Falsafah PSHT

Manusia dapat dihancurkan, Manusia dapat dimatikan,
tetapi manusia tidak dapat dikalahkan selama manusia itu
masih Setia kepada dirinya sendiri atau ber-SH pada dirinya sendiri

Selasa, 22 September 2015

H. Tarmadji Boedi Harsono, SE.


Hidup tak ubahnya seperti air. Bergerak mengalir dari hulu, berproses, menuju muara. Begitupun perjalanan hidup H.Tarmadji Boedi Harsono, SE. Siswa kinasih R.M. Imam Koesoepangat (peletak dasar reformasi ajaran Persaudaraan Setia Hati Terate ) ini, layaknya sebagai manusia lumrah telah berproses melewati perjalanan waktu liku-liku dalamnya. Atas proses serta bimbingan langsung dari RM. Imam Koesoepangat itu pulalah, akhirnya mencapai puncak tataran ilmu Setia Hati dan dipercaya menjadi Ketua Umum Pusat empat periode berturut-turut sejak tahun 1981 hingga tahun 2000. H.Tarmadji Boedi Harsono, S.E lahir di Madiun pada Februari 1946. Ia merupakan anak sulung dari enam bersaudara, dari keluarga sederhana dengan tingkat perekonomian pas-pasan. Ayahnya, Suratman, hanyalah seorang pegawai di Departemen Transmigrasi, sedangkan ibunya, Hj. Tunik hanya sebagai ibu rumah tangga. Dari latar belakang keluarga ini, dia pun melewati masa kecil penuh kesederhanaan. Namun ketika Tarmadji Boedi Harsono beranjak dewasa, kekurangan ini justru melahirkan semangat juang yang tinggi dalam merubah nasib, hingga dia berhasil menjadi seorang tokoh cukup diperhitungkan. Sosok tokoh yang tidak saja diperhitungkan di sisi harkat dan martabatnya, akan tetapi juga berhasil menyeruak kepermukaan dan mampu mengenyam kehidupan cukup layak dan wajar.

Masa kecil H.Tarmadji Boedi Harsono,S.E sendiri berjalan biasa-biasa saja, laiknya seorang bocah. Di kalangan teman sepermainannnya dia dikenal sebagai anak pemberani dan nakal. Bahkan sejak duduk di bangku kelas 3 SD Panggung Madiun, Tarmadi (demikian dia punya nama kecil) sudah berani berkelahi di luar. Kenakalannnya berlanjut hingga ia masuk SMP. Bahkan ketika duduk di SMU I Madiun ia pernah diancam akan dikeluarkan dari sekolah jika tetap senang berkelahi.

Yang agak berbeda dibanding teman seusia adalah, kesukaan dia bermain dengan teman yang usianya jauh lebih tua. Barangkali karena kesukaannya ini, kelak menjadikan cara berpikir Tarmadji Boedi Harsono cepat kelihatan dewasa.

Masuk Persaudaraan Setia Hati Terate
Tarmadji Boedi Harsono mulai tertarik pada olah kanuragan (beladiri), saat berusia 12 tahun. Ceritanya, saat itu, tahun 1958, di halaman Rumah Dinas Walikota Madiun digelar pertandingan seni beladiri pencak silat (sekarang pemainan ganda). Satu tradisi tahunan yang selalu diadakan untuk menyambut hari proklamasi kemerdekaan. Tarmadji kecil sempat kagum pada permainan para pendekar yang tanpil di panggung, terutama R.M Imam Koesoepangat, yang tampil saat itu dan keluar sebagai juara.

Sepulang melihat gelar permainan seni bela diri beladiri pencat silat itu benaknya dipenuhi obsesi keperkasaan para pendekar yang tampil di gelangggang. Ia bermimipi dalam cita rasa dan kekaguman jiwa kanak-kanak. Cita rasa dan kekaguman itu menyulut keinginan dia belajar pencak agar menjadi pendekar perkasa. Sosok pendekar sakti sekaligus juara persis seperti yang tergambar di dalam benaknya.

Kebetulan tidak jauh dari rumahnya, tepatnya di Paviliun Kabupaten Madiun (rumah keluarga R.M. Koesoepangat terletak bersebelahan dengan Pendopo Kabupaten Madiun) ada latihan pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate. Pelatihnya adalah R.M. Imam Koesoepangat. Selang sepekan sejak menonton permainan seni pencak silat di halaman Rumah Dinas Walikota itu, Tarmadji Boedi Harsono memberanikan diri menemui R.M Imam Koesoepangat, meminta agar diperbolehkan ikut latihan. Namun, permintaan itu ditolak dengan alasan usianya masih terlalu muda.

Saat itu, ada tata tertib, yang boleh mengikuti latihan Persausaraan Setia Hati Terate adalah anak dengan usia 17 tahun ke atas (sudah dewasa). Atau anak yang sudah duduk di bangku SLTA . Ia baru diperbolehkan ikut latihan pada tahun berikutnya, yakni tahun 1959. Kebetulan adik mas Imam, R.M. Abdullah Koesnowidjojo (mas gegot), juga ngotot ingin ikut latihan. Untuk menemani, Tarmadji, akhirnya diperbolehkan ikut latihan, dengan syarat harus menempati baris paling belakang bersama-sama dengan Mas Gegot.

Kesempatan pertama yang diberikan padanya benar-benar tak disia-siakan. Hari-hari setelah diizinkan ikut latihan boleh dibilang dipenuhi gerak dan langkah Persaudaraan Setia Hati Terate. Apalagi jadwal latihan saat itu belum terformat seperti sekarang ini. Kadang siang hari sepulang R.M. Imam Koesoepangat dari pekerjaannya. Tidak jarang ia berlatih di malam hari hingga waktu fajar. Satu hal yang cukup mendukung proses latihaimya adalah kedekatan tempat tinggalnya dengan Pavilium. Ini karena rumah keluarga Tarmadji hanya terpaut sekitar 200 meter arah barat dari Paviliun. Terlebih, R.M. Abdullah Koesnowidjojo sendiri merupakan teman akrabnya. Hampir setiap hari, ia bermain di Pavilium dan setiap pukul 13.00 WIB, ia dan R.M. Abdullah Koesnowidjojo, telah menunggu kepulangan Mas Imam (panggilan akrab R.M. Imam Koesoepangat) di beranda Pavilium. Begitu melihat Mas Imam pulang ia langsung menyalaminya dan bersabar menunggu sang pelatih makan siang. Kadang harus bersabar pula menunggu cukup lama, karena Mas Imam perlu istirahat selepas kerja.

Berhari-hari, berbulan bahkan bertahun, ketekunan dan kesabaran serupa itu dilakukannya. Obsesinya hanya satu, ia ingin menjadi pendekar Persaudaraan Setia Hati Terate. Seorang pendekar yang tidak saja menguasai ilmu beladiri, tapi juga mengerti hakikat kehidupan. la ingin tampil menjadi sosok manusia seutuhnya. Manusia yang cukup diperhitungkan, menjadi teladan bagi sesama. Dan jalan itu kini mulai terbuka. Tarmadji Boedi Harsono tidak ingin menyia-nyiakannya

Ketekunan dan kemauan kerasnya itu menjadikan R.M. Imam Koesoepangat menaruh perhatian penuh padanya. Perhatian itu ditunjukkan dengan seringnya dia diajak mendampingi beliau melakukan tirakatan ke berbagai tempat, kendati saat itu masih siswa dan belum disyahkan.

Dari Paviliun ini, Tarmadji Boedi Harsono kecil, selain belajar pencak silat, juga mulai menyerap ajaran tatakrama pergaulan dalam lingkup kaum ningrat. Satu tatanan pergaulan kelompok bangsawan trah kadipaten pada zamannya. Pergaulannya dengan R.M. Imam Koesoepangat ini, membuka cakrawala baru baginya. Tarmadji yang lahir dan berangkat dari keluarga awam, sedikit demi sedikit mulai belajar tatakrama rutinitas hidup kaum bangsawan. Dari tatakrama bertegur sapa dengan orang yang usianya lebih tua, bertamu, makan, minum. hingga ke hal-hal yang berbau ritual, misalnya olahrasa (latihan mempertajam daya cipta) atau laku tirakat. Dalam istilah lebih ritual lagi, sering disebut sebagai tapa brata, di samping tetap tekun belajar olah kanuragan.

Salah satu pesan yang selalu ditekankan R.M. Imam Koesoepangat setiap kali mengajak dia melakukan tirakatan adalah; “Jika kamu ingin hidup bahagia, kamu harus rajin melakukan tirakat. Disiplin mengendalikan dirimu sendiri dan jangan hanya mengejar kesenangan hidup. Nek sing mok goleki senenge, bakal ketemu sengsarana. Kosokbaline, nek sing mok goleki sengsarane, bakal ketemu senenge (Jika kamu hanya mengejar kesenangan kamu akan terjerumus ke lembah kesengsaraan. Sebaliknya jika kamu rajin berlatih, mengendalikan hawa nafsu tirakatan, kelak kamu akan menemukan kebahagiaan). Ingat, Sepira gedhening sengsara, yen tinampa amung dadi coba (Seberat apa pun kesengsaraan yang kamu jalani, jika diterima dengan lapang dada, akan membuahkan hikmah).

Berangkat dari Pavilum ini pula, dia mulai mengenal tokoh Persaudaraan Setia Hati Terate, seperti Soetomo Mangkoedjojo, Badini, Salyo (Yogyakarta). Murtadji (Solo), Sudardjo (Porong) dan Harsono (putra Ki Hadjar Hardjo Oetomo-pendiri PSHT), Koentjoro, Margono, Drs. Isayo (ketiganya tinggal di Surabaya, serta Niti (Malang). Di samping mulai akrab dengan sesama siswa Persaudaraan Setia Hati Terate. Di antaranya, Soedibjo (sekarang tinggal di Palembang), Sumarsono (Madiun), Bambang Tunggul Wulung (putra Soetomo Mangkoedjojo, kini tinggal di Semarang), Sudiro (alm), Sudarso (alm), Bibit Soekadi (alm) dan R.M. Abdullah Koesnowidjojo (alm).

Suatu malam, tepatnya sepekan sebelum dia disyahkan, Soetomo Mangkoedjojo datang ke rumahnya. Padahal saat itu malam sudah larut dan ia sendiri mulai beranjak tidur. Mendengar suara ketukan di pintu, ia pun bangkit, membukakan pintu. la sempat kaget saat mengetahui yang datang adalah tokoh Persaudaraan Setia Hati Terate. Namun ketika dipersilakan masuk, Soetomo Mangkoedjojo menolaknya dan hanya berpesan,” Dik, persaudaraan nang SH Terate, nek ana sedulure teko, mbuh iku awan apa bengi, bukakno lawang sing amba. Mengko awakmu bakal entuk hikmahe, ” (Dik, Persaudaraan di Setia Hati Terate itu, jika ada saudara datang, entah itu siang atau malam, bukakan pintu lebar-lebar. Nanti, engkau bakal mendapatkan hikmah.)”

Pesan dari tokoh peletak dasar organisasi Persaudaraan Setia Hati Terate itu, hingga di hari tuanya seolah-olah terus terngiang dalam benaknya. Pesan itu pulalah yang menjadikan dirinya setiap saat selalu bersedia membukakan pintu bagi warga Persaudaraan Setia Hati Terate yang bertandang ke rumahnya di Jl. MT. Haryono 80 Madiun, hingga saat ini.

Setelah berlatih selama lima tahun, yakni pada tahun 1963, Tarmadji Boedi Harsono disyahkan menjadi Pendekar Persaudaraan Setia Hati Terate Tingkat I, bersama-sama Soediro, Soedarso, Bibit Soekadi, Soemarsono, Soedibjo, Bambang Tunggul Wulung dan R.M Abdullah Koesnowidjojo.

Turun ke Gelangang

Keberhasilan Tarmadji Boedi Harsono meraih gelar Pendekar Tingkat I, tidak menjadikan dirinya besar kepala. la justru menerima anugerah tersebut dengan rasa syukur dan tetap tawakal. la berprinsip, keberhasilan itu barulah awal dari perjalanannya di dunia ilmu kanuragan. Masih banyak hal yang harus dipelajarinya. Dan, itu hanya bisa dilakukan jika ia tetap tekun berlatih dan belajar. Pilihannya sudah bulat. Maknanya, ia pun harus mampu melanjutkan perjalanan hingga ke titik akhir.

Pada tahun 1961, Tarmadji mulai masuk ke gelanggang pendulangan medali pencak silat dan berhasil meraih juara I dalam permainan ganda tingkat kanak-kanak se Jawa Timur, berpasangan dengan Abdullah Koesnowidjojo. Sukses itu, diulang lagi tahun 1963. Di tahun yang sama, sebenarnya Tarmadji berkeinginan turun ke pertandingan adu bebas di Madiun, akan tetapi Mas Imam melarang. la sempat menangis karena dilarang ikut bertanding. Tahun 1966, pasangan Tarmadji dan RB. Wijono kembali ikut kejuaraan yang sama di Jatim. Namun ia sombong sebelum bertanding. Meremehkan lawan. Akibatnya, gagal mempertahankan juara dan hanya berhasil merebut juara II. Kesombongan berbuah kehancuran. Kegagalan mempertahankan gelar ini, menjadikan dirinya malu berat dan tidak mau mengambil tropi kejuaraan.

Kasus serupa terulang lagi pada tahun 1968, saat mengikuti kejuaraan di Jember. Padahal sebelum berangkat Mas Imam sudah memperingatkan agar ia tidak usah ikut karena kurang persiapan. Namun Tarmadji nekat berangkat. Dan, hasilnya adalah kekalahan yang menyedihkan, karena hanya berhasil menjadi Juara harapan.

Kegagalan demi kegagalan mempertahankan gelar juara, menjadikan Tarmadji sadar bahwa sombong dan meremehkan lawan hanya akan menuai kekalahan. Untuk itu ia musti berlatih lagi. Pempersiapkan diri sebelum bertanding. Hasilnya, ia kembali mampu merebut juara I di Pra PON VII, Surabaya. Di PON VII, ia meraih juara III.

Pengalaman bertanding di gelanggang ini merupakan bekal Tarmadji melatih altet pada tahun-tahun tujuh puluhan. Bahkan pada tahun 1978, ia memberanikan diri menerjunkan altet ke gelanggang pertandingan, kendati Mas Imam, kurang sependapat. Dalam kurun waktu 1974-1978, Mas Imam sempat mengambil kebijakan tidak menurunkan atlet ke gelanggang. Namun pada tahun 1978, Tarmadji memberanikan diri membawa atlet asuhannya ke gelanggang. la pula yang berhasil meyakinkan Mas Imam, bahwa Persaudaraan Setia Hati Terate masih tetap diperhitungkan di gelanggang kejuaraan. Terbukti, sejumlah atlet asuhannya, berhasil meraih medali kejuaraan.

Sementara itu, di luar ketekunannya memperdalam gerak raga, Tarmadji Boedi Harsono kian khusyuk dalam memperdalam olah rasa. Hubungan dekatnya dengan R.M Imam Koesoepangat, memberi kesempatan luas pada dirinya untuk memperdalam Ke-SH-an. Jika dulu, ketika belum disyahkan menjadi pendekar tingat I, ia hanya diajak mendampingi Mas Imam saat beliau melakukan tirakatan, sejak disyahkan ia mulai dibimbing untuk melakukan tirakatan sendiri. Beberapa tatacara dan tatakrama laku ritual mulai diberikan, di samping bimbingan dalam menghayati jatidiri di tengah-tengah rutinitas kehidupan ini.

Di penghujung tahun 1965, setamat Tarmadji Boedi Harsono dari SMA, semangatnya untuk memperdalam ilmu Setia Hati kian menggebu. Bahkan di luar perintah R.M Imam Koesoepangat, ia nekat melakukan tirakat puasa 100 hari dan hanya makan sehari satu kali.waktu matahari tenggelam (Magrib). Ritual ini ditempuh karena terdorong semangatnya untuk merubah nasib. la ingin bangkit dari kemiskinan. la tidak ingin berkutat di papan terendah dalam strata kehidupan. la ingin diperhitungkan.

Genap 70 hari ia berpuasa, R.M Imam Koesoepangat memanggilnya. Malam itu, ia diterima langsung di ruang dalem paviliun. Padahal biasanya Mas Imam hanya menerimanya di ruang depan atau pendopo. Setelah menyalaminya, Mas Imam malam itu meminta agar ia menyelesaikan puasanya. Menurut Mas Imam, jika puasanya itu diteruskan justru akan berakibat fatal.”Dik Madji bisa gila, kalau puasanya diteruskan. Laku itu tidak cocok buat Dik Madji,” ujar Mas Imam.
“Di samping itu,” lanjut Mas Imam,” Dik Madji itu bukan saya dan saya bukan Dik Madji. Maka, goleko disik sangune urip Dik, lan aja lali golek sangune pati (carilah bekal hidup lebih dulu dan jangan lupa pula mencari bekal untuk mati).”

Kemudian dengan bahasa isyarat (sanepan) Mas Imam memberikan petunjuk tata cara laku tirakat yang cocok bagi dirinya. “Api itu musuhnya air, Dik,” ujar Mas Imam. Sanepan itu kemudian diterjemahkan oleh Tarmadji dalam proses perjalanan hidupnya, hingga suatu ketika ia benar-benar menemukan laku yang sesuai dengan kepribadiannya. la menyebut, laku tersebut sebagai proses mencari jati diri atau mengenal diri pribadi. Yakni, ilmu Setia Hati.

Malam itu juga, atas nasihat dari R.M Imam Koesoepangat, Tarmadji mengakhiri laku tirakatnya. Pagi berikutnya, ia mulai keluar rumah dan bergaul dengan lingkungan seperti hari-hari biasanya. Enam bulan berikutnya, ia mulai mencoba mencari pekerjaan dan diterima sebagai karyawan honorer pada Koperasi TNI AD, Korem 081 Dhirotsaha Jaya Madiun. Pekerjaan ini dijalaninya hingga tahun 1971.

Pada tahun 1972, ia berpindah kerja di Kantor Bendahara Madiun, namun hanya bertahan beberapa bulan dan pindah kerja lagi di PT. Gaper Migas Madiun pada paroh tahun 1973. Setahun kemudian, ia menikah dengan Hj.Siti Ruwiyatun, setelah dirinya yakin bahwa honor pekerjaannya mampu untuk membina mahligai rumah tangga. (Dari pemikahannya ini, Tarmadji Boedi Harsono dikaruniai tiga orang putra. Yakni Dani Primasari Narendrani, S.E, Bagus Rizki Dinarwan dan Arya Bagus Yoga Satria).

Di tempat kerja yang baru ini, tampaknya, Tarmadji menemukan kecocokan. Terbukti, ia bisa bertahan lama. Bahkan pada tahun 1975 ia ditunjukkan untuk menjadi semi agen minyak tanah dan diberi keleluasaan untuk memasarkan sendiri. Berawal dari sini, perekonomian keluarganya mulai kokoh. Sedikit demi sedikit ia mulai bisa menyisihkan penghasilannya, hingga pada tahun 1976 berhasil membeli armada tangki minyak tanah sendiri. Berkat keuletan dan perjuangan panjang tanpa kenal menyerah, pada tahun 1987, Termadji Boedi Harsono diangkat menjadi agen resmi Pertamina. Dalam perkembangannya, ia bahkan berhasil dipercaya untuk membuka SPBU (Pom Bensin) di Beringin Ngawi. Bahkan di dunia bisnis migas ini, ia ditunjuk memegang jabatan sebagai Ketua III, DPD V Hiswana Migas dengan wilayah kerja Jawa Timur, Bali, NTT dan NTB.

Tampaknya dunia wirausaha memang tepat baginya. Ini bisa dilihat lewat pengembangan sayap usahanya, yang tidak hanya berkutat dibidang migas, tapi juga merambah ke dunia telekomunikasi dengan mendirikan sejumlah Wartel (warung telekomunikasi). Malahan di bidang ini, ia ditunjuk debagai Ketua APWI (Asosiasi Pengusaha Wartel Indonesia) untuk daerah Madiun dan sekitamya.

Di sela-sela kesibukan kerja Tarmadji Boedi Harsono tetap mengembangkan Persaudaraan Setia Hati Terate. Bahkan, tidak jarang ia rela mengalahkan kepentingan keluarga dan pekerjaannya demi Persaudaraan Setia Hati Terate. “Persaudaraan Setia Hati terate adalah darah dagingku. la sudah menjadi bagian dari hidupku sendiri,” tutumya.

Sementara itu, kebiasaan nyantrik di kediaman R.M Imam Koesoepangat terus dijalani. Kepercayaan dan perhatian Mas Imam sendiri setelah ia berhasil menyelesaikan pelajaran tingkat I, semakin besar. Sampai-sampai kemana pun Mas Imam pergi, ia selalu diajak mendampinginya. Tahun 1970 ia disyahkan menjadi pendekar Persaudaraan Setia Hati Terate tingkat II. Tahun 1971, Tarmadji dipercaya menjadi Ketua Cabang Persaudaraan Setia Hati Terate Madiun. Jabatan tersebut dijalani hingga tahun 1974.

Latihan Tingkat III

Pada suatu siang, sekitar pukul 11.00 WIB, di Tahun 1978, Tarmadji dipanggil R.M Imam Koesoepangat di rumah Pak Badini. Orang yang diminta memanggil dia adalah Soebagyo.TA. Tanpa berpikir dua kali, ia berangkat ke Oro-Oro Ombo, tempat kediaman Pak Badini. Mas Imam mengutarakan niat, akan membuka latihan tingkat III. Tarmadji sendiri yang dipilih untuk dilatih sekaligus diangkat dan disyahkan menjadi Pendekar Tingkat III.

“Kula piyambak, Mas? (Saya sendiri, Mas?)” tanya Tarmadji agak kaget.
“Njih Dik. Dik Madji piyambak!, (Ya Dik. Hanya Dik Tarmadji sendiri!)” jawab Mas Imam.

Mendengar jawaban itu, Tarmadji dengan santun, menolak. la tidak bersedia disyahkan menjadi Pendekar Tingkat III jika sendirian. “Kula nyuwun rencang. Mas (Saya minta teman,Mas), “Tarmadji meminta.
“Nek Dik Madji nyuwun rencang, sinten? (Kalau Dik Madji minta teman, siapa?)” tanya Mas Imam.

Tarmadji saat itu langsung menyebut nama-nama Pendekar Tingat II seangkatan. Namun Mas Imam menolak dan bersikukuh tetap hanya akan mengangkat Tarmadji sendiri. Terjadi tarik ulur. Satu sisi Mas Imam beniat hanya akan mengangkat dia, namun Tarmadji tetap minta teman.
“Sapa Dik, kancamu?” tanya Mas Imam. Tarmadji menyebut nama Soediro.

Nama ini pun semula ditolak. Namun atas desakan dia, akhimya Mas Imam menyetujui dengan syarat ia harus mau ikut menangung risiko. Dalam pikiran Tarmadji, apa yang disebut risiko, waktu itu adalah risiko pembiayaan yang terkait dengan pengadaan persyaratan pengesahan (ubarampe). Karenanya, ia langsung menyanggupi.

Hari-hari berikutnya, Tarmadji dan Soediro, mulai berlatih tingkat III. Pelaksanaan latihan berjalan lancar. Namun pada saat mereka disyahkan, sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Sesuatu itu, adalah hal yang di luar perhitungan akal sehat. Sesuatu yang erat kaitannya dengan misteri ghaib. Tarmadji tidak pemah menduga bahwa misteri itu akan berbuntut panjang. Dan, Wallahu a’lam bi ssawab, hanya Allah yang Maha Mengerti. Temyata dalam perjalan hidup, Soediro lebih dulu dipanggil Yang Kuasa.

Peristiwa itu, sungguh, sangat menggetarkan jiwa Tarmadji. Pedih rasanya. Lebih pedih lagi, saat ia melihat Mas Imam menangis di samping jenazah saudara seperguruannya itu. Semoga arwah beliau diterima di sisi-Nya.

Dipercaya Memimpin Organisasi
Keberhasilannya mempelajari ilmu tertinggi di organisasi tercinta ini, menambah dirinya kian mantap, kokoh dan semakin diperhitungkan.

Cantrik setia R.M Imam Koesoepangat yang di waktu-waktu sebelumnya selalu tampil di belakang ini, sejak berhasil menyelesaikan puncak pelajaran di Persaudaraan Setia Hati Terate, mulai diterima dan diperhitungkan di kalangan tokoh organisasi tercinta. Sejalan dengan kapasitasnya sebagai Pendekar Tingkat III ini, ia mulai dipercaya tampil ke depan dengan membawa misi organisasi. Tahun 1978 Tarmadji dipilih menjadi Ketua I, mendampingi Badini sebagai Ketua Umum Persaudaraan Setia Hati Terate. Puncak kepercayaan itu berhasil diraih pada MUBES Persaudaraan Setia Hati Terate Tahun 1981. Yakni dengan terpilihnya ia menjadi Ketua Umum Pusat.

Setahun setelah Tarmadji Boedi Harsono memimpin organisasi, sejumlah terobosan yang dimungkinkan bisa mendukung pengembangan sayap organisasi diluncurkan. Salah satu produk kebijakan yang dilahirkan adalah pendirian Yayasan Setia Hati Terate lewat Akta Notaris Dharma Sanjata Sudagung No. 66/1982. Yayasan Setia Hati Terate merupakan komitmen organisasi untuk andil memberikan nilai lebih bagi masyarakat, khususnya di sektor ril. Dalam perkembangannya, di samping berhasil mendirikan Padepokan Persaudaraan Setia Hati Terate di atas lahan seluas 12.290 m yang berlokasi di Jl. Merak Nambangan Kidul Kodya Madiun, yayasan ini juga mendirikan dua lembaga pendidikan formal Sekolah Menengah Umum (SMU) Kusuma Terate dan Sekolah Menengah Industri Pariwisata (SMIP) Kusuma Terate serta lembaga pendidikan ketrampilan berupa kursus komputer.

Sedangkan untuk meningkatkan perekonomian warganya, Tarmadji Boedi Harsono meluncurkan produk kebijakan dalam bentuk koperasi yang kemudian diberi nama Koperasi Terate Manunggal.

Hingga saat ini, Yayasan Setia Hati Terate telah memiliki sejumlah aset, antara lain tanah seluas 12.190 m2 yang di atasnya berdiri sarana dan prasarana phisik seperti: gedung Pendapa Agung Saba Wiratama, gedung Sekretariat Persaudaraan Setia Hati Terate, gadung PUSDIKLAT (Sasana Kridangga), gedung pertemuan (Sasana Parapatan), gedung Training Centre (Sasana Pandadaran), gedung Peristirahatan (Sasana Amongraga), Kantor Yayasan Setia Hati Terate, gedung SMU dan SMTP Kusuma Terate, gadung Koperasi Terate Manunggal dan Mushola Sabaqul Khoirot.

Searah dengan itu, pergaulannya dengan para tokoh Persaudaraan Setia Hati Terate pun semakin diperluas. Beberapa tokoh berpengaruh di organisasi tercinta didatangi. Dari para tokoh yang didatangi itu, ia tidak saja mampu memperdalam olah gerak dan langkah Persaudaraan Setia Hati Terate, tapi juga menerima banyak wejangan kerokhanian. Bahkan saat Tarmadji Boedi Harsono dipercaya untuk memimpi Persaudaraan Setia Hati Terate, sejumlah tokoh yang dulu pemah dihubunginya itu dengan rela menyerahkan buku-buku pakem Ke-SH-an yang mereka tulis sendiri

Wejangan, baik lisan maupun tulisan, dari para tokoh dan sesepuh ini dikemudian hari dijadikan bekal dalam memimpin Persaudaraan Setia Hati Terate. Dan terlepas dari segala kelemahannya, terbukti Tarmadji Boedi Harsono mampu membawa Persaudaraan Setia Hati Terate menjadi sebuah organisasi yang cukup diperhitungkan tidak saja di dunia persilatan tapi juga di sektor lainnya.

Sementara itu, penggarapan di sektor ideal dalam bentuk penyebaran ajaran budi luhur lewat Persaudaraan Setia Hati Terate tetap menjadi prioritas kebijakan. Dan hasilnya pun cukup melegakan. Terbukti, sejak tampuk pimpinan organisasi di pegang oleh Tarmadji Boedi Harsono, Persaudaraan Setia Hati Terate yang semula hanya berkutat di Pulau Jawa, sejengkal demi sejengkal mulai merambah ke seluruh pelosok tanah air. Bahkan mengembang lagi hingga ke luar negeri. Tercatat hingga paroh tahun 2000, Persaudaraan Setia Hati Terate telah memiliki 146 cabang di 16 provinsi di Indonesia, 20 komisariat di perguruan tinggi dan manca negara dengan jumlah anggota mencapai 1.350.000 orang.

Yang patut dipertanyakan adalah, misteri apa berpusar dibalik keberhasilan dia membawa Persaudaraan Setia Hati Terate ke tingkat yang lebih terhormat dan cukup diperhitungkan. Jawabnya, temyata ada pada tiga titik inti yang jika ditarik garis lurus akan membentuk misteri segi tiga. Titik pertama berada di Desa Pilangbango, Madiun (kediaman Ki Hadjar Hardjo Oetomo – titik lahirnya Persaudaraan Setia Hati Terate), titik kedua berada di Pavilium Kabupaten Madiun (kediaman R.M Imam Koesoepangat – titik perintisan Persaudaraan Setia Hati Terate) dan titik ketiga berada di Padepokan Persaudaraan Setia Hati Terate Jl. Merak Nambangan Kidul Kodya Madiun – titik H. Tarmadji Boedi Harsono,S.E mengembangkan Persaudaraan Setia Hati Terate.

Kiprah di Luar Persaudaraan Setia Hati Terate
Tampaknya memang bukan H. Tarmadji Boedi Harsono,S.E, jika ia hanya puas berkutat dengan prestasi yang dicapai di dalam organisasi Persaudaraan Setia Hati Terate. Sebagai bagian dari anggota masyarakat, ia pun terbukti tampil cukup diperhitungkan. Tokoh yang mendapatkan gelar sarjana ekonomi dari Unmer Madiun ini juga andil di organisasi masyarakat. Bahkan sempat menduduki sejumlah jabatan cukup strategis hampir di setiap organisasi yang diikutinya.

Di sisi lain, kariermya di bidang politik juga cukup matang. Terbukti ia dipercaya menjadi wakil rakyat Kodya Madiun (anggota DPRD) hingga dua periode. Masing- masing periode 1987 -1992 dan anggota DPRD Kodya Madiun periode 1997 – 1999. Puncak prestasi yang berhasil diraih di bidang politik ini tercipta pada tahun 1998, di mana H. Tarmadji Boedi Harsono,S.E diberi kepercayaan untuk tampil sebagai salah seorang Calon Wali Kota Madiun

Sementara itu, menyadari dirinya adalah seorang muslim, pada tahun 1995 ia bersama istri tercinta, Siti Ruwiatun berangkat ke tanah suci Mekah Al Mukaromah menjadi tamu Allah, menunaikan rukun Islam yang kelima, yakni ibadah haji. Ibadah ini kembali diulang pada tahun 2000. Sepulang menjalankan ibadah haji, ia dipercaya memimpin IPHI (Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia) Kodya Madiun. 

Semoga Bermanfaat

Salam Persaudaraan

RM. IMAM KOESSOEPANGAT VS SYEKH WULAN

Inilah tokoh PSHT yang sangat saya kagumi. 
Cerita Tarung Bebas "RM IMAM KOESSOEPANGAT VS SYEKH WULAN

(Pencak Silat Dor di Alun-alun Madiun)
Dulu setiap tahun selalu diadakan Pencak Silat dor di Alun-alun Madiun, sekarang lebih dikenal dengan sebutan "Tarung Bebas" yang masih dilestarikan di daerah Kediri & Probolinggo.
Alkisah berdasarkan data-data dari sumber yang bisa dipercaya menyebutkan bahwa di era tahun 60an diadakan pertandingan Pencak Silat dor di Alun-alun Madiun. Pada saat itu naiklah seorang pesilat tangguh yang sukar dikalahkan bahkan belum ada seorangpun yang bisa mengalahkannya di Gladak jawara Pencak Silat Dor, beliau adalah Syekh Wulan dari Ponorogo. (untuk catatan), dulu PSHT belum mengikuti pertandingan Pencak Silat Dor karena PSHT lebih mementingkan pada pertandingan Pencak Silat yang resmi. Tetapi akhirnya PSHT mengikuti juga pertandingan Pencak Dor itu dikarenakan adanya perjanjian yang sangat memberatkan PSHT, bahwasanya jika sampai matahari tenggelam Syeh Wulan tidak ada yang bisa mengalahkan, maka semua perguruan Pencak Silat di Madiun tidak boleh ada yang mengembangkan sayap di luar Kota dan Kabupaten Madiun. Banyak jago-jago silat yang ada di daerah Madiun, tetapi mereka tidak ada satu pun yang berani naik ke atas Gladak, melihat hal itu, maka RM. Sutomo Mangkujoyo mengumpulkan semua warga dan siswa PSHT. Setelah berkumpul segera RM. Sutomo Mangkujoyo bertanya, ”siapa yang mau dan sanggup menghadapi Syekh Wulan?”, kemudian teracunglah jari tangan dari warga PSHT yang duduk di belakang. Ternyata yang mengacungkan jari itu adalah RM. Imam Koessoepangat. Kemudian RM. Sutomo Mangkujoyo tersenyum dan memberikan restu untuk bertanding, bahkan eyang Badini melakukan Ritual dengan cara mendudukkan RM. Imam Koessoepangat di atas tampah yang ditaburi kacang hijau, dikarenakan pertandingan ini tidak hanya pertandingan kanuragan saja melainkan pertandingan kadigdayan. Setelah selesai RM Imam Koessoepangat tidak segera menuju Gladak pertandingan, melainkan beliau pulang untuk meminta do'a restu pada sang Kanjeng Ibu, Raden Ayu Koesmiyatun. Setelah mencium kedua kaki ibunya beliau pergi berziarah ke makam ayahnya, Raden Mas Ambar Koessensi. Barulah beliau pergi ke Gladak pertandingan tanpa diantar saudara-saudara dari PSHT karena beliau sendiri yang meminta agar saudara PSHT lebih baik menunggu kedatangannya saja di Gladak pertandingan. Setelah beliau sampai, beliau disambut oleh RM. Sutomo Mangkujoyo dan menepuk pundak beliau sambil berpesan, ”Mati lan uripe PSHT ana ing tanganmu, mula jeng andika kudu waspada lan waskita supaya den purih joyo kang sejati.” (mati dan hidupnya PSHT ada di tanganmu sekarang, maka kamu harus waspada dan pandai supaya memperoleh kemenangan yang sejati/tidak curang), RM Imam Koessoepangat mengangguk dan kemudian mencium tangan RM Sutomo Mangkujoyo sebelum naik Gladak. Setelah naik di gladak pertandingan, beliau berbicara kepada Syekh Wulan, ”menopo kulo angsal ngaturaken panuwunan dumateng andika?” (apakah saya boleh menyampaikan permintaan kepada anda?), Syekh Wulan pun menjawab ”monggo.” (silakan). ”kulo nyarujuki bileh kawulo kawon, sedoyo paguron wonten ing tlatah Madiun mboten bade medal saking leladan Madiun, nanging bileh kawulo unggul ing jurit, kawulo nyuwun supados santri-santri panjenengan mlebet lan tumut gegladen wonten ing PSHT, namung meniko kemawon panuwun kulo.” (saya menyetujui jika saya kalah, semua perguruan yang ada di bumi Madiun tidak akan keluar dari wilayah Madiun, tetapi jika saya menang, saya meminta agar santri-santri anda masuk dan ikut latihan di PSHT, hanya itu permintaan saya), Syekh Wulan menyetujui permintaan itu dan dimulailah pertandingan itu. Mungkin semua menyangka kalau pertandingan itu akan berjalan sengit dan lama, tapi kenyataannya tidak, dalam waktu 1 menit 58 detik Syekh wulan sudah terkapar tidak dapat melanjutkan pertandingan lagi, maka keluarlah RM Imam Koessoepangat sebagai juara dalam pertandingan tersebut. 

Kemudian pada era tahun 70an Syekh Wulan bertandang ke Rumah RM Imam Koessoepangat, tidak ada permusuhan di antara mereka, semua melebur dalam canda dan tawa, bahkan RM Imam Koessoepangat berkelakar pada Syekh Wulan, ”pripun menawi kulo lan panjenengan gelut malih?” kata beliau sambil tertawa, Syekh Wulan pun juga tertawa lepas dan sama sekali tidak ada dendam di antara mereka.
Setelah itu beliau mengijinkan santri-santrinya untuk ikut bergabung latihan dengan PSHT dan mengakui serta mendukung PSHT melebarkan sayapnya ke seluruh penjuru hingga sekarang.

Salam PSHT1922

Selasa, 28 Juli 2015

Khasiat dan Manfaat Daun Mangkokan Bagi Kesehatan

Apakah anda sudah tahu apa itu daun mangkokan? daun mangkok Mungkin anda sudah pernah melihatnya, tapi anda tidak pernah memperhatikannya. Nama Mangkokan diambil dari bentuk daunnya yang memang mirip seperti mangkok, oleh sebab itu  masyarakat sering menyebutnya Daun Mangkokan. Dalam bahasa latin daun mangkokan disebut dengan Nothopanax scutellarium, daun ini berwarna hijau tua, pangkalnya berbentuk hati dan tepinya bergerigi. Tanaman ini tumbuh secara liar, biasanya kita bisa menjumpainya ditepi sawah atau kadang juga dipakai sebagai tanaman pagar seperti tumbuhan beluntas. Tidak hanya itu, ternyata daun mangkokan punya manfaat dan khasiat bagi kesehatan kita.
Daun mangkokan muda, enak juga untuk dimakan, disebagian daerah biasanya dijadikan sebagai lalapan bersama sambal atau dijadikan bahan campuran dalam berbagai masakan seperti gulai otak, gulai ikan, campuran pepes, pecel serta bisa juga dibuat rempeyek. Tetapi entah sejak kapan, daun mangkokan mulai dimanfaatkan, baik itu sebagai obat herbal, bumbu dapur juga tanaman hias. Daun mangkokan mengandung zat-zat seperti protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B1, dan C. Selain itu daun mangkokan juga memiliki alkaloida, saponin, flavonoida dan polifenol. Oleh sebab itu banyak manfaat dan khasiat daun mangkokan yang bisa kita ambil untuk kesehatan. Berikut beberapa manfaat dan khasiat daun mangkokan bagi kesehatan :

1. Menyuburkan Rambut/ Mencegah Kerontokan
Bagi anda yang punya masalah dengan rambut rontok, cobalah memakai ramuan ini, Ambil beberapa daun mangkokan yang sudah tua tapi masih segar. Setelah dicuci, haluskan dan campur dengan minyak kelapa hingga rata. Lalu saring dan peras, nah hasil perasan itulah yang bisa dioleskan ke kulit kepala sambil dipijat dan biarkan hingga mengering, setelah itu cuci bersih. Lakukan hal tersebut secara rutin agar rambut tidak mudah rontok dan tentu saja rambut anda menjadi subur.

2. Menyembuhkan Luka
Untuk menyembuhkan luka caranya mudah, yaitu haluskan daun mangkokan yang masih segar, setelah itu baru oleskan pada luka dan balut agar lebih meresap. Lakukan hal itu hingga lukanya sembuh.

3. Menyembuhkan Radang Payudara
Radang payudara biasanya terjadi pada ibu yang menyusui, dan itu akan sangat menyiksa karena sekujur tubuh rasanya seperti demam dan sangat mengganggu aktivitas para ibu. Untuk itu cara mengatasinya adalah ambil beberapa daun mangkokan tua yang masih segar, cuci bersih lalu diremas-remas kemudian campur dengan minyak kelapa dan kunyit yang sudah diparut, lalu panaskan dengan api sebentar. Setelah hangat-hangat kuku lalu oleskan pada bagian payudara yang ,bengkak. Lakukan hal itu secara rutin hingga radang payudara anda sembuh.

4. Melancarkan Buang Air Kecil
Daun mangkokan bisa juga untuk melancarkan buang air kecil, caranya rendam daun mangkokan dengan air panas. Diamkan sebentar hingga hangat kemudian kompreskan pada perut bagian bawah.
Itulah beberapa manfaat dan khasiat daun mangkokan bagi kesehatan, bagaimana apakah anda tertarik untuk mencobanya sebagai alternatif pengobatan penyakit yang mungkin anda alami. Karena bagaimanapun pengobatan secara herbal tentu lebih baik dari pengobatan lainnya, selain itu tidak menguras kantong karena tidak perlu biaya yang mahal. SEMOGA BERMANFAAT……!!!!!

Jumat, 24 Juli 2015

HUKUM DAGING BIAWAK DAN DHAB MENURUT ISLAM

BIAWAK adalah sebangsa reptil yang masuk ke dalam golongan kadal besar, suku biawak-biawakan (Varanidae). Biawak dalam bahasa lain disebut sebagai bayawak (Sunda), menyawak atau nyambik (Jawa), berekai (Madura), dan monitor lizard atau goanna (Inggris).

Biawak banyak macamnya. Yang terbesar dan terkenal ialah biawak komodo (Varanus komodoensis), yang panjangnya dapat melebihi 3 m. Biawak ini, karena besarnya, dapat memburu rusa, babi hutan dan anak kerbau. Bahkan ada kasus-kasus di mana biawak komodo menyerang manusia, meskipun jarang. Biawak ini hanya menyebar terbatas di beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara. Biawak yang kerap ditemui di desa-desa dan perkotaan di Indonesia barat kebanyakan adalah biawak air dari jenis Varanus salvator. Panjang tubuhnya (moncong hingga ujung ekor) umumnya hanya sekitar 1 m lebih sedikit, meskipun ada pula yang dapat mencapai 2,5 m. (http://id.wikipedia.org/wiki/Biawak)

DHAB (Uromastyx aegyptia) adalah sejenis biawak yang terdapat di padang pasir dan sebagai salah satu anggota terbesar dari genus Uromastyx. Dhab dapat di temui di Mesir, Libya dan seluruh daerah Timur Tengah tetapi sangat jarang ditemui saat kini karena penurunan habitatnya.

Kulitnya yang sangat keras sering digunakan oleh Arab Badui, sementara dagingnya dimakan sebagai salah satu alternatif sumber protein dan mereka bisa menunjukkan cara untuk menyembelihnya. Nama Inggrisnya Egyptian Mastigure atau Egyptian dab lizard atau Egyptian spiny-tailed lizard. Menurut keyakinan umat Islam, dhab ini halal dimakan dan dikatakan merupakan sejenis obat perangsang tenaga batin tradisional. (http://id.wikipedia.org/wiki/Dhab)

Gambar-gambar di atas jelas sekali tampak perbedaannya antara dhabb dan biawak. Meski secara fisik menunjukan ada kesamaan dan memang ada kemiripan bentuk tubuh antara dhabb dengan biawak, namun pada banyak hal terdapat banyak sekali perbedaan antara kedua hewan tersebut. Perbedaan yang paling menonjol adalah terutama dalam hal makanannya, dimana dhabb merupakan hewan yang jinak (tidak buas) memakan makanan yang bersih dan tidak menjijikan (rerumputan) berbeda sekali dengan biawak yang merupakan hewan buas dan pemangsa serta memakan makanan yang menjijikkan.

Selain menjijikkan, biawak juga merupakan hewan yang licik dan zhalim. Abdul Lathif Al-Baghdadi menyebutkan bahwa diantara kelicikkan dan kedzaliman biawak adalah bahwa biawak suka merampas lubang ular untuk ditempatinya dan tentunya sebelumnya dia membunuh dan memakan ular tersebut. Selain itu biawak juga suka merebut lubang dhabb, padahal kuku biawak lebih panjang dan lebih mudah untuk digunakan membuat lubang. Karena kedzalimannya, orang-orang Arab sering mengungkapkan: “Dia itu lebih zhalim daripada biawak”.

Dari keterangan-keterangan di atas, maka hukum memakan biawak adalah haram karena tergolong binatang buas sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi saw, “Seluruh binatang pemangsa dengan gigi taringnya maka haram memakannya.” (HR. Muslim).

Perbedaan Ijtihad Ulama tentang Hukum Dhabb.

Ada beberapa hadits yang saling berbeda terkait dengan hukum memakan daging dhabb. Sebagian dari matan hadits itu menunjukkan kebolehan memakan dhabb, namun sebagian lainnya menunjukan ketidak-halalannya.

a. Hadits-hadits yang Melarang Makan Dhabb

"Bahwa Rasulullah SAW melarang (makan) dhabb." (HR Abu Daud).

Dari Abduurahman bin Hasnah bahwa para sahabat memasak dhabb, lalu Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya satu umat dari bani Israil diubah menjadi hewan melata di tanah, aku khawatir mereka itu adalah hewan ini, jadi buanglah.” (HR Ahmad, Ibnu Hibban dan Ath-Thahawi) Ibnu Hibban dan Ath-Thahawi menshahihkan hadits ini dengan sanad sesuai syarat dari Bukhari.

b. Hadits yang Menghalalkan Dhabb

Dari Ibnu Abbas ra berkata,”Aku makan dhabb pada hidangan Rasulullah SAW.” (HR Bukhari Muslim)

Dari Ibnu Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang hukum dhabb, maka beliau menjawab, “Aku tidak memakannya namum tidak mengharamkannya.” Beliau juga ditanya tentang hukum makan belalang, maka beliau menjawab, “Hukumnya sama.” (HR An-Nasa”i)

Rasulullah SAW bersabda, “Makanlah hewan itu karena hukumnya halal. Namun hewan itu bukan makananku.” (HR Muslim)

c. Ijtihad Para Ulama

Dengan adanya perbedaan sekian hadits tentang dhabb di atas, maka para ulama pun berbeda pendapat tentang hukum memakannya. Sebagian dari mereka mengharamkannya dan sebagian lainnya menghalalkannya.

Mereka yang Mengharamkan: Pengharaman mereka berangkat dari adanya hadits-hadits di atas yang esensinya mengharamkan seorang muslim memakan daging dhabb. Bahkan Rasulullah saw. sampai memerintahkan untuk membuangnya, karena beliau khawatir hewan itu adalah penjelmaan dari umat terdahulu yang dikutuk jadi hewan. Perintah untuk membuangnya berarti makanan itu haram. Karena kalau halal atau sekedar makruh, tidak mungkin beliau perintahkan untuk membuangnya. Sebab membuang makanan, meski tidak doyan, hukumnya haram.

Mereka yang Menghalalkan: Mereka yang menghalalkan makan daging dhabb tentu saja berhujjah dengan hadits-hadits yang membolehkan. Yaitu Rasululah SAW membolehkan makan dagingnya, meski beliau sendiri tidak memakannya. Sedangkan terhadap hadits-hadits yang tidak membolehkannya, mereka mengatakan bahwa kedudukan hadits-hadits itu lemah dan bermasalah, sebagaimana hasil peniliaian para ulama berikut ini:

Ibnu Hazam mengatakan bahwa hadits riwayat Abu Daud tentang Rasulullah SAW melarang (makan) dhabb itu adalah hadits yang bermasalah pada isnadnya. Beliau mengatakannya perawinya dhaif (lemah) dan majhul (tidak diketahui).

Demikian juga dengan Al-Baihaqi, beliau mengatakan bahwa dalam isnad hadits tersebut ada perawi yang bernama Ismail bin Ayyash. Menurut beliau perawi ini termasuk kategori: laisa bihujjah (tidak bisa dijadikan dasar argumen). Mereka juga mengatakan bahwa hadits yang melarang makan dhabb karena Rasulullah saw. khawatir hewan itu penjelmaan manusia yang dikutuk, tidak bisa diterima. Sebab bertentangan dengan hadits lainnya yang menyebutkan bahwa Allah swt. tidak mengutuk orang jadi hewan lalu hewan itu bisa beranak pinak dan berketurunan. Kemungkinan saat itu Rasulullah saw. belum menerima wahyu lebih lanjut bahwa umat terdahulu yang dikutuk menjadi hewan tidak akan punya keturunan, bahkan setelah jadi hewan, tidak lama kemudian mereka mati.

Dari Ibnu Mas”ud ra. bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang kera dan babi, apakah hewan itu penjelmaan (orang yang dikutuk di masa lalu)? Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah SWT tidak menghancurkan suatu kaum atau mengutuknya jadi hewan sehingga mereka punya keturunan.” Diriwayatkan oleh Imam Muslim sebagaimana ditulis oleh Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Bulughul Maram.

Pada tahun 1932, Nahdlatul Ulama pun sudah membahas tentang masalah ini. Dalam Muktamar Nahdhatul Ulama ke-7 di Bandung pada tanggal 13 Rabi’uts Tsani 1351 H/ 9 Agustus 1932 M menerangkan sebagai berikut

SOAL: Apakah yang dinamakan binatang biawak (seliro atau mencawak) itu? Apakah binatang tersebut ialah binatang dhab yang halal dimakan?
JAWAB: Binatang biawak (seliro atau mencawak) itu bukan binatang dhab, oleh karenanya maka haram dimakan.

Keterangan dari kitab Hasyiyah al-Qalyubi ‘ala Syarh al-Minhaaj 4/259, cetakan al Haramain sebagai berikut:

قَوْلُهُ وَضَبٌّ: هُوَ حَيَوَانٌ يُشْبِهُ الْوَرَلَ يَعِيشُ نَحْوِ سَبْعَمِائَةِ سَنَةٍ وَمِنْ شَأْنِهِ أَنَّهُ لَا يَشْرَبُ الْمَاءَ وَأَنَّهُ يَبُولُ فِي كُلِّ أَرْبَعِينَ يَوْمًا مَرَّةً وَلَا يَسْقُطُ لَهُ سِنٌّ وَلِلْأُنْثَى مِنْهُ فَرْجَانِ وَلِلذَّكَرِ ذَكَرَانِ

"Keterangan binatang dhab: binatang dhab adalah binatang yang menyerupai biawak yang mampu hidup sekitar tujuh ratus tahun, binatang ini tidak minum air dan ia kencing sekali dalam 40 hari, betinanya memiliki dua alat kelamin betina dan yang jantan pun juga memiliki dua alat kelamin jantan."

Jadi, jangan disangka bahwa hukum memakan daging biawak (waral) yang termasuk binatang buas itu sama dengan makan daging dhab (hewan mirip biawak). Daging biawak hukumnya haram dimakan, sedangkan daging dhabb sendiri dihalalkan oleh Nabi saw, sebagaimana dalam hadits Khalid bin Walid ra:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: دَخَلْتُ اَنَا وَ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيْدِ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص بَيْتَ مَيْمُوْنَةَ، فَاُتِيَ بِضَبّ مَحْنُوْذٍ، فَاَهْوَى اِلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ ص بِيَدِهِ، فَقَالَ بَعْضُ النّسْوَةِ اللاَّتِي فِي بَيْتِ مَيْمُوْنَةَ اَخْبِرُوْا رَسُوْلَ اللهِ ص بِمَا يُرِيْدُ اَنْ يَأْكُلَ، فَرَفَعَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَدَهُ، فَقُلْتُ اَحَرَامٌ هُوَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: لَا، وَ لكِنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِاَرْضِ قَوْمِي فَاَجِدُنِي اَعَافُهُ. قَالَ خَالِدٌ: فَاجْتَرَرْتُهُ فَاَكَلْتُهُ وَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَنْظُرُ. مسلم 

Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, “Saya dan Khalid bin Walid bersama-sama dengan Rasulullah SAW datang ke rumah Maimunah, lalu ia hidangkan kepada kami daging dhabb yang telah dibakar, Rasulullah SAW lalu mengulurkan tangannya untuk mengambil daging tersebut, tiba-tiba sebagian dari wanita yang berada di rumah Maimunah berkata, “Beritahukanlah dulu kepada Rasulullah SAW hidangan yang akan beliau makan”. Karena itu Rasulullah SAW lalu menarik tangannya. Lantas saya bertanya, “Apakah daging tersebut haram wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Tidak, tetapi karena ia tidak ada di negeri kaumku, maka saya merasa jijik untuk memakannya”. Khalid berkata, “Lalu saya ambil daging tersebut dan saya makan, sedangkan Rasulullah SAW melihat”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1543]

Kesimpulan:
- Dhabb berbeda dengan biawak. Sebenarnya kalau kita mau membuka kamus, kita akan dapati bahwa biawak dalam bahasa Arab disebut waral (الوَرَلُ), bukan dhabb (الضَّبّ)/ hewan mirip biawak.

- Dhabb merupakan hewan yang halal untuk dimakan meskipun ada sebagian ulama yang mengharamkannya, akan tetapi lebih kuat hujjah yang menghalalkan.

- Sedangkan biawak adalah hewan yang haram untuk dimakan dikarenakan: biawak merupakan hewan yang menjijikkan (khabits), biawak merupakan hewan buas, para ulama mutaqaddimin pun telah mengharamkan biawak, para ulama mutaakhirin dari kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah telah menegaskan tentang kejelasan haramnya biawak.

Wallahu a’lamu bishshowab


Rabu, 18 Maret 2015

Pribadi Orang SH

Pribadi orang SH, seperti apa itu?

Sempat diungkap beberapa waktu lalu oleh sedulur kita di kolom olah rasa, menjadi orang SH adalah sebuah pilihan hidup.

Kita semua tentu pernah mendengar adagium ” HIDUP ADALAH SEBUAH PILIHAN ”
Sebagai manusia yang diberi akal budi,dan kehendak bebas,hidup yang kita jalani mestinya memang menjadi sebuah pilihan.

Setelah memilih, tentu ada sederet konsekuensi yang mengikuti. Salah satunya menyangkut pribadi. Pribadi orang SH memang sepatutnya mencerminkan pribadi yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran SH. Tidak perlu menggunakan bahasa yang sulit untuk menjelaskannya. Dimulai dari diri sendiri, dimana belajar menjadi pribadi yang mensyukuri nikmat, ndak ngoyo, tapi tetap berusaha memberikan yang terbaik dalam hidup.

Mungkin usia saya terlalu muda untuk mengajari tentang hidup, tapi belajar dari pengalaman yang tak seberapa membawa saya menjadi pribadi yang terus berusaha menjiwai ajaran SH. Sehingga menjadi pribadi yang lebih mudah bersyukur dalam mensyukuri segala nikmat-Nya.

Suatu kewajaran saat langkah terantuk hambatan, mungkin akan merasakan keputusasaan yang akhirnya melemahkan diri sendiri. Tapi, setelah merenungkan satu petuah  dalam ajaran SH, bahwa “Sepiro gedhene sengsoro yen tinompo amung dadi cobo”, saya mulai merangkak untuk tetap bisa tegar dan berjuang di tengah langkah yang mungkin tak selalu mudah. Karena dari awal selalu membawa pikiran positif, inilah hidup. Gak ada hidup yang lurus-lurus saja, atau mulus-mulus saja.

Mungkin ini baru satu dari sekian banyak petuah untuk menjadi pribadi SH, bagaimana menjadi pribadi yang kuat, tak pantang menyerah, dan terus berfikiran positif dalam menerima jalan hidup yang Tuhan berikan. Bukankah ditengah takdir, ada nasib yang masih bisa kita ubah?

Dengan mencoba menjadi pribadi SH, saya belajar mengerti hidup yang sebenarnya. Seperti menjadi pribadi yang nerimo, bahwa apa yang datang, itu pasti akan pergi, bahwa apa yang pernah ada, suatu saat akan tiada. Bahwa apa yang dipunya, tak kekal sifatnya. Semoga bisa menjadi renungan bersama.

*Terutama untuk saya yang pernah merasa kehilangan sesuatu yang sangat berharga dalam hidupku, mungkin itu adalah cara Tuhan untuk mengingatkan mahluknya dengan cara yang lebih dekat.

Semoga bermanfaat

#SalamPersaudaraan

Senin, 02 Maret 2015

Definisi Persaudaraan menurut SH Terate

Apakah sebenarnya hakikat dari Persaudaraan itu?
 
Pengertian Persaudaraan.
Kajian Qodrati, semua makhluk yang ada di muka bumi ini, pada pokoknya terikat pada satu jalinan Persaudaraan. Sebuah pranatan Irodati yang menempatkan manusia bersama makhluk lainnya dalam garis edar simbiosis mutualis (saling membutuhkan).
 
Manusia tidak akan mampu bertahan hidup tanpa keberadaan makhluk lain. Eksistensi kemanusiaan manusia juga tidak akan tercipta tanpa adanya nilai-nilai perbandingan kehidupan makhluk lain dalam ruang dan era yang sama. Terlebih jika perspektif nilai tawarnya adalah hubungan timbal balik antar manusia. Acuan retorikanya jelas dan tak terbantahkan. Yakni, bukankah miliyaran manusia yang kini menghuni jagad raya ini berasal dari pasangan suami istri, Ibu Hawa dan Bapak Adam?
 
Namun sebelum kita berbicara lebih jauh tentang hakikat dari persaudaraan itu, untuk menyamankan persepsi kita terhadap makna persaudaraan, dua pendekatan pengertian dihadirkan di sini sebagai bahan acuan.
 
Pertama: Pengertian persaudaraan menurut pandangan umum.
 
Kedua: Pendekatan makna persaudaraan ditinjau dari segi etimologi.
 
Persaudaraan dalam pengertian umum adalah terjalinnya suatu hubungan timbal-balik antara individu yang satu dengan lainnya yang terikat oleh rasa kebersamaan; saling sayang menyayangi, kasih mengasihi, saling memberi dan menerima.
 
Kamu memberi sesuatu pada saya dengan ikhlas dan saya menerima pemberianmu dengan tulus sebagai penghargaan dan rasa terimakasih saya kepada kamu. Lain waktu saya beri kamu sesuatu dengan ikhlas dan kamu menerimanya dengan tulus sebagai penghargaan dan rasa terimakasih kamu kepada saya. Ringkas kata, ada keterjalinan dalam bentuk saling membutuhkan, asah, asih, dan asuh.
 
Sedangkan bila ditinjau dari sudut etimologi; kata “Persaudaraan” bersal dari bahasa sanskrit. “Sa-udara”, mendapat imbuhan “per-an” yang berarti hal bersaudara atau tentang tata cara menggolongkan ikatan yang kokoh sebagai jelmaan “sa (satu), ”udara (perut) atau kandungan. Ibarat manusia dilahirkan dari satu kandungan (perut) maka mereka harus dapat bersatu padu secara tulus, dan selalu ingat akan awal mulanya, (eling marang dalane).
 
Sementara jika ditinjau dari susunan katanya, kata persaudaraan terdiri atas kata dasar ”saudara” yang mendapatkan prefik per- dan sufik -an. Dan jika ditinjau dari segi nosi, konfik per-an pada kata “persaudaraan” berarti membentuk kata tersebut menjadi sebuah kata benda abstrak. Artinya, persaudaraan itu sendiri adalah abstrak adanya. Dan hanya dapat dirasakan oleh orang yang menjalaninya. Selebihnya hanya dapat dilihat dari sikap yang ditampilkan seseorang terhadap orang lain.
 
Kuncinya adalah Hati Nurani.
Persudaraan dalam pandangan Persaudaraan Setia hati Terate pada dasarnya juga tidak jauh berbeda dari pengertian tersebut di atas. Penekanannya hanya pada sasaran yang hendak dicapai, arah dari persaudaraan itu sendiri. Yakni, suatu jalinan hubungan timbal balik yang dilandasi rasa saling sayang menyayangi, saling hormat menghormati dan saling bertanggungjawab. Persaudaraan yang tidak memandang siapa kamu dan siapa aku, persaudaraan yang tidak membedakan latar belakang dan status poleksosbud (politik, ekonomi, sosial dan budaya), persaudaraan yang terlepas dari kefanatikan SARA (suku, agama, ras dan atara golongan) - dengan satu catatan keterkaitan atas pengertian persaudaraan itu tidak bertentangan dengan norma dan hukum masyarakat serta hukum negara di mana kita hidup.
 
Penjabarannya adalah sebagai berikut:
Persaudaraan Setia Hati terate, nama organisasi ini kenapa tidak menggunakan kata “perguruan” (misalnya), akan tetapi “persaudaraan”, ini melambangkan, bahwa hubungan intim atau jalinan kasih antara sesama warga maupun anggota yang tergabung di dalamnya, adalah seperti layaknya hubungan persaudaraan antara manusia dengan manusia yang berasal dari satu kandungan; yakni hubungan yang tidak membedakan siapa “aku” dan siapa ”engkau”. Pun dipertegas bahwa persaudaraan yang terkandung di dalam tubuh PSHT, adalah hubungan atau jalinan cinta kasih sejati antar sesama warga maupun anggota yang tidak di latar-belakangi oleh unsur SARA (suku, agama, ras dan antar golongan).
 
Tidak juga oleh derajat dan kedudukan sosial ekonomi seseorang, akan tetapi merupakan jalinan persaudaraan yang kekal dan abadi, yang satu sama lain sanggup menanggung cobaan dunia dan konsekwensi hidup secara bersama-sama dengan tetap berpegang teguh pada pendirian yang diyakini kebenarannya secara bersama-sama pula.
 
Dalam pada itu, tidak jarang dalam mengarungi kehidupannya manusia mengalami “persinggungan hidup” terhadap manusia lain. Kenyataan ini timbul sebagai akibat dari kepentingan manusia yang memang berbeda-beda. Dan kepentingan itu, secara logis bisa berasal dari kemauan masing-masing individu, bisa pula berasal dari latar belakang lain yang sifatnya subyektif. Kompensasinya adalah, sekali lagi, munculnya “persinggungan hidup” (konflik) di tengah-tengah pergaulan antar manusia.
 
Di dalam kerangka itulah, Persaudaraan Setia Hati Terate mengajak kepada segenap warga dan anggotanya, yang secara Qodrati, sebagai manusia tidak bisa lepas dari kepentingan dan latar belakang yang berbeda-beda tersebut, untuk menyatukan persepsi atas masalah-masalah yang tercakup di dalamnya, khususnya yang berkaitan dengan pengertian tentang Persaudaraan, agar tidak terjadi kesimpang-siuran dan kesalah-fahaman, yang apabila tidak dapat segera diantisipasi, akan mengarah kepada timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan bersama.
 
Persaudaraan dalam Persaudaraan Setia Hati Terate adalah Persaudaraan sejati. Yakni persaudaraan yang murni dari lubuk hati sanubari, tanpa dilatarbelakangi oleh apa dan siapa. Persaudaraan yang lahir dari insan yang sama-sama merasa senasib sepenanggungan. Persaudaraan yang lahir dari kesadaran bahwa hakikat dirinya tidak berbeda dengan diri orang lain, yaitu berasal dari Dzat yang sama.
 
Dalam Persaudaraan Setia Hati Terate, bila antar sesama warga telah mencapai kadar persaudaraan semacam ini, dikatakan bahwa kita sudah “Ketemu Rose” (bertemu rasa-nya).
 
Persaudaraan dalam Persaudaraan Setia Hati Terate adalah persaudaraan yang dalam “sanepan” disebutkan:
“Kadyo lumah kurepe ron suruh. Dinulu seje rupane, nanging ginigit tunggal rasane”
(Seperti penampang daun sirih. Jika dilihat beda rupanya, akan tetapi jika digigit sama rasanya).
Artinya kepala bisa berbeda, rambut bisa tak rata, tapi hati sama suka sama rasa.
 
Namun demikian, janganlah disalah artikan esensi nilai dari sebuah persaudaraan yang sudah “ketemu rose” tersebut. Janganlah menjadikan kerancuan atas apa yang disebut dengan persaudaraan yang sudah tidak memandang lagi siapa “aku” dan siapa”engkau” itu. “ketemu rose” bukan berarti tanpa batasan. Tidak memandang lagi siapa “aku” dan siapa “engkau” bukan berarti “digebyah uyah padha asine” (sama dalam arti sempit).
 
Persaudaraan dalam Persaudaraan Setia Hati Terate adalah persaudaraan yang tetap menjujung tinggi “Anggah-ungguh”; persaudaraan yang tetap berpedoman pada tata krama dan sopan santun, sesuai dengan adat-istiadat dan budaya bangsa.
 
Korelasinya adalah bahwa di dalam tubuh Persaudaraan Setia Hati Terate tidak terdapat hubungan antar “guru” dengan “murid”. Akan tetapi yang ada hanyalah hubungan antara saudara dengan saudara; dimana saudara yang lebih “muda” harus menghormati saudara yang lebih tua; saudara yang lebih tua harus menyayangi saudara yang lebih “muda” dan tidak boleh semena-mena; serta saudara yang sebaya harus saling menghargai dan saling menyayangi.
 
Perlu digarisbawahi pula bahwa telaah persaudaraan menurut pandangan Persaudaraan Setia Hati Terate sama sekali jauh dari pengkonotasian istilah “people power” yang cenderung mengarah pada pengerahan masa guna mencapai tujuan keduniawian - dan tidak jarang menggunakan cara-cara kekerasan serta indoktrinisasi untuk mencapai tujuan itu.
 
Persaudaraan menurut pandangan Persaudaraan Setia hati Terate lebih merupakan kumpulan sekelompok manusia yang secara sukarela ingin menjadi hubungan dalam rengkuhan rasa kebersamaan, sayang menyayangi dan bersama-sama ingin mewujudkan tujuan Persaudaraan Setia hati Terate yaitu: menciptakan manusia berbudi luhur tahu benar dan salah dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
 
Tujuan ini dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Persaudaraan Setia Hati Terate Bab. II Pasal 5 dijabarkan menjadi 4 butir, yakni:
1. Mempertebal rasa cinta sesama
2. Melestarikan dan mempertinggi seni olah raga dan Pencak Silat dengan berpedoman pada ajaran wasiat Setia Hati.
3. Mempertebal rasa cinta kasih sesama
4. Menciptakan manusia berbudi luhur tahu benar dan salah, serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3. Unsur Pendukung Persaudaraan
 
Satu pertanyaan yang muncul senada dengan perspektif di atas adalah; bagaimana agar tercipta iklim persaudaraan seperti itu? Persaudaraan Setia Hati Terate sebagai organisasi berdaya gerak sistem persaudaraan mengenal beberapa unsur pendukung persaudaraan, antara lain:
 
* Rasa Saling Sayang Menyayangi
Persaudaraan itu harus dilandasi rasa saling sayang menyayangi. Yaitu adanya jalinan rasa kebersamaan antara orang pertama dan kedua, yang kedua dan lainnya.
Namun demikian harus diingat pula, bahwa rasa saling sayang menyayangi itu harus ada batasnya. Cinta itu ada batasnya. Cinta yang tidak ada batasnya akan berakhir dengan penyiksaan dan penyesalan atau dikatakan sama halnya dengan pembunuhan. Pembunuhan itu keji dan tidak berperikemanusiaan. Pembunuhan juga berdosa. Dari proporsi ini bisa ditarik satu pengertian, bahwa cinta yang tidak ada batasnya lebih dekat dengan perbuatan keji dan dosa.
 
* Hormati Menghormati
Unsur pendukung terjalinnya rasa persaudaraan yang lainnya adalah saling hormat-menghormati. Yang merasa lebih muda harus menghormarti yang tua, yang tua pun harus bisa mengemban penghormatan itu dengan arif, tidak semena-mena kepada yang muda dan tidak bersifat diktator.
 
Pola penghormatan antara yang muda dan yang tua dalam PSHT, tidak sekedar ditakar dengan lamanya masa pengesahan, namun juga harus memperhatikan usia seseorang. Jadi jangan karena merasa tahun pengesahannya lebih tua, lantas bersikap sok jago terhadap warga yang pengesahannya lebih muda. Sebaliknya, bagi warga yang merasa berusia lebih tua, juga jangan gila hormat. Sebab gila hormat itu penyakit jiwa. Pilihan tepat terkait dengan misi penghormatan ini adalah penekanan hukum timbal balik dalam takaran rasa pangrasa. Formatnya, jika dirinya ingin dihormati, maka hormatilah orang lain. Jika diperlakukan baik, maka balaslah dengan kebaikan yang lebih baik lagi.
 
* Bertanggung Jawab
Ini yang harus selalu dijaga sebagai konsekuensi kita sebagai manusia yang berbudaya, adalah saling bertanggung jawab, jujur dan selalu menekankan keterbukaan dalam menghadapi setiap persoalan.
 
Pertanggungjawaban yang dimaksud dalam hal ini bisa dipilah menjadi tiga.
Pertama pertanggungjawaban kita terhadap diri sendiri, kedua kepada orang lain atau sesama, dan ketiga pertanggungjawaban kita terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
 
Apabila ketiga unsur pendukung terjalinnnya persaudaraan itu bisa terwujud dan dipertahankan, bukan hal yang mustahil jika apa yang kita harapkan atas persaudaraan itu dapat tercipta. Sebaliknya jika ketiga unsur pendukung itu terabaikan, jangan berimpi kita akan bisa hidup rukun saiyeg saeka praya.
 
Semoga bermanfaat
Salam Persaudaraan.....
PSHT Rayon UPT. Pandansari
Ranting Kintap Cabang Tanah Laut

Falsafah Kehidupan

Oleh : Abdurrahman Arrasyid


Falsafah Ajaran Hidup Jawa memiliki tiga aras dasar utama.
Yaitu: aras sadar ber-Tuhan, aras kesadaran semesta dan aras keberadaban manusia. Aras keberadaban manusia implementasinya dalam ujud budi pekerti luhur. Maka di dalam Falsafah Ajaran Hidup Jawa ada ajaran keutamaan hidup yang diistilahkan dalam bahasa Jawa sebagai piwulang (wewarah) kautaman.
Secara alamiah manusia sudah terbekali kemampuan untuk membedakan perbuatan benar dan salah serta perbuatan baik dan buruk. Maka peranan Piwulang Kautaman adalah upaya pembelajaran untuk mempertajam kemampuan tersebut serta mengajarkan kepada manusia untuk selalu memilih perbuatan yang benar dan baik menjauhi yang salah dan buruk.
Namun demikian, pemilihan yang benar dan baik saja tidaklah cukup untuk memandu setiap individu dalam berintegrasi dalam kehidupan bersama atau bermasyarakat.
Oleh karena itu, dalam Piwulang Kautaman juga diajarkan pengenalan budi luhur dan budi asor dimana pilihan manusia hendaknya kepada budi luhur. Dengan demikian setiap individu atau person menjadi terpandu untuk selalu menjalani hidup bermasyarakat secara benar.
Cukup banyak piwulang kautaman dalam ajaran hidup cara Jawa. Ada yang berupa tembang-tembang sebagaimana Wulangreh, Wedhatama, Tripama, dll. Ada pula yang berupa sesanti atau unen-unen yang mengandung pengertian luas dan mendalam tentang makna budi luhur.
Misalnya : tepa selira dan mulat sarira, mikul dhuwur mendhem jero, dan alon-alon waton kelakon.
Filosofi yang ada dibalik kalimat sesanti atau unen-unen tersebut tidak cukup sekedar dipahami dengan menterjemahkan makna kata-kata dalam kalimat tersebut.
Oleh karena itu sering terjadi ”salah mengerti” dari para pihak yang bukan Jawa. Juga oleh kebanyakan orang Jawa sendiri. Akibatnya ada anggapan bahwa sesanti dan unen-unen Jawa sebagai anti-logis atau dianggap bertentangan dengan logika umum. Akibat selanjutnya berupa kemalasan orang Jawa sendiri untuk mendalami makna sesanti dan unen-unen yang ada pada khasanah budaya dan peradabannya.
Namun kemudian, sesanti dan unen-unen tersebut dijadikan olok-olok dalam kehidupan masyarakat, misalnya :
Mulat sarira dan tepa selira diartikan bahwa Jawa sangat toleran dengan perbuatan KKN yang dilakukan kerabat dan golongannya.
Mikul dhuwur mendhem jero dimaknai untuk tidak mengadili orangtua dan pemimpin yang bersalah.
Alon-alon waton kelakon dianggap mengajarkan kemalasan.

Padahal ajaran sesungguhnya dari sesanti dan unen-unen tersebut adalah pembekalan watak bagi setiap individu untuk hidup bersama atau bermasyarakat. Tujuan utamanya adalah terbangunnya kehidupan bersama yang rukun, dami dan sejahtera. Bukan sebagai dalil pembenar perbuatan salah, buruk dan tergolong budi asor. Makna dari mulat sarira dan tepa selira adalah untuk selalu mengoperasionalkan rasa pangrasa dalam bergaul dengan orang lain.
Mulat sarira, mengajarkan untuk selalu instropeksi akan diri sendiri.”Aku ini apa? Aku ini siapa? Aku ini akan kemana? Aku ini mengapa ada?” Kesadaran untuk selalu instropeksi pada diri sendiri akan melahirkan watak tepa selira, berempati secara terus menerus kepada sesama umat manusia. Kebebasan individu akan berakhir ketika individu yang lain juga berkehendak atau merasa bebas. Maka pemahaman mulat sarira dan tepa selira merupakan bekal kepada setiap individu yang mencitakan kebebasan dalam hidup bersama-sama, bukan?
Mikul dhuwur mendhem jero, meskipun dimaksudkan untuk selalu menghormat kepada orangtua dan pemimpin, namun tidak membutakan diri untuk menilai perbuatan orangtua dan pemimpin. Karena yang tua dan pemimpin juga memiliki kewajiban yang sama untuk selalu melakukan perbuatan yang benar, baik dan pener. Justru yang tua dan pemimpin dituntut ”lebih” dalam mengaktualisasikan budi pekerti luhur. Orangtua yang tidak memiliki budi luhur disebut tuwa tuwas lir sepah samun. Orangtua yang tidak ada guna dan makna sehingga tidak pantas ditauladani. Pemimpin yang tidak memiliki budi luhur juga bukan pemimpin.
Alon-alon waton kelakon, bukan ajaran untuk bermalas-malasan. Namun merupakan ajaran untuk selalu mengoperasionalkan watak sabar, setia kepada cita-cita sambil menyadari akan kapasitas diri.
Contoh yang mudah dipahami ada dalam dunia pendidikan tinggi.
Normatif setiap mahasiswa untuk bisa menyelesaikan kuliah Strata I dibutuhkan waktu 8 semester. Namun kapasitas setiap mahasiswa tidaklah sama. Hanya sedikit yang memiliki kemampuan untuk selesai kuliah 8 semester tersebut. Sedikit pula yang prestasinya cum-laude dan memuaskan. Rata-rata biasa dan selesai kuliah lebih dari 8 semester. Dengan mengoperasionalkan ajaran alon-alon waton kelakon, maka mahasiswa yang kapasitas kemampuannya biasa-biasa akan selesai kuliah juga meskipun melebihi target waktu 8 semester.
Makna positifnya mengajarkan kesabaran dan tidak putus asa ketika dirinya tidak bisa seperti yang lain. Landasan falsafahnya, hidup bukanlah kompetisi tetapi lebih mengutamakan kebersamaan.

Banyak pula kita ketemukan Piwulang Kautaman yang berupa nasehat atau pitutur yang jelas paparannya.
Sebagai contoh adalah sebagai berikut :
“Ing samubarang gawe aja sok wani mesthekake, awit akeh lelakon kang akeh banget sambekalane sing ora bisa dinuga tumibane. Jer kaya unine pepenget, “menawa manungsa iku pancen wajib ihtiyar, nanging pepesthene dumunung ing astane Pangeran Kang Maha Wikan”.
Mula ora samesthine yen manungsa iku nyumurupi bab-bab sing durung kelakon. Saupama nyumurupana, prayoga aja diblakakake wong liya, awit temahane mung bakal murihake bilahi.
Terjemahannya:
“Dalam setiap perbuatan hendaknya jangan sok berani memastikan, sebab banyak sambekala (halangan) yang tidak bisa diramal datangnya pada “perjalanan hidup” (lelakon) manusia.
Sebagaimana disebut dalam kalimat peringatan “bahwa manusia itu memang wajib berihtiar, namun kepastian berada pada kekuasaan Tuhan Yang Maha Mengetahui”.
Maka sesungguhnya manusia itu tidak semestinya mengetahui sesuatu yang belum terjadi. Seandainya mengetahui (kejadian yang akan datang), kurang baik kalau diberitahukan kepada orang lain, karena akan mendatangkan bencana (bilahi).”

Piwulang Kautaman memiliki aras kuat pada kesadaran ber-Tuhan. Maka sebagaimana pitutur diatas, ditabukan mencampuri “hak prerogatif Tuhan” dalam menentukan dan memastikan kejadian yang belum terjadi.
Wallahu a'lam
 
Semoga manfaat