabrani dan Majma UZ Zawaid)

238- Abu Qatadah r.a. meriwayatkan Bahwa Rasulullah SAW bersabda: pencuri yang paling buruk adalah orang yang mencuri dari shalatnya. Sahabat berkata: wahai Rasulullah! bagaimana ia boleh mencuri dari shalatnya? Baginda menjawab: ia tidak ruku'’dengan sempurna atau sujud tidak sempurna atau (beliau berkata): ia tidak menjaga punggungnya lurus dalam ruku’ atau dalam sujud. (Musnad Ahmad Thabrani dan Majma Uz Zawaid).

239- Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: Allah SWT tidak memandang shalat seseorang yang tidak menjaga punggungnya lurus antara ruku’ dan sujudnya. (Musnad Ahmad dan fatur Rabbani)
Catatan: hadist ini menunjuk kepada Qauma yaitu berdiri lurus dengan sempurna sesudah ruku’ sebelum melakukan sajadah. Banyak orang yang tidak melakukan ini dengan benar, dan bangun dari ruku’ kemudian langsung pergi sujud.

240- Aisah r.anha meriwayatkan: saya bertanya kepada Rasulullah SAW tentang membuang pandangan ketika dalam shalat? baginda berkata: pandangan sekilas adalah seperti setan yang mencuri dari shalat seseorang! (HR.Tirmidzi)

241- Jabir Ibnu samura’ ra.a meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: orang yang mengangkat pandangan mereka ke langit dalam waktu shalat hendaklah berhenti dari perbuatan itu, kalau tidak pandangan mereka tidak akan kembali kepada mereka. (HR.muslim)
Catatan : memandang ke arah langit adalah bertentangan dengan adab dalam shalat.

242- Abu Hurairah r.a. meruiwayatkan bahwa Rasullah SAW datang ke masjid; dan seorang laki-laki juga datang ke masjid mengerjakan shalat, kemudian menghampiri Rasulullah SAW dan mengucapkan salam kepada Nya. Rasulullah SAW menjawab salamnya dan berkata: kembali! ulangilah shalatmu lagi sebab engkau belum mengerjakan shalat. ia kembali dan mengerjakan shalatnya dengan cara yang sama sebagaimana yang telah dilakukan terlebih dahulu, dan kembali menyalami rasulullah SAW. Baginda berkata kembali! ulangilah shalatmu lagi karena kamu belum melakukan shalat. Ini terjadi sampai tiga kali. Kemudian lelaki itu berkata: demi Dia yang mengutus kamu dengan kebenaran! saya tidak dapat melakukan shalat lebih baik daripada ini. Oleh sebab itu ajarilah saya untuk shalat. Rasululah SAW menjawab: apabila kamu berdiri untuk mengerjakan shalat ucapkan takbir (katakan Allahu akbar), kemudian membaca (dari) Al Qur’an ayat apa saja yang kamu dapat baca. Kemudian engkau pergi ruku’ dan ruku’lah dengan tenang dan kemudian engkau berdiri dari ruku’ dan berdirilah dengan tenang. Kemudian engkau pergi sujud, kemudian sujudlah dengan tenang, dan kemudian kamu bangun dari sujud dan kamu pergi dalam qoadah (posisi duduk ) dengan tenang. Kerjakan semua ini (dengan hati-hati) dalam seluruh shalatmu. (HR.Bukhari).

Wallahu a'lam
Semoga Bermanfaat

KHUSYU’ DAN KHUDHU’ DALAM SHOLAT Bagian 2



221- fadl Ibnu Abbas r.anhuma meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: kerjakanlah shalat dalam dua (rakaat) kemudian dua (rakaat) dengan tasyahud yang diucapakan pada akhir dari tiap-tiap dua rakaat, dan (shalat) do'a yang penuh merendah diri, dengan khusyu’ dan ketentraman. Kemudian (sesudah menyempurnakan shalat) angkatlah kedua tanganmu dengan merendah diri kepada Rabbmu, dengan menghadapkan kedua telapak tanganmu ke arah mukamu dan ucapkanlah wahai Tuhanku!, wahai Tuhanku!, wahai Tuhanku!, dan barangsiapa yang tidak berbuat demikian, maka shalatnya tidak sempurna. (Musnad Ahmad)
catatan : perkataan yang dipakai disini tidak sempurna adalah khidaj, yang arti harfiahnya bayi atau binatang yang prematur. Sama halnya apabila seorang mengerjakan shalat Allah pasti mendengar dan menjawab do'anya. Jikalau ia tidak memperoleh peluang memperbaiki dan membetulkan shalatnya maka tidak dapat diragukan bahwa shalatnya tidak sempurna (tidak mendapat pahala sempurna).

222- Abu Dzar r.a. meriwayatkan bahwa: Rasulullah SAW bersabda : Allah SWT tiada hentinya berpaling dengan penuh perhatian kepada hamba Nya ketika ia dalam shalat, selagi ia tidak berpaling perhatiannya. Demikian jikalau ia memalingkan perhatiannya (dalam kebingungan, Allah SWT akan berpaling daripadanya!. (Nasai )

223- Huzaifah r.a. melaporkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya apabila seorang berdiri dalam shalat, Allah Ta’ala menghadap kepadanya dengan penuh perhatian sehingga ia kembali (dari shalatnya), atau melakukan suatu amalan yang bertentangan dengan kebajikan dan adab dari shalat. (Ibnu Majah)

224- Abu Dzar r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: apabila seorang di antara kamu berdiri dalam shalat, ia tidak boleh meratakan kerikil-kerikil (dengan tangannya), karena rahmat (Allah) sedang ditujukan kepadanya. (HR.Tirmidzi)
Catatan : dalam permulan islam tiada sesuatupun yang dihamparkan diatas lantai mesjid, dan shalat dikerjakan di atas gundukan pasir dan kerikil. Oleh karena itu pada masa itu melakukan sujud tidak menyenangkan karena terdapat pasir dan kerikil. Rasulullah SAW melarang meratakan tempat sujud dengan sengaja, karena pada masa ini rahmat Allah sedang diarahkan menuju kepada orang-orang dalam shalat. Segala perbuatan yang tidak disengaja selama shalat, boleh mneyebabkan seseorang kehilangan rahmat Allah.

225- Samura r.a. meriwayatkan bahwa Rasululah SAW memerintahkan kami, ketika kami mengangkat kepala dari sujud dalam shalat, untuk duduk dengan tentram di atas tanah dan bukan (di atas tumit dengan dua kaki tegak ) di atas jari-jari kaki. (Tabrani dan Majma Uz Zawaid)

226- Abu Darda r.a. meriwayatkan ini pada masa kematiannya: saya hendak menceritakan kepada kamu (sekarang) sebuah hadist yang saya dengar dari Rasulullah SAW yang bersabda: Sembahlah Allah seolah-olah engkau melihat Nya dan jikalau engkau tidak dapat melihat Nya, maka sesunguhnya Dia melihat kamu !anggaplah dirimu diantara orang mati dan waspadalah terhadap do'a orang yang di zalimi, karena seasungguhnya doanya makbul. Dan barangsiapa yang sanggup dari antara kamu untuk menghadiri dua shalat isya dan fajar (dengan berjama'ah) meskipun dengan meangkat, maka hendaklah ia melakukan demikian!. (tabrani Majma UZ Zawaid)

227- Ibnu umar r.anhuma meriwayatkan bahwa rasulullah SAW bersabda: kerjakanlah shalat seperti seorang yang sedang dalam bermusafir (dalam dunia ini), karena meskipun engkau melihat-Nya (Allah) dan jikalau engkau tidak melihat-Nya sesungguhnya Ia melihat kamu! (Jami’us Saghir)
228- Abdullah r.a. meriwayatkan bahwa kami sering mengucapkan salam kepada Rasullullah SAW meskipun ia sedang berada dalam shalat, dan ia senantiasa menjawab salam kami. Kemudian apabila kami kembali dari Najasy, kami mengucap salam (sebagaimana biasanya) kepadanya akan tetapi ia tidak menjawab oleh sebab itu kami berkata: Wahai rasulullah! kami biasa mengucap salam kepadamu dalam shalat dan engkau menjawab salam kami. Baginda menjawab: sesungguhnya shalat menghendaki seluruh perhatian seseorang. (HR.Muslim).
Catatan : najasy adalah gelaran untuk Raja Ethiopia dahulu. Sejumlah orang islam telah berpindah ke Ethiopia dibawah jaminan Najasy.
229- Abdullah r.a.meriwayatkan: Saya melihat Rasulullah SAW mengerjakan shalat, dan terdengar dari dadanya suara seperti putaran batu gilingan karena tangisannya. (Hr.Abu daud)
230- Ibnu Abbas r.anhuma meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: perumpamaan shalat fardhu adalah seperti sebuah timbangan, barangsiapa yang memberi sepenuhnya, akan mengambil sepenuhnya (barangsiapa mengerjakan shalat dengan sempurna dan dengan betul akan mendapat pahala penuh dari Nya). (baihaqi dan Targhib)

Bersambung pada postingan berikutnya (Khusyu dan Khudhu dalam Sholat Bagian 3)

KHUSYU’ DAN KHUDHU’ DALAM SHOLAT Bagian 1

TAKUT DAN TAWAJJUH DALAM SHALAT

Ayat-ayat Al-Qur’an
قال الله تعالى : حفظوا على الصلوات وآصلوة آلوسطى وقوموا لله قنتين  ( البقرة: 238)
Allah SWT berfirman: peliharalah selalu semua shalat-shalat fardhu dan (terutama) shalat pada pertengahan (shalat ashar), dan berdirilah di hadapan Allah dengan ketaatan yang khusyu’. (Al-Baqarah 2: 238... )

وقال تعالى: وآستعينوا بآلصبر وآلصلوة وإنها لكبيرة اٌلا على آلخشعين % ( البقرة: 45 )

Allah SWT berfirman: Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat; dan ini sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’ dan berserah diri kepada Allah ). (Al-Baqarah 2:45)

Catatan: sabar bermakna bahwa seorang menahan dirinya dari nafsunya dan bisikan-bisikan dari dalamnya dan menuruti semua perintah-perintah Allah. Serupa juga menahan sabar atas kesulitan-kesulitan juga termasuk sabar. Ayat yang memerintahkan iniuntuk mengamalkan agama maka pertolongan diperoleh melalui sabar dan shalat.

وقال تعالى : قد أفلح آلمؤمنون % آلذين هم فى صلاتهم خشعون % ( المؤمنون : 1-2)

Allah SWT berfirman: sesungguhnya orang-orang beriman yang mendapat kesuksesan adalah mereka yang khusyu’ dalam shalat mereka. (Al-Mukminun 23:1-2)


Hadist-hadist Nabawi

212- عن عثمان رضى الله عنه فال : سمعت رسو ل الله r يقول : ما من امرىء مسلم تحضره صلاة مكتو بة، فيحسن وضوء ها وخسو عها وركو عها، إلا كانت كفارة لما قبلها من الذنوب ما لم يؤت كبيرة، وذلك الدهر كله. رواه مسلم، باب فضل الوضوء ... صحيح مسلم 1/ 206 طبع دار إحياء التراث العربى

212- Ustman Ibnu Affan r.a. meriwayatkan : saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : tiada seorang muslim yang apabila tiba waktu shalat fardhu mengambil wudhu’ denga sempurna dan mengerjakan shalat dengan khusu’ dan ruku’ yang sempurna, kecuali shalatnya itu akan menjadi penghapusan keatas dosa-dosanya yang telah lampau; selama ia tidak mengerjakan dosa-dosa yang besar, maka kelebihan shalat ini akan memberi manfaat kepadanya sepanjang waktu. (HR.Muslim).
Catatan: Khusyu’ dalam shalat bermakna bahwa hati seseorang dipenuhi dengan kebesaran dan keagungan Allah, dan anggota-anggota badannya berada dalam keadaan tenteram. Khusyu’ juga bermaksud memfokuskan pandangan ketika berdiri pada tempat di mana sujud dilakukan; ketika ruku’ mata ditujukan kepada jari-jari kaki; ketika sujud mata diarahkan pada hidung, dan pada ketika duduk mata diarahkan pada paha. (bayanul Qur’an dan Sarhus Sunnah Abu Daud lil ayni )

213- Zaid Ibnu Khalid Al Juhani r.a. meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda: Barangsiapa yang mengambil wudhu’ dengan sempurna dan kemudian mengerjakan dua rakaat shalat, dalam suatu cara yang ia tidak melupakan sesuatu selama shalat (dengan keseluuhan konsentrasi kepada Allah Ta’ala ), maka semua dosa-dosanya yang lampau diampuni. ( HR.Abu Daud )

214- Uqbah Ibnu Amir Al Juhani r.a. meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda: Tidaklah seorang muslim mengambil wudhu’ dan berwudu’ secara sempurna, kemusian berdiri dalam shalat, penuh tawajjuh pada apa yang ia ucapkan kecuali ia meninggalkan (sesudah menyempurnakan) shalatnya (dalam keadan) bebas dari dosa, sebagaimana pada hari ibunya melahirkan dia. (Mustadrak Hakim)

215- Humran rahmatullahialaihi, hamba yang dibebaskan oleh Ustman r.a. menceritakan: Ustman Ibnu Affan r.a. meminta air kemudian berwudhu’. Ia membasuh tangannya tiga kali, kemudian ia memasukkan air ke mulutnya dan ke hidungnya dan membasuh mukanya tiga kali. Kemudian ia membasuh lengan tangannya sampai ke siku tiga kali, dan membasuh lengan kirinya seperti itu juga, kemudian menyapukan kepalanya dengan tangannya yang basah dan ia membasuh kaki kanannya termasuk pergelangan kaki tiga kali, kemudian ia membasuh kaki kirinya seperti itu juga, dan ia berkata: saya melihat Rasulullah SAW mengerjakan wudhu’ seperti yang saya kerjakan, dan Rasulullah SAW bersabda: barangsiapa yang wudhu'nya serupa dengan wudhu’ku, kemudian berdiri dan mengerjakan dua rakaat, tidak memikirkan sesuatu yang lain (dengan penuh konsentrasi), maka segala dosa-dosanya yang terdahulu diampuni. Ibnu Sihab rahmatullahialaihi berkata ulama-ulama kita mengatakan, untuk shalat inilah wudhu’ yang paling sempurna. (HR.Muslim ).

216- Abu Darda r.a meriwayatkan: saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: barangsiapa yang mengambil wudhu’ dengan sempurna, kemudian mengerjakan dua rakaat atau empat rakaat, (periwayat ragu-ragu apakah ia mendengar Rasululah SAW mengatakan dua rakaat atau empat rakaat), mengerjakan ruku’ dengan baik dan dengan khusyu’ (merendahkan diri dan penuh ketakutan ), kemudian berdo'a kepada Alah bagi kemapunan; maka ia akan diampuni. (Musnad Ahmad dan Majam Uz Zawaid)

217- Uqbah Ibnu Amir Al Juhani ra.a meriwayatkan bahwa rasulullah SAW bersabda: barang siapa yang berwudhu’ dengan sempurna dan kemudian mengerjakan dua rakaat, sedemikian rupa sehingga hatinya penuh perhatian dan badannya berada dalam keadan rileks, maka sorga menjadi wajib baginya! (HR.Abu daud)

218- Jabir r.a. meriwayatkan bahwa seorang datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya: Wahai Rasulullah! shalat yang bagaimanakah yang adalah shalat yang terbaik? Baginda menjawab: (seorang yang shalatnya dengan) qunut yang panjang. (Ibnu Hibban).

Catatan : Qunut di sini bermakna berdiri dalam shalat dan membaca Al Qur’an dengan penuh khusyuk kepada Allah.

219- Mughirah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW berdiri dalam shalat sangat lama sehingga kaki-kakinya menjadi bengkak. Dikatakan kepadanya, Allah SWT telah mengampuni dosa-dosamu pada masa yang lampau dan masa yang akan datang. Baginda berkata: tidakkah aku menjadi seorang hamba yang bersyukur kepada Allah? (HR.Bukhari )


220- Amar Ibnu Yasir r.anhuma meriwayatkan: Saya mendengar rasulullah SAW bersada: sesungguhnya seorang meninggalkan (dari tempat ia telah mengerjakan shalatnya) dan tidak tertulis baginya kecuali sepersepuluh (pahala) shalatnya atau sepersembilan, atau seperdelapan, atau sepertujuh; atau seperenam; atau seperlima; atau sperempat; atau sepertiga; atau separuh pahala dari shalatnya. (HR.Abu Daud)
Catatan : Hadist ini menjelaskan bahwa semakin ikhlas dan khusyu’ bentuk lahir dan bathin dalam shalat seseorang yang mendekati sunnah, maka semakin besar pahalanya (Badzhl Majhud).

Bersambung pada postingan berikutnya..... (Khusyu' dan Khudhu' Dalam Sholat Bagian 2)

Tips Shalat Khusyu' dari Dr. Kholil al Harbi

Mencapai shalat khusyu' bukanlah perkara yang mudah. Apalagi bagi kita yang masih awam. Sedikit sekali orang yang mampu khusyu' dalam shalatnya. Jika kenyataannya demikian, wajib bagi muslim untuk senantiasa berusaha agar khusyu' itu bisa terwujud dalam shalat walaupun hanya sesaat. Sehingga shalatnya kita termasuk dalam shalatnya orang-orang yang sempurna menurut pandangan Allah Swt sebagaimana yang diterangkan banyak ayat dalam Al-Qur-an.
 
Dalam sebuah kesempatan di Bandung, tim Percikan Iman Online berkesempatan berbincang dengan Dr. Kholil al Harbi seorang Ulama dan salah satu Imam di Masjid Madinah Almunawwarah. 
Bagaimana cara supaya shalat kita khusyu', berikut rangkuman hasil wawancaranya dan tips dari Dr. Kholil al Harbi:
 
1. Lakukan dengan tumaninah
Salah satu resep kekhusyu’an, lakukan shalat dengan benar sesuai dengan contoh Rasulullah Saw. Lakukan dengan tenang dan tumaninah. “ … dan ruku'lah sehingga kamu tuma’ninah dalam ruku' itu. Lalu tegaklah berdiri sampai kamu tuma’ninah dalam berdiri … dst.’ 
 
2. Konsentrasi
Pengertian khusyu’ dalam shalat, Al-Hilali dalam Al-Khusyu adalah kondisi hati yang penuh dengan ketakutan, mawas diri, dan tunduk pasrah di hadapan keagungan Allah Swt. Semua itu membekas dalam gerakan-gerakan badan yang penuh hikmat dan konsentrasi dalam shalat. Yang paling penting untuk mencapai kekhusyu’an adalah kesungguhan. Kesungguhan untuk melawan hawa nafsu kita terus menerus. Dengan melakukan dengan sungsuh-sungguh terus-menerus Allah Swt akan memberikan jalan yang mudah. Sebagaimana yang diterangkan dalam surat Al–Ankabut, Allah Swt menerangkan, orang orang yang bersungguh-sungguh di jalanku akan diberikan jalan, solusi, dan bimbingan. “Hilangkan pikiran tentang hal berbau duniawi. Ketika kita masuk masjid kita simpan urusan dunia di belakang kita. Jangan sampai kita masuk masjid tapi dunia juga kita pikirkan dibawa dalam shalat,” tegasnya.
Dalam shalat, seseorang juga harus betul-betul mendatangkan roh dan jasadnya. Jangan sampai shalat itu hanya jasadnya. Kebanyakan orang melaksanakan shalat hanya dengan jasadnya. Sampai Rasulullah Saw mengatakan ada orang yang melaksanakan shalat hanya mendapatkan seperempatnya, seperenam, dan seperdelapannya. 
 
3. Shalat = permohonan
Dalam Malfuzat, vol. II: 145, diungkapkan, shalat tidak semata-mata hanya gerakan dan sikap tubuh. Sebagian orang bersicepat dalam shalat seperti ayam yang mematuk remah-remah di tanah, tetapi setelah itu berdoa panjang-panjang. Tentu ia tidak memperoleh kenikmatan dalam shalatnya, ia pun belum mendapatkan kenikmatan keimanan. Padahal, makna shalat adalah do’a atau permohonan. Jadikanlah shalat sebagai sarana untuk mengajukan permohonan doa. 
 
4. Menganggap Shalat sebagai Kebutuhan
Orang yang menjadikan shalatnya sebagai kebutuhan merupakan orang yang sudah lebih meningkat pemahamannya tentang makna shalat. Ia sudah menyadari bahwa shalat itu dilakukan untuk keperluan dirinya, bukan keperluan Allah Swt. Ia melaksanakan shalatnya dengan ikhlas, diliputi harapan pada-Nya, dan selalu memohon ridho Allah Swt. Jika shalat sudah menjadi kebutuhan, maka shalat bukan lagi beban yang akan membuatnya tidak tuma'ninah. Justru harus sebaliknya, merasa beban bila tidak melakukan shalat itu. 
 
5. Jadikan Shalat Terakhir
Ketika kita shalat, kita anggap dan jadikan shalat ini seakan-akan shalat yang terakhir. Maka yang terpenting menjadikan setiap shalat kita adalah shalat yang terakhir. Karena kita tidak tahu usia kita. Boleh jadi ini yang terakhir buat kita. Dalam sebuah hadits dikatakan, ketika engkau shalat maka shalatlah seperti orang yang shalat tua, perpisahan atau shalat terakhir. 
 
6. Datang Lebih Awal
Selain itu, kata Dr. Kholil al Harbi, yang dapat membantu agar khusyuk dalam shalat. Kita harus datang ke tempat shalat itu lebih awal. “Dengan begitu, kita bisa shalat rowatib, berdo'a dulu, dan lain-lain, kita seolah mendatangkan roh dalam shalat. Adapun orang yang datang ketika waktu qomat atau mungkin telat, dia sibuk dan pasti mempercepat shalatnya, sehingga dia pasti tidak akan bisa khusyuk,” jelasnya.
 
7. Seolah-olah sedang curhat dengan Allah
Hendaklah orang yang shalat menyadari bahwa shalat adalah perjumpaan, sekaligus komunikasi dengan Allah Swt. Hal ini diisyaratkan oleh Rasulullah Saw. “Apabila seorang di antaramu sedang shalat, sesungguhnya dirinya sedang berkomunikasi kepada Allah Swt…” (Al-Bukhari: 531, Muslim: syarah Nawawi: 5/40-41).
 
Dalam shahih Muslim diriwayatkan bahwa Rasullulah Saw. bersabda “Seandainya seorang hamba (sesudah berwudhu dengan baik) tegak melakukan shalat, memuji Allah Swt., menyanjung-Nya, mensucikan diri-Nya, yang mana itu memang merupakan hak-Nya, mengonsentrasikan diri hanya mengingat Allah Swt., maka ia akan keluar dari shalatnya laksana bayi yang baru dilahirkan” (832 dan Ahmad: IV/ 112-385). “Saya memberikan pesan bahwa setiap kita yang membaca harus memperhatikan apa yang dibacanya. Karena setiap apa yang dibaca, kita akan mendapatkan masukan (input), dan output. Jika kita mendapatkan masukan yang baik, tentunya akan baik pula apa yang kita keluarkan. Begitu juga sebaliknya, jika kita mendapatkan masukan yang jelek, akan jelek juga sesuatu itu keluar,” begitu pungkasnya.
 

Wallahu a'lam
Semoga Bermanfaat

Rabu, 19 Juli 2017

Sujud yang dicontohkan Nabi SAW

Sujud yang tidak sempurna dapat membatalkan Sholat..

Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam diperintahkan untuk melakukan sujud dengan bertumpu pada 7 anggota badan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat lain, juga dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Aku diperintahkan untuk bersujud dengan bertumpu pada tujuh anggota badan: dahi (dan beliau berisyarat dengan menyentuhkan tangan ke hidung beliau), dua telapak tangan, dua lutut, dan ujung-ujung dua kaki…” (HR. Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan hadits, tujuh anggota sujud dapat kita rinci:
• Dahi (mencakup hidung).
• Dua telapak tangan.
• Dua lutut.
• Dua ujung-ujung kaki.

Praktek beliau ketika sujud, hidung dipastikan menempel di lantai.

Sahabat Abu Humaid Radhiyallahu ‘anhu menceritakan cara shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menempelkan dahi dan hidungnya ke lantai…” (HR. Abu Daud dan dishahihkan al-Albani).

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menekankan agar dahi dan hidung benar-benar menempel di lantai.

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Allah tidak menerima shalat bagi orang yang tidak menempelkan hidungnya ke tanah, sebagaimana dia menempelkan dahinya ke tanah.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf 2710, Abdurrazaq dalam Mushannaf 2898, ad-Daruquthni dalam Sunannya 1335 dan dishahihkan Al-Albani).

Hadits ini menunjukkan, menempelkan hidung ketika sujud hukumnya wajib. Dan ini merupakan pendapat Imam Ahmad & Ibnu Habib (ulama Malikiyah). (al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 4/208).

Bagaimana Jika Ada salah Satu Anggota Sujud tidak Menyentuh Lantai?
Praktek semacam ini sangat sering kita jumpai di masjid. Yang sering menjadi korban adalah kaki. Bagian kaki tidak menempel tanah. Terutama ketika sujud kedua. Sehingga orang ini tidak sujud dengan bertumpu pada 7 anggota sujud.

Sebagian ulama menilai, sujud semacam ini batal, sehingga shalatnya tidak sah.

An-Nawawi mengatakan, “Untuk anggota sujud dua tangan, dua lutut, dan dua ujung kaki, apakah wajib sujud dengan menempelkan kedua anggota badan yang berpasangan itu? Ada dua pendapat Imam ‘alaihis salam-Syafii.
Pendapat pertama, tidak wajib. Namun sunah muakkad (yang ditekankan).
Pendapat kedua, hukumya wajib. Dan ini pendapat yang benar, dan yang dinilai kuat oleh as-Syafi’i Rahimahullah.
Karena itu, jika ada salah satu anggota sujud yang tidak ditempelkan, shalatnya tidak sah.” (al-Majmu’, 4/208).

Keterangan yang sama juga disampaikan Dr. Sholeh al-Fauzan. Dalam salah satu fatwanya, beliau mengatakan: Orang yang sujud, namun salah satu anggota sujudnya tidak menempel tanah, maka di sana ada rincian:
Jika dia tidak menempelkan sebagian anggota sujud karena udzur yang menghalanginya untuk melakukan hal itu, seperti orang yang tidak bisa sujud dengan meletakkan salah satu anggota sujudnya, maka tidak ada masalah baginya untuk melakukan sujud dengan bertumpu pada anggota sujud yang bisa dia letakkan di tanah. Sementara anggota sujud yang tidak mampu dia letakkan, menjadi udzur baginya.
Namun jika dia tidak meletakkan sebagian anggota sujud tanpa ada udzur yang diizinkan syariat, maka shalatnya tidak sah. Karena dia mengurangi salah satu rukun shalat, yaitu sujud di atas 7 anggota sujud.
Wallahu a’lam.

Silakan share bilamana mengandung kemanfaatan,,,

Jumat, 07 Juli 2017

Pengertian Khusyu' dan Khudhu'




A.     Pengertian 
Khusyu' merupakan sebuah term yang sudah sangat familiar di kalangan umat Islam.  Khusyu' adalah bentuk mashdar dari  خشع – يخشع - خشوعا . Secara etimologis menurut Ibnu Mandhur khusyu' adalah َ رمى ببصره نحو الأَرض وغَضَّه وخفَضَ صوته (mengarahkan pandangan ke bumi dan merendahkan suara). [1] Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa istilah khusyu' hampir sama dengan khudu'. Bedanya khudu' adalah الإِقْرار بالاستِخْذاء (tetap) dan khusus pada badan. Sedangkan khusyu' ada pada badan, suara, dan pandangan. Sesuai dengan firman Allah yang menggunakan kata khusyu' pada tiga hal tersebut, yaitu:
خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ
(dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan.  (QS. Al-Qalam : 43)
وَخَشَعَتِ الْأَصْوَاتُ لِلرَّحْمَنِ فَلَا تَسْمَعُ إِلَّا هَمْسًا
dan merendahlah semua suara kepada Tuhan yang Maha pemurah, Maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja. (QS. Thaha : 108)
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ
banyak muka pada hari itu tunduk terhina, (QS. Al-Ghasyiyah : 2)

Sedangkan secara terminologi menurut Muhammad Shalih al-Munjid khusyu' adalah
الخشوع هو السكون والطمأنينة والتؤدة والوقار والتواضع والحامل عليه الخوف من الله ومراقبته
Khusyu' adalah diam, tenang disertai dengan mengagungkan, merendahkan hati dan ber-muraqabah (perasaan hati yang selalu diawasi) yang berimplikasi kepada rasa takut / khauf kepada Allah SWT.
Khusyu' juga bisa didefinisikan sebagai berikut :

الخشوع هو قيام القلب بين يدي الرب بالخضوع والذل المدارج
Khusyu' adalah tegaknya hati di hadapan Tuhan dengan jiwa yang tunduk dan merasa hina.
 
Lebih lanjut beliau menerangkan bahwasannya khusyu' tempatnya adalah di hati sedangkan buahnya ada pada anggota badan. Secara konklusif, bisa dikatakan bahwa khusyu’ adalah kondisi mental yang penuh konsentrasi kepada Allah saat melakukan shalat ataupun ibadah lainnya. Namun, secara umum, term khusyu’ ini mayoritas dipahami hanya dalam konteks shalat saja.
    
B.     Khusyu’ Dalam Perspektif Al-Qur’an
Berdasarkan penelitian singkat pemakalah di dalam al-Qur'an kurang lebih terdapat 16 ayat yang berbicara mengenai kata khusyu'   baik itu dalam bentuk isim maupun fi'il. Adapun Rincian adalah satu berbentuk isim mashdar,  dua berbentuk Fi'il Madhi dan Fi'il Mudhari', dan selebihnya berbentuk Isim Fa'il. Berdasarkan penelitian singkat pemakalah dari 16 ayat tersebut yang berafiliasi pada shalat ada dua ayat, selebihnya menyangkut hal-hal di luar shalat.  Selengkapnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
NO
AYAT
BENTUK
RUANG LINGKUP
1.
Al-Baqarah : 45
Isim Fa'il
Shalat
2.
Ali Imran : 199
Isim Fa'il
Non-Shalat
3.
Al-Anbiya' : 90
Isim Fa'il
Non-Shalat
4.
Al-Mu'minun : 2
Isim Fa'il
Shalat
5.
Al-Ahzab : 35
Isim Fa'il
Non-Shalat
6.
Fushilat : 39
Isim Fa'il
Non-Shalat
7.
Al-Syura : 45
Isim Fa'il
Non-Shalat
8.
Al-Hasyr : 21
Isim Fa'il
Non-Shalat
9.
Al-Qalam : 43
Isim Fa'il
Non-Shalat
10.
Al-Ma'arij : 44
Isim Fa'il
Non-Shalat
11.
Al-Nazi'at : 9
Isim Fa'il
Non-Shalat
12.
Al-Ghasyiah : 2
Isim Fa'il
Non-Shalat
13.
Al-Qamar : 7
Isim Fa'il
Non-Shalat
14.
Thaha : 108
Fi'il Madhi
Non-Shalat
15.
Al-Hadid : 16
Fi'il Mudhari'
Non-Shalat
16.
Al-Isra' : 109
Isim Mashdar
Non-Shalat

            Dari tabel di atas bisa kita lihat bahwa kata khusyu' yng berkaitan atau bergandengan dengan kata shalat hanya ada pada dua ayat yakni, Al-Baqarah: 45 dan Al-Mu'minun: 2. 
Fakta di atas sangat menarik bagi kami untuk meneliti lebih lanjut apa sebenarnya rahasia di balik semua itu.
            Jika keseluruhan ayat di atas kita jabarkan dalam sebuah narasi singkat, maka kita akan mendapati suatu konsepsi khusyu’ yang cukup menarik. Dalam perspektif al-Qur’an, secara global, khusyu’ adalah kondisi mental yang selalu berkonsentrasi kepada Allah dengan merendah hati akan kebenaran dari Allah dan selalu ingat kepada-Nya, sehingga hal ini akan berimplikasi kepada rasa ketundukan dan kepatuhan kepada-Nya. Selanjutnya, sebagai follow up dari perasaan semacam ini, seluruh anggota badan termasuk penglihatan, suara, (al-Qalam: 43, Thaha: 108) akan serta merta melakukan segala perbuatan yang mencerminkan ketundukan dan kerendahan di hadapan Allah.
Secara spesifik, dalam Al-Baqarah : 45, Khusyu’ disandingkan dengan shalat dan sabar, dan dalam al-Mu’minun : 2 khusyu’ disandingkan dengan shalat saja. Namun, meskipun begitu, khusyu’ tidak hanya terbatas pada shalat dan sabar semata, melainkan pada setiap amalan yang lainnya. Setidaknya Al-Qur’an telah memberikan beberapa kriteria orang-orang khusyu’, diantaranya :
1.      Mereka yang meyakini akan bertemu Tuhan-Nya.
2.      Mereka yang meyakini akan kembali kepada-Nya (Al-Baqarah : 2)
3.      Mereka yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik.
4.      Mereka yang  berdo'a kepada Kami dengan harap dan cemas (Al-Anbiya : 90)
5.      Tunduk hati untuk mengingat Allah
6.      Tuduk hati untuk menerima kebenaran. (Al-Hadid : 16)
Ketika seseorang telah memiliki beberapa kriteria di atas, maka ia dapat dikatakan orang yang khusyu’. Bahkan al-Qur’an menyatakan bahwa di antara ahli kitab pun terdapat orang yang khusyu’ kepada Allah (Ali Imran : 199). Kemudian, bagi mereka yang khusyu’, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar (Al-Ahzab : 35)
 
C.     Jenis-jenis Khusyu'
Membahas mengenai jenis-jenis khusyu' lebih lanjut Ibnul al-Qayyim menjelaskan dalam kitabnya al-Ruuh bahwasannya khusyu' mempunyai dua jenis [3] yaitu:
1. Khusyu' Iman, yaitu kekhusyu'an hati menghadap Allah SWT dengan penuh penghormatan, pengagungan, penghambaan, dan pengharapan sehingga timbul dalam hatinya perasaan malu dan cinta kepada Allah SWT dan kemudian berimplikasi kepada khusyu'nya (tenangnya) anggota badan.
2.      Khusyu' Nifaq, yaitu khusyu' hanya pada anggota badan saja, sedangkan hatinya tidak. Pada khusyu' jenis ini khusyu' hanya ada pada anggota badan saja yang terkesan terlihat tenang, tunduk, namun hatinya jauh dari apa yang sebenarnya terjadi. Khusyu' jenis ini sangat dibenci oleh para ulama'. Karena pada khusyu' jenis ini seseorang hanya memperhatikan aspek dzahir saja sedangkan hatinya batinnya tidak. Hal ini sama halnya dengan sifat munafik yang sangat dibenci oleh agama.
Dari pembagian jenis khusyu' di atas dapat di ambil kesimpulan bahwasannya khusyu' bukanlah hanya sebatas keadaan anggota badan kita yang terkesan tenang. Seseorang dianggap khusyu' tidak hanya sebatas ketika menampakkan sikap yang begitu tenang, namun lebih dari itu yang paling penting dari khusyu' adalah keadaan hati seseorang yang penuh dengan penghormatan, pengagungan, penghambaan, dan pengharapan kepada Allah SWT, sehingga dalam hatinya timbul perasaan malu dan cinta kepada Allah. Ketika hal ini sudah berjalan maka secara otomatis akan berimplikasi pada tenangnya anggota badan. Jadi konsep khusyu' tidak hanya menyangkut aspek dzahir (anggota badan) saja, namun juga menyangkut aspek lain yang bahkan lebih penting, yaitu aspek batin. Hal ini dikarenakan Allah tidak akan melihat pada bentuk seorang hamba, namun pada hatinya.
 
D.    Pendapat Para Mufassir Tentang Ayat Khusyu'
            Pada bab ini kami akan memaparkan sedikit mengenai pendapat para mufassir baik klasik maupun kontemporer mengenai ayat-ayat yang berbicara tentang khusyu'. namun pada pembahasan kali ini kami tidak akan memaparkan semua ayat tentang khusyu' sebagaimana tersebut di atas. Kami hanya akan memaparkan dua ayat tentang khusyu' baik itu yang berkaitan dengan shalat maupun tidak.
 
Al-Baqarah : 45
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ . الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'. (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”
 
Tafsir Ibnu Katsir
Tafsir Ibnu Katsir merupakan salah satu kitab yang bercorak bil ma'tsur, karena dalam hasil tafsiran Ibnu Katsir lebih banyak merupakan produk tafsiran ulama' terdahu. Hal ini dapat terlihat ketika menafsiri ayat di atas Ibnu Katsir menjelaskannya berdasarkan hasil tafsiran ulama'-ulama' teradahulu. Ttafsiran Ibnu Katsir mengenai ayat di atas adalah :
قال ابن أبي طلحة، عن ابن عباس: يعني المصدّقين بما أنزل الله. وقال مجاهد: المؤمنين حقا. وقال أبو العالية: إلا على الخاشعين الخائفين، وقال مقاتل بن حيان: إلا على الخاشعين يعني به المتواضعين. وقال الضحاك: { وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ } قال: إنها لثقيلة إلا على الخاضعين (5) لطاعته، الخائفين سَطَواته، المصدقين بوعده ووعيده[4]
Ibnu Katsir mengutip pendapat Ibnu Abbas bahwa yang dimaksud الخاشعين adalah orang-orang yang membenarkan apa yang diturunkan oleh Allah. Menurut Mujahid adalah orang-orang yang beriman secara benar.  Sedangkan menurut al-Dhahhak adalah orang-orang yang tunduk, taat kepada Allah, takut kepada siksa-Nya, dan orang yang membenarkan janji dan ancaman Allah.
 
Tafsir Al-Alusi
Imam al-Alusi menafsirinya sebagai berikut :
الخاشعين وهم المتواضعون المستكينون[5]
Adalah orang-orang yang tawadhu' atau merendahkan diri.
 
Tafsir Al-Mishbah
Menurut Quraish Shihab الخاشعين adalah orang-orang yang tunduk dan hatinya tentram dengan dzikir kepada Allah[6]. Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwasannya khusyu' dalam ayat ini adalah orang-orang yang hatinya merasa menemui Tuhan, dengan demikian dengan adanya perasaan demikianlah lahir konsep Ihsan, sehingga bagaimana seorang hamba akan berpikiran lain dan main-main sedangkan penciptanya berada di hadapannya. Dengan demikian Quraish shihab menafsirkan khusyu' pada ayat ini adalah kondisi jiwa seseorang yang merasa dekat atau berada di hadapan Allah SWT pada waktu melaksanakan shalat.[7]
 
Imam al-Ghazali
Menurut Imam al-Ghazali khusyu' meliputi enam hal, yaitu kehadiran hati, mengerti antara yang dibaca dan yang diperbuat, mengagungkan Allah SWT, merasa gentar terhadap Allah SWT, merasa penuh harap kepada Allah, dan merasa malu terhadap-Nya. Semuanya itu menyatu dalam rangka melaksanakan shalat. Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa khusyu' merupakan kondisi mental dalam bentuk pemusatan pikiran dan perhatian kepada Allah SWT ketika melakukan shalat.[8]
 
As-Syura : 45
وَتَرَاهُمْ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا خَاشِعِينَ مِنَ الذُّلِّ يَنْظُرُونَ مِنْ طَرْفٍ خَفِيٍّ وَقَالَ الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّ الْخَاسِرِينَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَلَا إِنَّ الظَّالِمِينَ فِي عَذَابٍ مُقِيمٍ
"Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan tunduk karena (merasa) hina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu. Dan orang-orang yang beriman berkata: "Sesungguhnya orang-orang yang merugi ialah orang-orang yang kehilangan diri mereka sendiri dan (kehilangan) keluarga mereka pada hari kiamat. Ingatlah, sesungguhnya orang- orang yang zalim itu berada dalam azab yang kekal"
 
Tafsir Al-Kasyaf
{ خاشعين } متضائلين متقاصرين[9]
Al-Khasyi'in adalah orang-orang yang merasa kecil, lemah, dan kekurangan.
 
Tafsir Al-Thabari
خَاشِعِينَ مِنَ الذُّلِّ, يقول: خاضعين متذللين[10]
Dari penafsiran kedua mufassir di atas dapat diketahui bahwasannya pada ayat ini menggambarkan orang-orang calon penghuni neraka ketika akan dimasukkan ke dalam neraka. Mereka tertunduk karena merasa hina.
 
E.     Hadits dan Atsar Tentang Khusyu’
1.     Kanzul ‘Ummal no. 22.525
عن أبى بكر بن محمد بن عمرو بن حزم قال : خطب أبو بكر الصديق فقال قال رسول الله  - صلى الله عليه وسلم -  تعوذوا بالله من خشوع النفاق قالوا يا رسول الله وما خشوع النفاق قال خشوع البدن ونفاق القلب (الحكيم ، والعسكرى فى الأمثال ، والبيهقى فى شعب الإيمان)


2.     Sunan Nasa’i no. 5375
أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا خَلَفٌ عَنْ حَفْصٍ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو بِهَذِهِ الدَّعَوَاتِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ وَقَلْبٍ لَا يَخْشَعُ وَدُعَاءٍ لَا يُسْمَعُ وَنَفْسٍ لَا تَشْبَعُ ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَؤُلَاءِ الْأَرْبَعِ

     3.  Sunan Baihaqy no. 2080
أخبرنا أبو زكريا بن أبي إسحاق المزكي ثنا أبو الحسن أحمد بن محمد بن عبدوس الطرائفي حدثنا عثمان بن سعيد الدارمي ثنا عبد الله بن صالح عن معاوية بن صالح عن علي بن أبي طلحة ....  قال بن عباس وليميز أهل اليقين من أهل الشك والريبة قال الله عز و جل { وإن كانت لكبيرة إلا على الذين هدى الله } يعني تحويلها على أهل الشك إلا على الخاشعين يعني المصدقين بما أنزل الله تعالى قال الشافعي رحمه الله في قولة { فثم وجه الله } يعني والله أعلم فثم الوجه الذي وجهكم الله إليه


4.    Syu’ubul Iman no. 3489
أخبرنا أبو طاهر الفقيه أنا أبو بكر القطان أنا أحمد بن يوسف نا محمد بن يوسف قال : ذكر سفيان عن ثور عن خالد بن معدان عن أبي ذر عن معاذ بن جبل قال : من أصاب مالا فأنفقه في حق كان من الشاكرين فإن آثره على نفسه كان من الخاشعين
ٍ
DAFTAR PUSTAKA

Al-Zamakhsyari. Al-Kasyaf, Maktabah Syamilah
Al-Alusi. Tafsir Al-Alusi, Maktabah Syamilah
Al-Thabari. Jami'ul Bayan, Maktabah Syamilah
Katsir, Ibnu. Tafsir Al-Qur'an Al-'Adzim, Maktabah Syamilah
Al-Qayyim, Ibnu. Al-Ruuh, Maktabah Syamilah.
Mandhur, Ibnu. Lisanul 'Arab. Maktabah Syamilah
Rodiah, dkk. Studi Al-Qur'an : Metode dan Konsep. Ed. Shahiron Syamsuddin. Yogyakarta : Elsaaq. 2010
Al-Munjid, Muhammad Shalih. 33 Sababab lil Khusyu' fi al-Shalat. Maktabah Syamilah
 
 
Wallahu A'lam
Semoga Bermanfaat
Diantara yang banyak dilakukan panitia zakat fithri di negeri kita adalah mewajibkan adanya lafadz ijab-qabul dalam zakat fithri. Lafadz ijab artinya lafadz yang diucapkan pembayar zakat untuk menegaskan perbuatannya membayar zakat fithri, misalnya berkata “saya serahkan beras ini sebagai zakat fithrah saya dan keluarga… dst”. Lafadz qabul artinya lafadz yang diucapkan penerima zakat untuk menegaskan bahwa ia telah menerima zakat tersebut, misalnya berkata “saya terima beras ini sebagai zakat dari Bapak Fulan ….. dst”. Bahkan sebagian panitia ada yang berlebihan sehingga menganggap tidak sah zakat fithri jika tanpa lafadz ijab-qabul. Simak pembahasan berikut.

Sumber: https://muslim.or.id/22211-lafadz-ijab-qabul-dalam-zakat-fithri.html