Falsafah PSHT

Manusia dapat dihancurkan, Manusia dapat dimatikan,
tetapi manusia tidak dapat dikalahkan selama manusia itu
masih Setia kepada dirinya sendiri atau ber-SH pada dirinya sendiri

Rabu, 31 Oktober 2018

Apa Itu Khilafah?

Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia. Khilafah bertanggung jawab menerapkan hukum Islam, dan menyampaikan risalah Islam ke seluruh muka bumi. Khilafah terkadang juga disebut Imamah; dua kata ini mengandung pengertian yang sama dan banyak digunakan dalam hadits-hadits shahih.

Sistem pemerintahan Khilafah tidak sama dengan sistem manapun yang sekarang ada di Dunia Islam. Meskipun banyak pengamat dan sejarawan berupaya menginterpretasikan Khilafah menurut kerangka politik yang ada sekarang, tetap saja hal itu tidak berhasil, karena memang Khilafah adalah sistem politik yang khas.
Khalifah adalah kepala negara dalam sistem Khilafah. Dia bukanlah raja atau diktator, melainkan seorang pemimpin terpilih yang mendapat otoritas kepemimpinan dari kaum Muslim, yang secara ikhlas memberikannya berdasarkan kontrak politik yang khas, yaitu bai'at. Tanpa bai'at, seseorang tidak bisa menjadi kepala negara. Ini sangat berbeda dengan konsep raja atau dictator, yang menerapkan kekuasaan dengan cara paksa dan kekerasan. Contohnya bisa dilihat pada para raja dan diktator di Dunia Islam saat ini, yang menahan dan menyiksa kaum Muslim, serta menjarah kekayaan dan sumber daya milik umat.

Kontrak bai'at mengharuskan Khalifah untuk bertindak adil dan memerintah rakyatnya berdasarkan syariat Islam. Dia tidak memiliki kedaulatan dan tidak dapat melegislasi hukum dari pendapatnya sendiri yang sesuai dengan kepentingan pribadi dan keluarganya. Setiap undang-undang yang hendak dia tetapkan haruslah berasal dari sumber hukum Islam, yang digali dengan metodologi yang terperinci, yaitu ijtihad.

Apabila Khalifah menetapkan aturan yang bertentangan dengan sumber hukum Islam, atau melakukan tindakan opresif terhadap rakyatnya, maka pengadilan tertinggi dan paling berkuasa dalam sistem Negara Khilafah, yaitu Mahkamah Mazhalim dapat memberikan impeachment kepada Khalifah dan menggantinya.

Sebagian kalangan menyamakan Khalifah dengan Paus, seolah-olah Khalifah adalah Pemimpin Spiritual kaum Muslim yang sempurna dan ditunjuk oleh Tuhan. Ini tidak tepat, karena Khalifah bukanlah pendeta. Jabatan yang diembannya merupakan jabatan eksekutif dalam pemerintahan Islam. Dia tidak sempurna dan tetap berpotensi melakukan kesalahan. Itu sebabnya dalam sistem Islam banyak sarana check and balance untuk memastikan agar Khalifah dan jajaran pemerintahannya tetap akuntabel.

Khalifah tidak ditunjuk oleh Allah, tetapi dipilih oleh kaum Muslim, dan memperoleh kekuasaannya melalui akad bai'at. Sistem Khilafah bukanlah sistem teokrasi. Konstitusinya tidak terbatas pada masalah religi dan moral sehingga mengabaikan masalah-masalah sosial, ekonomi, kebijakan luar negeri dan peradilan. Kemajuan ekonomi, penghapusan kemiskinan, dan peningkatan standar hidup masyarakat adalah tujuan-tujuan yang hendak direalisasikan oleh Khilafah. Ini sangat berbeda dengan sistem teokrasi kuno di zaman pertengahan Eropa dimana kaum miskin dipaksa bekerja dan hidup dalam kondisi memprihatinkan dengan imbalan berupa janji-janji surgawi.
Secara histories, Khilafah terbukti sebagai negara yang kaya raya, sejahtera, dengan perekonomian yang makmur, standar hidup yang tinggi, dan menjadi pemimpin dunia dalam bidang industri serta riset ilmiah selama berabad-abad.

Khilafah bukanlah kerajaan yang mementingkan satu wilayah dengan mengorbankan wilayah lain. Nasionalisme dan rasisme tidak memiliki tempat dalam Islam, dan hal itu diharamkan. Seorang Khalifah bisa berasal dari kalangan mana saja, ras apapun, warna kulit apapun, dan dari madzhab manapun, yang penting dia adalah Muslim. Khilafah memang memiliki karakter ekspansionis, tapi Khilafah tidak melakukan penaklukkan wilayah baru untuk tujuan menjarah kekayaan dan sumber daya alam wilayah lain. Khilafah memperluas kekuasaannya sebagai bagian dari kebijakan luar negerinya, yaitu menyebarkan risalah Islam.

Khilafah sama sekali berbeda dengan sistem Republik yang kini secara luas dipraktekkan di Dunia Islam. Sistem Republik didasarkan pada demokrasi, dimana kedaulatan berada pada tangan rakyat. Ini berarti, rakyat memiliki hak untuk membuat hukum dan konstitusi. Di dalam Islam, kedaulatan berada di tangan syariat. Tidak ada satu orang pun dalam sistem Khilafah, bahkan termasuk Khalifahnya sendiri, yang boleh melegislasi hukum yang bersumber dari pikirannya sendiri.

Khilafah bukanlah negara totaliter. Khilafah tidak boleh memata-matai rakyatnya sendiri, baik itu yang Muslim maupun yang non Muslim. Setiap orang dalam Negara Khilafah berhak menyampaikan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan-kebijakan negara tanpa harus merasa takut akan ditahan atau dipenjara. Penahanan dan penyiksaan tanpa melalui proses peradilan adalah hal yang terlarang.

Khilafah tidak boleh menindas kaum minoritas. Orang-orang non Muslim dilindungi oleh negara dan tidak dipaksa meninggalkan keyakinannya untuk kemudian memeluk agama Islam. Rumah, nyawa, dan harta mereka, tetap mendapat perlindungan dari negara dan tidak seorangpun boleh melanggar aturan ini.

Imam Qarafi, seorang ulama salaf merangkum tanggung jawab Khalifah terhadap kaum dzimmi: "Adalah kewajiban seluruh kaum Muslim terhadap orang-orang dzimmi untuk melindungi mereka yang lemah, memenuhi kebutuhan mereka yang miskin, memberi makan yang lapar, memberikan pakaian, menegur mereka dengan santun, dan bahkan menoleransi kesalahan mereka bahkan jika itu berasal dari tetangganya, walaupun tangan kaum Muslim sebetulnya berada di atas (karena faktanya itu adalah Negara Islam). Kaum Muslim juga harus menasehati mereka dalam urusannya dan melindungi mereka dari ancaman siapa saja yang berupaya menyakiti mereka atau keluarganya, mencuri harta kekayaannya, atau melanggar hak-haknya".

Dalam sistem Khilafah, wanita tidak berada pada posisi inferior atau menjadi warga kelas dua. Islam memberikan hak bagi wanita untuk memiliki kekayaan, hak pernikahan dan perceraian, sekaligus memegang jabatan di masyarakat. Islam menetapkan aturan berpakaian yang khas bagi wanita (yaitu khimar dan jilbab), dalam rangka membentuk masyarakat yang produktif serta bebas dari pola hubungan yang negatif dan merusak, seperti yang terjadi di Barat.

Menegakkan Khilafah dan menunjuk seorang Khalifah adalah kewajiban bagi setiap Muslim di seluruh dunia, lelaki dan perempuan. Melaksanakan kewajiban ini sama saja seperti menjalankan kewajiban lain yang telah Allah Swt perintahkan kepada kita, tanpa boleh merasa puas kepada diri sendiri. Khilafah adalah persoalan vital bagi kaum Muslim.

Khilafah yang akan datang akan melahirkan era baru yang penuh kedamaian, stabilitas dan kemakmuran bagi Dunia Islam, mengakhiri tahun-tahun penindasan oleh para tiran paling kejam yang pernah ada dalam sejarah. Masa-masa kolonialisme dan eksploitasi Dunia Islam pada akhirnya akan berakhir, dan Khilafah akan menggunakan seluruh sumber daya untuk melindungi kepentingan Islam dan kaum Muslim, sekaligus menjadi alternatif pilihan rakyat terhadap sistem Kapitalisme.

Sabtu, 27 Oktober 2018

Makna Tauhid

Aksi Bela Tauhid Itu Wajib dengan Cara Mempelajari Maknanya

Tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fi’il wahhada-yuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu saja. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Makna ini tidak tepat kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya” (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39).

Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39). Dari makna ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain, namun seorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja.

Pembagian Tauhid

Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan para ulama sejak dahulu hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa ada tauhid terbagi menjadi tiga: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al Asma Was Shifat.

Yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam kejadian-kejadian yang hanya bisa dilakukan oleh Allah, serta menyatakan dengan tegas bahwa Allah Ta’ala adalah Rabb, Raja, dan Pencipta semua makhluk, dan Allahlah yang mengatur dan mengubah keadaan mereka. (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Meyakini rububiyah yaitu meyakini kekuasaan Allah dalam mencipta dan mengatur alam semesta, misalnya meyakini bumi dan langit serta isinya diciptakan oleh Allah, Allahlah yang memberikan rizqi, Allah yang mendatangkan badai dan hujan, Allah menggerakan bintang-bintang, dll. Di nyatakan dalam Al Qur’an:

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ

“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan gelap dan terang” (QS. Al An’am: 1)

Dan perhatikanlah baik-baik, tauhid rububiyyah ini diyakini semua orang baik mukmin, maupun kafir, sejak dahulu hingga sekarang. Bahkan mereka menyembah dan beribadah kepada Allah. Hal ini dikhabarkan dalam Al Qur’an:

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ

“Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan mereka?’, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Az Zukhruf: 87)

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ

“Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan langit dan bumi serta menjalankan matahari juga bulan?’, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Al Ankabut 61)

Oleh karena itu kita dapati ayahanda dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bernama Abdullah, yang artinya hamba Allah. Padahal ketika Abdullah diberi nama demikian, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tentunya belum lahir.

Adapun yang tidak mengimani rububiyah Allah adalah kaum komunis atheis. Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Orang-orang komunis tidak mengakui adanya Tuhan. Dengan keyakinan mereka yang demikian, berarti mereka lebih kufur daripada orang-orang kafir jahiliyah” (Lihat Minhaj Firqotin Najiyyah)

Pertanyaan, jika orang kafir jahiliyyah sudah menyembah dan beribadah kepada Allah sejak dahulu, lalu apa yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat? Mengapa mereka berlelah-lelah penuh penderitaan dan mendapat banyak perlawanan dari kaum kafirin? Jawabannya, meski orang kafir jahilyyah beribadah kepada Allah mereka tidak bertauhid uluhiyyah kepada Allah, dan inilah yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat.

Tauhid Uluhiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam segala bentuk peribadahan baik yang zhahir maupun batin (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Dalilnya:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan” (Al Fatihah: 5)

Sedangkan makna ibadah adalah semua hal yang dicintai oleh Allah baik berupa perkataan maupun perbuatan. Apa maksud ‘yang dicintai Allah’? Yaitu segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, segala sesuatu yang dijanjikan balasan kebaikan bila melakukannya. Seperti shalat, puasa, bershodaqoh, menyembelih. Termasuk ibadah juga berdoa, cinta, bertawakkal, istighotsah dan isti’anah. Maka seorang yang bertauhid uluhiyah hanya meyerahkan semua ibadah ini kepada Allah semata, dan tidak kepada yang lain. Sedangkan orang kafir jahiliyyah selain beribadah kepada Allah mereka juga memohon, berdoa, beristighotsah kepada selain Allah. Dan inilah yang diperangi Rasulullah, ini juga inti dari ajaran para Nabi dan Rasul seluruhnya, mendakwahkan tauhid uluhiyyah. Allah Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Sungguh telah kami utus Rasul untuk setiap uumat dengan tujuan untuk mengatakan: ‘Sembahlah Allah saja dan jauhilah thagut‘” (QS. An Nahl: 36)

Syaikh DR. Shalih Al Fauzan berkata: “Dari tiga bagian tauhid ini yang paling ditekankan adalah tauhid uluhiyah. Karena ini adalah misi dakwah para rasul, dan alasan diturunkannya kitab-kitab suci, dan alasan ditegakkannya jihad di jalan Allah. Semua itu adalah agar hanya Allah saja yang disembah, dan agar penghambaan kepada selainNya ditinggalkan” (Lihat Syarh Aqidah Ath Thahawiyah).

Perhatikanlah, sungguh aneh jika ada sekelompok ummat Islam yang sangat bersemangat menegakkan syariat, berjihad dan memerangi orang kafir, namun mereka tidak memiliki perhatian serius terhadap tauhid uluhiyyah. Padahal tujuan ditegakkan syariat, jihad adalah untuk ditegakkan tauhid uluhiyyah. Mereka memerangi orang kafir karena orang kafir tersebut tidak bertauhid uluhiyyah, sedangkan mereka sendiri tidak perhatian terhadap tauhid uluhiyyah??

Sedangkan Tauhid Al Asma’ was Sifat adalah mentauhidkan Allah Ta’ala dalam penetapan nama dan sifat Allah, yaitu sesuai dengan yang Ia tetapkan bagi diri-Nya dalam Al Qur’an dan Hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Cara bertauhid asma wa sifat Allah ialah dengan menetapkan nama dan sifat Allah sesuai yang Allah tetapkan bagi diriNya dan menafikan nama dan sifat yang Allah nafikan dari diriNya, dengan tanpa tahrif, tanpa ta’thil dan tanpa takyif (Lihat Syarh Tsalatsatil Ushul). Allah Ta’ala berfirman yang artinya:

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا

“Hanya milik Allah nama-nama yang husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya” (QS. Al A’raf: 180)

Tahrif adalah memalingkan makna ayat atau hadits tentang nama atau sifat Allah dari makna zhahir-nya menjadi makna lain yang batil. Sebagai misalnya kata ‘istiwa’ yang artinya ‘bersemayam’ dipalingkan menjadi ‘menguasai’.

Ta’thil adalah mengingkari dan menolak sebagian sifat-sifat Allah. Sebagaimana sebagian orang yang menolak bahwa Allah berada di atas langit dan mereka berkata Allah berada di mana-mana.

Takyif adalah menggambarkan hakikat wujud Allah. Padahal Allah sama sekali tidak serupa dengan makhluknya, sehingga tidak ada makhluk yang mampu menggambarkan hakikat wujudnya. Misalnya sebagian orang berusaha menggambarkan bentuk tangan Allah,bentuk wajah Allah, dan lain-lain.

Adapun penyimpangan lain dalam tauhid asma wa sifat Allah adalah tasybih dan tafwidh.

Tasybih adalah menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya. Padahal Allah berfirman yang artinya:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Lagi Maha Melihat” (QS. Asy Syura: 11)

Kemudian tafwidh, yaitu tidak menolak nama atau sifat Allah namun enggan menetapkan maknanya. Misalnya sebagian orang yang berkata ‘Allah Ta’ala memang ber-istiwa di atas ‘Arsy namun kita tidak tahu maknanya. Makna istiwa kita serahkan kepada Allah’. Pemahaman ini tidak benar karena Allah Ta’ala telah mengabarkan sifat-sifatNya dalam Qur’an dan Sunnah agar hamba-hambaNya mengetahui. Dan Allah telah mengabarkannya dengan bahasa Arab yang jelas dipahami. Maka jika kita berpemahaman tafwidh maka sama dengan menganggap perbuatan Allah mengabarkan sifat-sifatNya dalam Al Qur’an adalah sia-sia karena tidak dapat dipahami oleh hamba-Nya.

Pentingnya mempelajari tauhid

Banyak orang yang mengaku Islam. Namun jika kita tanyakan kepada mereka, apa itu tauhid, bagaimana tauhid yang benar, maka sedikit sekali orang yang dapat menjawabnya. Sungguh ironis melihat realita orang-orang yang mengidolakan artis-artis atau pemain sepakbola saja begitu hafal dengan nama, hobi, alamat, sifat, bahkan keadaan mereka sehari-hari. Di sisi lain seseorang mengaku menyembah Allah namun ia tidak mengenal Allah yang disembahnya. Ia tidak tahu bagaimana sifat-sifat Allah, tidak tahu nama-nama Allah, tidak mengetahui apa hak-hak Allah yang wajib dipenuhinya. Yang akibatnya, ia tidak mentauhidkan Allah dengan benar dan terjerumus dalam perbuatan syirik. Wal’iyydzubillah. Maka sangat penting dan urgen bagi setiap muslim mempelajari tauhid yang benar, bahkan inilah ilmu yang paling utama. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Sesungguhnya ilmu tauhid adalah ilmu yang paling mulia dan paling agung kedudukannya. Setiap muslim wajib mempelajari, mengetahui, dan memahami ilmu tersebut, karena merupakan ilmu tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, tentang nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan hak-hak-Nya atas hamba-Nya” (Syarh Ushulil Iman, 4).

Penulis: Yulian Purnama

Artikel www.muslim.or.id

Rabu, 24 Oktober 2018

Pengertian Surat Resmi Lengkap, Fungsi, Jenis dan Ciri-ciri

Jika kalian ingin membuat sebuah surat entah itu untuk saudara, ayah, ibu, bahkan untuk instansi/perusahaan tertentu. Maka sangat disarankan terlebih dulu memahami bagaimana pengertiannya.

Kenapa harus seperti itu? Tentu saja agar kita tidak membuat surat secara asal-asalan, sehingga menghindari kesan tidak baik dan tidak profesional.

Pengertian ini merupakan dasar dari bagaimana membuat surat yang benar, jadi kita harus mempelajarinya terlebih dahulu. Suatu ilmu akan bisa kita kuasai dan kita praktekkan dengan baik apabila kita sudah paham dulu bagaimana dasar-dasarnya.
Banyak para pelajar baik SD, SMP, bahkan SMA masih saja tidak bisa membuat surat dengan benar, itu karena mereka membuatnya hanya berdasarkan
contek sana contek sini dari yang sudah dibuat sebelumnya.
Sangat memalukan memang, jadi mari kita pelajari terlebih dulu mulai dari awal, saya akan menerangkan definisi surat resmi dan apa saja jenis-jenis nya. Untuk yang tidak resmi akan saya bahas pada postingan lain.

Surat
Yaitu sebuah media untuk berkomunikasi antar satu orang dengan orang lainnya tanpa harus bertatap muka, dibuat dalam bentuk tulisan yang mana isi utamanya adalah menyampaikan informasi, permintaan, pemberitahuan dll.
Di dalamnya terdapat beberapa bagian terkait seperti isi, kop, penutup, dll. dan disampaikan dengan cara dikirim dari satu tempat ke temat lainnya.
Sebenarnya surat sudah digunakan sejak berabad-abad lalu bahkan sebelum terjadinya penjajahan di Indonesia, kerajaan majapahit sudah menggunakannya untuk mengirim informasi, lalu penggunaannya semakin popular sejak belanda datang ke Indonesia, lalu pengiriman berkembang dan dikirimkan melalui kotak pos.
Sejak saat itu, semakin lama semakin berkembang dan akhirnya terbentuklah 2 jenis yang pokok yaitu resmi dan tidak resmi.

Pengertian Surat Resmi
Disebut juga dengan surat dinas, yaitu media komunikasi dalam bentuk tulisan yang digunakan dalam situasi formal/ resmi dan dibuat sesuai dengan aturan-aturan tertentu yang sudah ada. Digunakan oleh perusahaan, perorangan, organisasi, maupun instansi baik itu perusahaan milik pemerintah maupun swasta.

Penggunaannya tidak digunakan semata-mata untuk kepentingan pribadi (individu), tetapi untuk kepentingan dari sebuah organisasi maupun instansi.
Lalu kenapa perorangan bisa menggunakannya?
Itu disebabkan karena dibuat tidak secara asal-asalan serta mengikuti aturan-aturan tertentu.
Contohnya adalah undangan pernikahan.
Setelah kalian bisa memahami penjelasan di atas maka setelah ini akan saya uraikan bagaimana fungsi, ciri-ciri, dan terakhir jenis-jenisnya.

Fungsi
Merupakan sebuah sarana pemberitahuan, seperti yang saya sampaikan di atas, bisa digunakan untuk menyampaikan hal-hal tertentu seperti pemikiran dan gagasan.
Sebagai bukti tertulis, dalam hal ini digunakan sebagai bukti otentik dalam bentuk dokumen yang isinya bisa dipertanggungjawabkan (bisa dipercaya).

Pedoman kerja, maksudnya adalah untuk menyampaikan langkah-langkah kerja dan digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pekerjaan tertentu.
Alat pengingat, yaitu digunakan sebagai kumpulan data yang bisa mengingatkan penerima mengenai suatu hal, dalam hal ini surat disimpan dan sewaktu-waktu akan dibutuhkan lagi untuk mengingatkan penerimanya.
Sebagai bukti historis, merupakan bukti kronologis (perjalanan) yang jelas.

Mungkin kalian betanya-tanya. Kenapa surat masih digunakan padahal sudah ada e-mail dan SMS?
Hal ini karena berbeda dengan e-mail maupun SMS, jika e-mail maupun SMS dirasa kurang sopan, selain itu surat tidak tergantikan bagi perusahaan pemerintah sekalipun karena berbentuk dan merupakan dokumen bagi kegiatan-kegiatan bisnis, perniagaan, maupun pemberitahuan.

Ciri-Ciri Surat Resmi
Mungkin kalian masih bingung membedakan mana yang resmi/ dinas dan mana yang tidak resmi (pribadi).

Berikut saya jelaskan dengan detail :
1. Menggunakan bahasa efektif, singkat, padat, namun jelas bagaimana maksudnya.
2. Menggunakan bahasa baku sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia dan ejaan yang disempurnakan (EYD) baik frasa, kosakata, dan tata bahasanya.
3. Menggunakan bahasa eksplisit bukan implisit.
4. Disajikan dalam bentuk full block atau bisa juga semi block/indented block
5. Memiliki kop surat apabila dikeluarkan oleh lembaga resmi (instansi).
6. Terdapat nomor, lampiran, perihal, Tanggal, alamat tujuan.
7. Pada kondisi tertentu disertai stempel atau cap khusus.
8. Dibuat dalam bentuk sistematis dan sesuai dengan aturan baku.

Advertisement
Penjelasan poin pertama: Dalam kalimatnya hanya memiliki satu pokok pikiran, menggunakan struktur SPOK (subjek, predikat, objek, keterangan) yang baik dalam isi, serta cermat dalam pemilihan kata ataupun frasanya, tidak berbelit-belit apalagi membingungkan.

Untuk penjelasan mengenai poin kedua: adalah bahasa yang sesuai aturan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Poin Ketiga: Eksplisit berarti gamblang atau jelas, bisa dengan mudah dipahami karena merupakan kata yang sebenarnya, kebalikan dari ekplisit adalah implisit.

Untuk nomor 4-8 saya rasa bisa dilihat pada bagian-bagian surat resmi.

Jenis-Jenis Surat Resmi
1. Surat Permohonan
Digunakan untuk memohon sesuatu pada orang lain, biasanya kepada atasan maupun pengadilan, karena memohon maka sifatnya menginginkan sesuatu.
Seperti: Permohonan perceraian, penelitian skripsi, bantuan dana masjid, bantuan dana pembangunan gapura dll.

2. Surat Keputusan
Berisi keputusan dari atasan berkenaan dengan hal-hal yang belum jelas, biasanya berkaitan dengan lembaga atau instansi.
Contoh: Keputusan pengangkatan pegawai, SK Panitia dari kepala sekolah, Pengangkatan Pengurus dan Tenaga Pengajar Pendidikan PAUD, dll.

3. Surat Panggilan/undangan
Digunakan untuk memanggil atau mengundang seseorang dalam kepentingan tertentu.
Kita pasti sudah sering membaca undangan seperti undangan pernikahan, pesta ulang tahun, khitanan dll. ataupun panggilan polisi, kerja, interview, pegawai, dan lainnya.

4. Surat Perintah
Seperti namanya, berfungsi sebagai perantara pesan untuk memerintah atau menginstruksikan bawahan/ pegawai. Seperti: Perintah lembur, tugas siskamling, perjalanan dinas (SPPD), tugas menjaga keamanan.

5. Surat Kuasa
Pemberian kuasa atau wewenang dari pemilik pada seseorang.
Misal: pemberian kuasa atas pengambilan uang di bank, pengambilan ijazah, pembayaran pajak, penerimaan kartu kredit dll.

6. Surat Edaran
Pesan tertulis yang ditujukan pada kelompok atau kalangan tertentu dengan memberitahukan suatu hal/ kegiatan. Contoh: Surat Edaran Pembentukan KPPS pada Pemilu, Pengumuman Libur karena Ujian Sekolah.

Itulah pembahasan saya mengenai Pengertian Surat Resmi semoga bermanfaat bagi anda yang sudah membacanya. Pahamilah setiap yang saya katakan di atas agar kalian tidak salah paham.

Terima Kasih.

Arti cq dan up pada Surat Resmi

Seringkali kita menemukan sebuah surat dengan format seperti contoh

Kepada Yth.
PT. MULTI MEDIA In.
Up. Bagian Keuangan
di tempat.

atau

Kepada Yth:
Menteri Kehakiman dan HAM RI
c.q. Direktur Jendral Lembaga Pemasyarakatan
Jakarta

Pada format yang pertama, u.p adalah Untuk Perhatian. Artinya, surat itu untuk bagian keuangan di PT. Multi Media itu.
u.p digunakan untuk mengkhususkan surat kepada seseorang yang dimaksud. misalnya di suatu perusahaan terdapat bagian personalia, bagian keuangan, bagian operasional atau yang lain. jadi bila kita ingin mengkhususkan kepada bagian yang kita tuju maka kita meletakkan kata up.

Pada format yang kedua, c.q. adalah kependekan dari "casu quo". Casu quo menyiratkan makna "dalam hal ini" (in which case), misalnya pada kalimat "Ik drink soms alcohol c.q. jenever. (Saya kadang-kadang minum alkohol, dalam hal ini jenewer).

Dalam wacana Indonesia, singkatan "c.q." yang merupakan singkatan warisan Belanda ini masih sering dipakai dalam surat-surat resmi. "c.q" pada contoh di atas bisa diartikan "melalui".
Jadi surat di atas ditujukan untuk Menteri Kehakiman dan Ham melalui Dirjen Lembaga Pemasyarakatan, yang menerima adalah Dirjen Lembaga pemasyarakatan yang merupakan institusi di bawah Kementerian Hukum dan Ham.

Bolehkah Menulis Huruf Al Quran dengan terputus-putus

Pertanyaan:
Apakah tulisan ayat dengan cara begitu termasuk penyelewengan dalam Al-Qur’an
" ﺇﻥ ﺍﻟﻠـ ﻫـ ﻻ ﻳﻐﻴّﺮ ﻣﺎ ﺑﻘﻮﻡٍ ﺣﺘﻰ ﻳﻐﻴّﺮﻭﺍ ﻣﺎ ﺑـ ﺃﻧﻔﺴﻬـــ ﻡ "

Karena cara ini sering terdapat dalam beberapa milist?

Jawaban:
Alhamdulillah
Penulisan ayat-ayat Al-Qur'an sesuai dengan kaidah imla (penulisan) modern yang tidak sesuai dengan tulisan Utsmany, ada dua sisi:

Pertama, Penulisan Al-Qur'an secara lengkap dalam sebuah mushaf
Kedua, menulis sebagian ayat-ayat Al-Qur'an pada kitab, milis dan kolom tulisan.

Pada sisi kedua dibolehkan melakukan penulisan satu dua ayat dalam kitab agama sesuai dengan kaidah imla modern. Akan tetapi pada sisi pertama yaitu penulisan mushaf lengkap, tidak dibolehkan dan tidak boleh dianggap remeh. Hal itu untuk menutup jalan bagi orang-orang yang bermain-main yang mungkin dapat mengumpulkan Al-Qur'an dengan penampilan yang berbeda engan tulisan (selain tulisan utsmani) sehingga ketika waktu telah berjalan lama, orang-orang akan melihat (adanya) perbedaan di antara naskah mushaf di dunia.

Karena itu, telah ada keputusan Al-Mujma Al-Fiqhi di Mekkah Al-Mukarromah menguatkan apa yang telah ditetapkan oleh para tokoh ulama Kerajaan Saudi Arabia dalam melarang penulisan mushaf selain dengan tulisan utsamani.

Berikut teks keputusan Al-Majma' Al-Fiqhi:
"… Sesungguhnya "Majlis Al-Majma' Al-Fiqhi Al-Islami" telah melihat surat Syekh Hasyim Wahbah Abdul Al dari Jeddah di mana disebutkan masalah merubah tulisan mushaf ustmani menjadi tulisan dengan standar imla. Setelah didiskusikan masalah ini oleh dewan (majlis) dan melihat keputusan Hai'ah Kibar Ulama' di Riyadh no. (71) tanggal 21/10/1399 H. Yang dikeluarkan terkait masalah ini, dan sebab-sebab yang mengandung penetapan tulisan mushaf dengan tulisan utsmani yaitu:

1.Telah ada ketetapan bahwa penulisan mushaf dengan nama Utsmani, dahulu terjadi pada masa Utsman radhiallahu anhu, bahwa beliau memerintahkan para penulis mushaf agar menulisanya dengan tulisan tertentu. Para shahabat menyetujuinya, begitu juga para tabiin dan generasi setelahnya sampai sekarang. Dan telah ada ketetapan dari Nabi sallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda, "Hendaknya anda semua mengambil sunahku dan sunnah para khulafaur rosyidin setelahku." Maka menjaga tulisan mushaf dengan tulisan ini adalah suatu keniscayaan. Karena mencontoh Utsman, Ali dan para shahabat serta mengamalkan ijmak mereka.

2. Sesungguhnya merubah dari tulisan Ustamani ke tulisan imla yang ada sekarang dengan tujuan memudahkan untuk membaca, akan berdampak kepada perubahan lain jika ada perubahan istilah dalam penulisan. Karena tulisan imla termasuk salah satu bentuk istilah, masih memungkinkan berubah dengan istilah lainnya. Hal ini mengakibatkan kemunginan adanya penyelewengan dalam Al-Qur'an, misalnya dengan mengganti sebagian huruf, menambah atau menguranginya. Sehingga terjadi perbedaan di antara mushaf setelah berlalu sekian tahun. Berikutnya musuh-musuh Islam mendapatkan kesempatan untuk merusak Al-Qur'an Al-Karim. Sementara Islam ada untuk menutup pintu keburukan dan mencegah sebab-sebab (terjadinya) fitnah.

3. Dikhawatirkan kalau tidak konsisten dengan tulisan Utsmani dalam penulisan Al-Qur'an, menjadikan Kitabullah mainan di tangan orang-orang. Setiap kali orang mempunyai perhatian dengan pemikiran untuk penulisannya, memberikan usulan untuk merealisasikannya. Sebagian lagi mengusulkan ditulis dengan huruf latin atau lainnya. Dan hal ini sangat berbahaya. Padahal mencegah terjadinya mafsadah (kerusakan) lebih diutamakan dari pada mendatangkan kemaslahatan.
Setelah meneliti itu semua, maka "Majlis Al-Majma' AL-Fiqhi Al-Islami" menetapkan dengan ijma' (kesepakatan bersama) menguatkan apa yang telah ada dalam ketetapan "Majlis Hai'ah Kibarul Ulama" di Saudi Arabia. Yaitu tidak membolehkan merubah tulisan mushaf Utsmani. Tulisan mushaf Utsmani harus disiarkan seperti yang ada sekarang, agar menjadi hujjah selamanya dan tidak terjadi infiltrasi dari perubahan apa saja atau perubahan dalam teks Qur'an. Juga sebagai upaya mengikuti perbuatan para shahabat dan para imam ulama salaf radhiallahu anhum ajma'in.

Adapun tuntutan dalam pengajaran Al-Qur'an dan memudahkan untuk membacanya bagi para pemula yang terbiasa dengan tulisan imla, maka hal itu dapat diwujudkan lewat talqin (penyampaian langsung) oleh para guru. Karena pengajaran membaca Al-Qur'an dalam semua tingkatan harus dengan bimbingan seorang guru. Maka sang guru dapat mengajarkan para pemula untuk membaca kata-kata yang berbeda tulisannya dengan kaidah imla yang ada. Apalagi kalau dipehatikan bahwa kata-kata itu bilangannya hanya sedikit. Sementara pengulangan dalam Al-Qur'an sering sekali seperti kata ( ﺍﻟﺼﻠﻮﺓ ‏) ﻭ ‏( ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ ) atau semisal itu. Setiap kali pemula belajar kata dengan tulisan ustmani, maka akan mudah membacanya pada setiap kali mendapatkannya dalam mushaf. Hal itu sama persis pada tulisan kata ﻫﺬﺍ dan ﺫﻟﻚ yang juga terdapat dalam kaidah imla.

Ketua Majlis Al-Majma' Al-Fiqhi: Syekh Abdul Aziz bin Baz
Waki Ketua : Dr. Abdulah Umar Nasif
Fatawa Islamiyah, (4/ 34, 35)

Berdasarkan hal tersebut kami katakan, tidak dibolehkan penulisan ayat-ayat (Al-Qur'an) dengan metode seperti apa yang ada dalam pertanyaan, karena ada dua sebab:

Pertama, tulisan tersebut tidak termasuk tulisan yang dibolehkan dalam penuliasan Al-Qur'an, baik berdasarkan tulisan Utsmani atau tulisan imla. Tidak ada metode dari keduanya.

Kedua, metode penulisan seperti ini ada kemiripan dengan tulisan sihir. Dimana mereka menulisanya dengan memotong-motong hurufnya dan merubah tempatnya.

Oleh karena itu kami berpendapat tidak dibolehkan menulis ayat-ayat Al-Qur'an dengan cara memotong-motong hurufnya. Kami lihat cukup dengan tulisan Ustmani untuk menulis mushaf secara lengkap atau dengan cara modern sesuai dengan kaidah imla kalau anda ingin menulis ayat-ayat di tulisan atau kolom. Meskipun yang lebih utama (dalam kondisi ini juga) anda menulis (mengkopi) dari mushaf dengan tulisan Utsmani.

Wallahua'lam.
Semoga Bermanfaat

Selasa, 23 Oktober 2018

Membakar Bendera Tauhid

Bagaimana hukumnya membakar bendera yang di situ bertuliskan kalimat tauhid? Apakah hukuman bagi pelaku pembakaran sesuai syariat Islam?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, wa ba'du,

Allahumma yassir wa a'in

Kami memohon kepada Allah agar diberi petunjuk untuk bersikap yang benar…

Ada beberapa catatan yang kami pahami menyikapi kejadian seperti yang ditanyakan di atas.

Pertama, perlu kita bedakan antara kalimat tauhid dengan bendera kalimat tauhid. Menolak kalimat tauhid adalah kekufuran. Allah berfirman menceritakan kelakuan penduduk neraka,

إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ

Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. (QS. as-Shaffat: 35)

Mereka menyombongkan diri dalam arti tidak mau menerimanya.

Kedua, ada kalimat tauhid dan ada bendera bertuliskan tauhid

Bendera itu adalah simbol bagi pemiliknya. Bendera merah putih, simbol bagi bangsa Indonesia. Sehingga melecehkan bendera, adalah melecehkan pemiliknya.

Kalaupun yang dilakukan Banser bukan melecehkan laa ilaaha illallah… lantas bolehkah Banser melecehkan bendera yang bertuliskan laa ilaaha illallah?

Kami memahami, ada 2 keadaan dalam hal ini:

[Pertama] Membenci setiap bendera bertuliskan laa ilaaha illallaah..

Kebencian semacam ini jelas kesalahan besar. Apa salahnya orang cinta kepada laa ilaaha illallah kemudian dia tuliskan dalam sebuah kain untuk dia muliakan?

Membenci setiap bendera yang bertuliskan laa ilaaha illallah, apa alasannya?

Allah menceritakan dalam al-Quran, orang kafir memusuhi setiap orang yang mengagungkan tauhid,

Allah berfirman,

وَقَالَ رَجُلٌ مُؤْمِنٌ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَكْتُمُ إِيمَانَهُ أَتَقْتُلُونَ رَجُلًا أَنْ يَقُولَ رَبِّيَ اللَّهُ وَقَدْ جَاءَكُمْ بِالْبَيِّنَاتِ مِنْ رَبِّكُمْ

Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir'aun yang menyembunyikan imannya berkata: "Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan: "Tuhanku ialah Allah padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. (QS. Ghafir: 28).

[Kedua] Membenci bendera HTI yang bertuliskan laa ilaaha illallaah

Terlepas dari hubungan antara NU dengan HTI, kami memahami membenci suatu kaum yang menyebabkan madharat yang lebih besar, jelas bermasalah.

Allah melarang para sahabat menghina berhala yang disembah orang kafir karena orang kafir bisa membalas dengan menghina Allah.

Allah berfirman,

وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ

"Janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan." (QS. al-An'am: 108).

Apa yang dilakukan banser dengan membakar bendera itu, jelas memicu kemarahan kaum muslimin dan menimbulkan ketegangan di antara bangsa Indonesia. Terlebih yang dia bakar ada nama Allah. Kebencian pada sekelompok masyarakat, jangan sampai melanggar aturan syariat.

Terlebih, bendera yang dibakar itu bukan bendera HTI. Tidak mungkin ada HTI yang datang ke acara mereka. Lebih tepatnya, bendera itu dibawa sendiri oleh Banser dan dipersiapkan oleh mereka untuk dibakar.

Ketiga, antara alasan dan perbuatan

GP Anshor memberikan alasan bahwa membakar bendera yang bertuliskan kalimat tauhid itu dalam rangka untuk memuliakan kalimat tauhid.

Kita mengakui bahwa menurut Syafi'iyah dan Malikiyah, salah satu di antara cara untuk mengamankan nama Allah yang tercecer adalah dengan membakarnya, kemudian abunya dikubur di tempat yang aman.

Tindakan ini meniru yang dilakukan oleh Khalifah Utsman radhiyallahu 'anhu, setelah beliau menerbitkan mushaf induk "Al-Imam", beliau memerintahkan untuk membakar semua catatan mushaf yang dimiliki semua sahabat. Semua ini dilakukan Utsman untuk menghindari perpecahan di kalangan umat islam yang tidak memahami perbedaan cara bacaan Alquran.

Salah satu saksi sejarah, Mus'ab bin Sa'd mengatakan,

أدركت الناس متوافرين حين حرق عثمان المصاحف ، فأعجبهم ذلك ، لم ينكر ذلك منهم أحد

"Ketika Utsman membakar mushaf, saya menjumpai banyak sahabat dan sikap Utsman membuat mereka heran. Namun tidak ada seorangpun yang mengingkarinya." (HR. Abu Bakr bin Abi Daud, dalam al-Mashahif, hlm. 41).

Di antara tujuan membakar Alquran yang sudah usang adalah untuk mengamankan firman Allah dan nama Dzat Yang Maha Agung dari sikap yang tidak selayaknya dilakukan, seperti diinjak, dibuang di tempat sampah atau yang lainnya.

وفى أمر عثمان بتحريق الصحف والمصاحف حين جمع القرآن جواز تحريق الكتب التي فيها أسماء الله تعالى ، وأن ذلك إكرام لها ، وصيانة من الوطء بالأقدام ، وطرحها في ضياع من الأرض

Perintah Utsman untuk membakar kertas mushaf ketika beliau mengumpulkan Alquran, menunjukkan bolehnya membakar kitab yang di situ tertulis nama-nama Allah ta'ala. Dan itu sebagai bentuk memuliakan nama Allah dan menjaganya agar tidak terinjak kaki atau terbuang sia-sia di tanah (Syarh Shahih Bukhari, 10/226)

As-Suyuti menjelaskan,

وإن أحرقها بالنار فلا بأس ، أحرق عثمان مصاحف كان فيها آيات وقراءات منسوخة ولم ينكر عليه

"…jika dibakar dengan api, hukumnya boleh. Utsman membakar mushaf yang ada tulisan ayat Alquran dan ayat yang telah dinasakh (dihapus), dan tidak ada yang mengingkari beliau (al-Itqan fi Ulum Alquran, 2:459).

Namun semua masyarakat bisa menilai, beda alasan dengan perbuatan.

Siapapun yang melihat rekaman video kejadian itu bisa menilai, yang dilakukan Banser itu lebih dekat kepada memuliakan ataukah melecehkan? Mereka membakar sambil bernyanyi dan menari riang…

Orang bisa saja beralasan, tapi tidak semua yang keluar dari lisannya bisa diterima.

Dulu orang munafik dinasehati, jangan maksiat, karena itu perbuatan yang merusak muka bumi. Jawaban mereka, kami ini memperbaiki, bukan merusak.

Allah berfirman,

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ

Dan bila dikatakan kepada mereka: "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." (QS. al-Baqarah: 11)

Kami memohon kepada Allah agar dilindungi dari sifat kekufuran, baik yang dilakukan secara diam-diam maupun terang-terangan.

Allahu a'lam.

Rabu, 17 Oktober 2018

TASHAWWUF ITU ILMU AKHLAK

Bismillah...

TASHAWWUF ITU ILMU AKHLAK

Tolong bacalah dengan hati yang bersih bukan dengan hati yang kotor.

BENIH TASHAWWUF BERASAL DARI PRILAKU NABI.

Perikehidupan (sirah) nabi Muhammad SAW juga merupakan benih-benih tashawuf yaitu pribadi nabi SAW yang sederhana, zuhud, dan tidak pernah terpesona dengan kemewahan dunia.

Dalam salah satu Doanya ia memohon: "Wahai Allah, Hidupkanlah aku dalam kemiskinan dan matikanlah aku selaku orang miskin" (HR.at-Tirmizi, Ibnu Majah dan al-Hakim).

"Pada suatu waktu Nabi SAW datang ke rumah istrinya, Aisyah binti Abu Bakar as-Siddiq. Ternyata di rumahnya tidak ada makanan. Keadaan ini diterimanya dengan sabar, lalu ia menahan lapar dengan berpuasa" (HR.Abu Dawud, at-Tirmizi dan an-Nasa-i) .

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 21 yang artinya: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah".

Peristiwa dan Perilaku Hidup Nabi. Sebelum diangkat menjadi Rasul, berhari-hari beliau berkhalawat (mengasingkan diri) di Gua Hira, terutama pada bulan Ramadhan disana nabi banyak berzikir dan bertafakur dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Pengasingan diri Nabi SAW di gua Hira ini merupakan acuan utama para shufi dalam melakukan khalawat, ini contoh tashawuf Rasulullah.

Tashawuf itu mengajarkan pola hidup sederhana, qonaah, tawakal, zuhud, wara', senatiasa berzikir, Bukannya NGAJARKAN KESOMBONGAN...

Lihatlah pola hidup Rasulullah dan para sahabat..

LIHATLAH POLA TASHAWUF ABU BAKAR.

Abu Bakar hanya memiliki sehelai pakaian. Ia berkata: "Jika seorang hamba begitu dipesonakan oleh hiasan dunia, Allah membencinya sampai ia meninggalkan perhiasan itu."

Oleh karena itu Abu Bakar memilih taqwa sebagai "pakaiannya" Ia menghiasi dirinya dengan sifat-sifat rendah hati, santun, sabar, dan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan ibadah dan dzikir.

Abu bakar adalah salah seorang Quraisy yang kaya. Setelah masuk islam, ia menjadi orang yang sangat sederhana. Ketika menghadapi perang Tabuk, Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat, Siapa yang bersedia memberikan harta bendanya di jalan Allah SWT.

Abu Bakar lah yang pertama menjawab: "Saya ya Rasulullah". Akhirnya Abu Bakar memberikan seluruh harta bendanya untuk jalan Allah SWT. Melihat demikian, Nabi SAW bertanya kepada: "Apalagi yang tinggal untukmu wahai Abu Bakar?" ia menjawab: "Cukup bagiku Allah dan Rasul-Nya".

Diriwayatkan bahwa selama enam hari dalam seminggu Abu Bakar selalu dalam keadaan lapar. Pada suatu hari Rasulullah SAW pergi ke masjid. Di sana Nabi SAW bertemu Abu Bakar dan Umar bin Khattab, kemudian ia bertanya: "Kenapa anda berdua sudah ada di mesjid?", Kedua sahabat itu menjawab: "Karena menghibur lapar"

LIHATLAH POLA TASHAWUF UMAR BIN KHATTAB

Umar bin Khattab yang terkenal dengan keheningan jiwa dan kebersihan qalbunya, sehingga Rasulullah SAW berkata: " Allah telah menjadikan kebenaran pada lidah dan hati Umar". Ia terkenal dengan kezuhudan dan kesederhanaannya. Diriwayatkan, pada suatu ketika setelah ia menjabat sebagai khalifah, ia berpidato dengan memakai baju bertambal dua belas sobekan.
Diceritakan, Abdullah bin Umar, putra Umar bin Khatab, ketika masih kecil bermain dengan anak-anak yang lain. Anak-anak itu semua mengejek Abdullah karena pakaian yang dipakainya penuh dengan tambalan.

LIHAT POLA TASHAWUF USMAN BIN AFFAN

Usman bin Affan yang menjadi teladan para shufi dalam banyak hal. Usman adalah seorang yang zuhud, tawadu' (merendahkan diri dihadapan Allah SWT), banyak mengingat Allah SWT, banyak membaca ayat-ayat Allah SWT, dan memiliki akhlak yang terpuji.
Diriwayatkan ketika menghadapi Perang Tabuk, sementara kaum muslimin sedang menghadapi paceklik, Usman memberikan bantuan yang besar berupa kendaraan dan perbekalan tentara.
Diriwayatkan bahwa Usman terbunuh ketika sedang membaca Al-Qur'an.

Tebasan pedang para pemberontak mengenainya ketika sedang membaca surah Al-Baqarah ayat 137 yang artinya: "...maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." ketika itu ia tidak sedikitpun beranjak dari tempatnya, bahkan tidak mengijinkan orang mendekatinya. Ketika ia rebah berlumur darah, mushaf (kumpulan lembaran) Al-Qur'an itu masih tetap berada di tangannya.

LIHATLAH POLA TASHAWUF ALI BIN ABI THALIB

Ali bin Abi Thalib yang tidak kurang pula keteladanannya dalam dunia kerohanian. Ia mendapat tempat khusus di kalangan para shufi. Bagi mereka Ali merupakan guru kerohanian yang utama. Ali mendapat warisan khusus tentang ini dari Nabi SAW. Abu Ali ar-Ruzbari, seorang tokoh shufi, mengatakan bahwa Ali dianugerahi Ilmu Laduni. Ilmu itu, (sebelumnya) secara khusus diberikan Allah SWT kepada Nabi Khaidir AS, seperti firmannya yang artinya: "…dan telah Kami ajarkan padanya ilmu dari sisi Kami." (QS. Al Kahfi:65).

Kezuhudan dan kerendahan hati Ali terlihat pada kehidupannya yang sederhana. Ia tidak malu memakai pakaian yang bertambal, bahkan ia sendiri yang menambal pakaiannya yang robek.

Suatu waktu ia tengah menjinjing daging di Pasar, lalu orang menyapanya: "Apakah tuan tidak malu membawa daging itu ya Amirul mu'minin (Khalifah)?" Kemudian dijawabnya: "Yang saya bawa ini adalah barang halal, kenapa saya harus malu?",
Nabi dan para sahabat adalah Contoh perilaku Tashawuf yang tidak bisa diingkari siapapun yang memang Islam sejati.

Hakikat Tawadu' adalah ajaran tashawuf

Hakikat Qonaah adalah ajaran Tashawuf

Hakikat wara' adalah ajaran tashawuf

Hakikat Zuhud adalah ajaran Tashawuf...

Dan Jika anda membenci tashawuf maka anda sama dengan membenci cara Hidup Rasulullah dan para sahabat.
karna itulah imam syafi'i mengatakan :

ﻓﻘﻴﻬﺎ ﻭ ﺻﻮﻓﻴﺎ ﻓﻜﻦ ﻟﻴﺲ ﻭﺍﺣﺪﺍ * ﻓﺈﻧﻲ ﻭ ﺣـــﻖ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻳـــﺎﻙ ﺃﻧــــﺼﺢ
ﻓﺬﺍﻟﻚ ﻗﺎﺱ ﻟﻢ ﻳـــﺬﻕ ﻗـﻠــﺒﻪ ﺗﻘﻰ * ﻭﻫﺬﺍ ﺟﻬﻮﻝ ﻛﻴﻒ ﺫﻭﺍﻟﺠﻬﻞ ﻳﺼﻠﺢ

Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih dan juga menjalani tashawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya. Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu.

Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak mau menjalani tashawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelezatan taqwa. Sedangkan orang yang hanya menjalani tashawuf tapi tidak mau mempelajari ilmu fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik? [Diwan Al-Imam Asy-Syafi'i, Dar el-mareefah, pp. 42].

Bagaimna Orang mau merasakan Nikmatnya Iman dan taqwa jika tidak mengerti tashawuf yang sebenarnya??

Lihatlah mereka mereka yang tidak suka dengan Tashawuf. Hidup tak pernah tenang, jiwa dikotori sifat-sifat makzumah, bahkan banyak yang tidak punya adab dan akhlak.

mereka bicara fiqih tapi mereka punya jiwa yang tidak sehati, lain perkataan lain priliaku bahkan hasad dan dengki, iri dan tamak. Bahkan tak pandai bagaimana bersyukur sebenarnya baik dalam keadaan cukup maupun dalam keadaan kurang.

Tashawuf itu inti utamanya mengajarkan Akhlak. mengajar pola hidup yang tenang dalam keadaan bagaimanapun.
lantas mengapa ada saja yang tidak suka??

Jika tidak suka bencilah tingkah laku para sahabat dan Rasulullah, maka yakinlah Islam kalian hanya batas tenggorokan saja.

Sunnah bukan mesti terucap tetapi juga perbutan Rasulullah dan para sahabat. jangan mengatakan sesuai sunnah nabi dan sunnah khulafa 'ur rasydin jika kalian malahan tidak bisa bersikap santun seperti Rasulullah dan sahabat!!.

itu artinya kalian hanya teori tanpa pelaksaan. Sudah tak berilmu ditambah juga tak beramal.

Apa itu sholeh dan sholehah ??

bagaimana adab orang yang sungguh-sungguh sholeh dan sholehah dalam artian sebenarnya??

Pahami Tashawuf dengan benar jika mau sholeh dan sholehah, Contohlah sikap hidup Rasulullah dan sahabat, bukan cuma pengakuan merasa sholeh dan sholehah.

Bagaimana mau sholeh dan sholehah jika tidak bertashawuf??

Sungguh lucu sekali ada orang ANTI TASHAWUF tetapi bicara istiqomah, wara, zhuhud, qonaah padahal itu ilmu-ilmu tashawuf.

PERHATIKAN PENDAPAT IMAM MADZHAB TENTANG TASHAWUF

1. Tashawwuf menurut Imam Madzhab Hanafiyah.
Imam Abu Hanifah (Pendiri Mazhab Hanafi) berkata: Jika tidak karena dua tahun, Nu'man telah celaka. Karena dua tahun saya bersama Sayyidina Imam Jafar as-Shodiq, maka saya mendapatkan ilmu spiritual yang membuat saya lebih mengetahui jalan yang benar.
(Kitab Durr al Mantsur)

2. Tashawwuf menurut Imam Madzhab Malikiyah.
Imam Maliki (Pendiri Mazhab Maliki) berkata: Barangsiapa mempelajari/mengamalkan tashawuf tanpa fiqih maka dia telah zindik, dan barang siapa mempelajari fiqih tanpa tashawuf dia tersesat, dan siapa yang mempelari tasawuf dengan disertai fiqih dia meraih kebenaran.
('Ali al-Adawi dalam kitab Ulama fiqih, vol. 2, hal. 195 yang meriwayatkan dari Imam Abul Hasan).

3. Tashawwuf menurut Imam Madzhab Syafi'iyah.
Imam Syafi'i (pendiri mazhab Syafi'i) berkata: Saya berkumpul bersama orang-orang shufi dan menerima 3 ilmu: Mereka mengajariku bagaimana berbicara, Mereka mengajariku bagaimana memperlakukan orang lain dengan kasih sayang dan kelembutan hati, Mereka membimbingku ke dalam jalan tashawuf.
(Riwayat dari kitab Kasyf al-Khafa dan Muzid al Albas, Imam 'Ajluni, vol. 1, hal. 341).

4. Tasawwuf menurut Imam Madzhab Hanabilah.
Imam Ahmad bin Hanbal (Pendiri mazhab Hambali) berkata: Anakku, kamu harus duduk bersama orang-orang shufi, karena mereka adalah mata air ilmu dan mereka selalu mengingat Allah dalam hati mereka. Mereka adalah orang-orang zuhud yang memiliki kekuatan spiritual yang tertinggi. Aku tidak melihat orang yang lebih baik dari mereka.
(Ghiza al Al-bab, vol. 1, hal. 120; Tanwir al Qulub, hal. 405, Syaikh Amin al Kurdi)

Imam Malik berkata: Fiqih tanpa Tashawwuf adalah munafiq
ﻣﻦ ﺗﺼﻮﻑ ﻭﻟﻢ ﻳﺘﻔﻘﻪ ﻓﻘﺪ ﺗﺰﻧﺪﻕ ﻭﻣﻦ ﺗﻔﻘﻪ ﻭﻟﻢ ﻳﺘﺼﻮﻑ ﻓﻘﺪ ﺗﻔﺴﻖ ﻭﻣﻦ ﺟﻤﻊ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﻓﻘﺪ ﺗﺤﻘﻖ

Barang siapa belajar tashawuf tanpa belajar fiqih berarti ia zindiq. Barang siapa belajar fiqih tanpa tashawuf berarti ia munafiq. Dan barang siapa mengumpulkan tashawuf dan fiqih berarti ia adalah orang yang benar. (Iqozhul Himam. Hlm 6).

Kalam Imam Syafi'i berikut ini dalam bentuk bait syi'ir untuk membungkam hujjah mereka :
ﻓﻘﻴﻬﺎً ﻭﺻﻮﻓﻴﺎً ﻓﻜﻦ ﻟﻴﺲ ﻭﺍﺣﺪﺍ ﻓﺈﻧــﻲ ﻭﺣـﻖ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻳـﺎﻙ ﺃﻧﺼﺢ , ﻓﺬﻟﻚ ﻗﺎﺱ ﻟﻢ ﻳﺬﻕ ﻗﻠﺒﻪ ﺗﻘــﻰ ﻭﻫﺬﺍ ﺟﻬﻮﻝ ﻛﻴﻒ ﺫﻭ ﺍﻟﺠﻬﻞ ﻳﺼﻠﺢ
Jadilah kamu seorang ahli fiqih yang bertashawwuf jangan jadi salah satunya, sungguh dengan haq Allah aku menasehatimu.

Jika kamu menjadi ahli fiqih saja, maka hatimu akan keras tak akan merasakan nikmatnya taqwa. Dan jka kamu menjadi yang kedua saja, maka sungguh dia orang teramat bodoh, maka orang bodoh tak akan menjadi baik.
(Diwan Al-Imam Asy-Syafi'i halaman: 19)

Nasihat Imam Asy-Syafi'I Rohimalloh:
ﻓﻘﻴﻬﺎ ﻭ ﺻﻮﻓﻴﺎ ﻓﻜﻦ ﻟﻴﺲ ﻭﺍﺣﺪﺍ ﻓﺈﻧﻲ ﻭ ﺣـــﻖ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻳـــﺎﻙ ﺃﻧــــﺼﺢ ﻓﺬﺍﻟﻚ ﻗﺎﺱ ﻟﻢ ﻳـــﺬﻕ ﻗـﻠــﺒﻪ ﺗﻘﻰ ﻭﻫﺬﺍ ﺟﻬﻮﻝ ﻛﻴﻒ ﺫﻭﺍﻟﺠﻬﻞ ﻳﺼﻠﺢ
Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih dan juga menjalani tasawwuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya.

Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu.
Orang yag hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak mau menjalani tashawwuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelazatan taqwa.
Sedangkan orang yg hanya menjalani tashawwuf tapi tidak mau mempelajari ilmu fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik.[Diwan Al-Imam Asy-Syafi'i, halaman 47]

MENJAWAB FITNAH WAHABI TERHADAP IMAM SAFI'I

Wahab berdusta atas nama imam Syafi'i untuk mencela ajaran tashawwuf yang mereka anggap sesat.

Hanya bermodalkan taqlid buta pada orang-orang yang mereka anggap paling benar dan bermodalkan ilmu yang pas-pasan.

Mereka mencela ajaran tashawwuf dengan mencomot kalam imam Syafi'i yang mereka anggap bahwa imam Syafi'i juga mencela ajaran tashawwuf dan para penganutnya, tanpa mau mempelajari makna yang sebenarnya.

Mereka membawakan kalam imam Syafi'i sebagai berikut:
Pertama:
ﺭﻭﻯ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ ﻓﻲ " ﻣﻨﺎﻗﺐ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ " ﻋﻦ ﻳﻮﻧﺲ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻷﻋﻠﻰ ﻳﻘﻮﻝ : ﺳﻤﻌﺖ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻳﻘﻮﻝ : ﻟﻮ ﺃﻥ ﺭﺟﻼً ﺗﺼﻮَّﻑ ﻣﻦ ﺃﻭﻝ ﺍﻟﻨﻬﺎﺭ ﻟﻢ ﻳﺄﺕ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﻈﻬﺮ ﺇﻻ ﻭﺟﺪﺗﻪ ﺃﺣﻤﻖ .
Al-Imam Al-Baihaqi rahimahullahu meriwayatkan di dalam kitabnya Manaqib asy-Syafi'i dari Yunus bin Abdul A'la, aku mendengar imam Syafi'i berkata: "Jika seorang belajar tashawuf di pagi hari, sebelum datang waktu dhuhur engkau akan dapati dia menjadi orang dungu.”

Kedua:
ﻭﻋﻨﻪ ﺃﻳﻀﺎ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ ﻣﺎ ﻟﺰﻡ ﺃﺣﺪ ﺍﻟﺼﻮﻓﻴﺔ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻓﻌﺎﺩ ﻋﻘﻠﻪ ﺇﻟﻴﻪ ﺃﺑﺪﺍ

Dari imam Syafi'i juga, bahwasanya beliau berkata "Seorang yang telah bersama kaum shufiyah selama 40 hari, tidak mungkin kembali akalnya selama-lamanya."

Benarkah imam Syafi'i seperti apa yang mereka katakan??

SANGGAHAN

Pertama...
Khobar pertama di dalam sanadnya oleh para ulama masih diperselisihkan artinya tidak tsiqah. Dalam periwayatan lainnya menggunakan kalimat "Lau laa" (seandainya tidak)

Dalam kitab Hilyatul Aulia disebutkan sebagai berikut:
ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪُ ﺑْﻦُ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ، ﺣﺪَّﺛَﻨِﻲ ﺃَﺑُﻮ ﺍﻟْﺤَﺴَﻦِ ﺑْﻦُ ﺍﻟْﻘَﺘَّﺎﺕِ ، ﺛﻨﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪُ ﺑْﻦُ ﺃَﺑِﻲ ﻳَﺤْﻴَﻰ ، ﺛﻨﺎ ﻳُﻮﻧُﺲُ ﺑْﻦُ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻷَﻋْﻠَﻰ ، ﻗَﺎﻝَ : ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻲَّ ، ﻳَﻘُﻮﻝُ : " ﻟَﻮْﻻ ﺃَﻥَّ ﺭَﺟُﻼ ﻋَﺎﻗِﻼ ﺗَﺼَﻮَّﻑَ ، ﻟَﻢْ ﻳَﺄْﺕِ ﺍﻟﻈُّﻬْﺮَ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺼِﻴﺮَ ﺃَﺣْﻤَﻖَ "
"Seandainya orang yang berakal tidak bertasawwuf, maka belum sampai dhuhur, ia akan menjadi dungu"

Sanad periwayatan ini muttasil dari pengarang kitab Hiltyatul Aulia hingga sampai pada imam Syafi'i dan lebih kuat karena menggunakan shighah tahdits/ sama' (lambing periwayatan yang didengarkan secara langsung secara estafet).

Kedua...
Mereka menukil ucapan imam Syafi'i tersebut dengan bodoh terhadap makna yang sebenarnya.
Benarkah itu sebuah celaan terhadap ajaran tashawwuf ??

Makna yang sesungguhnya adalah:

"Tidaklah seseorang belajar tashawwuf tanpa didahului ilmu fiqih, maka tidaklah datang waktu dhuhur maksudnya waktu sholat, kecuali dia dalam keadaan dungu yakni dalam keadaan bodoh, dia tidak mengerti bagaimana beribadah dengan Tuhannya".

Makna seperti ini sesuai dengan kalam para ulama lainnya seperti imam Sirri As-Saqothi yang berkata kepada imam Junaid dan disebutkan oleh al-Hafidz Abu Thalib Al-Makki dalam kitabnya Qutul Qulub sebagai berikut:

Imam Sirri as-Saqothi berkata pada imam Junaid "Jika kau berpisah dariku, siapakah yang kau duduk bersamanya? Imam Junaid menjawab "Al-Harist al-Muhasibi".

Imam Sirri berkata "Benar, ambillah ilmu dan adabnya, dan tinggalkan kalam lembutnya".

Imam Junaid berkata "Ketika aku hendak pergi aku mendengar beliau berkata:
ﺟﻌﻠﻚ ﺍﻟﻠّﻪ ﺻﺎﺣﺐ ﺣﺪﻳﺚ ﺻﻮﻓﻴﺎً ﻭﻻ ﺟﻌﻠﻚ ﺻﻮﻓﻴﺎً ﺻﺎﺣﺐ ﺣﺪﻳﺚ
Semoga Allah menjadikanmu ahli hadits yang bertashawuf dan tidak menjadikanmu ahli tashawuf yang pandai hadits".

Ketiga...
Mereka menukil ucapan imam Syafi'i tersebut dari imam Baihaqi dalam kitabnya Manaqib Asy-Syafi'i. Seandainya mereka mau jujur, maka mereka seharusnya juga menampilkan kalam imam Baihaqi terhadap kalam imam Syafi'i tersebut dan tidak membuangnya. Namun karena tujuan mereka untuk mengelabui umat dari makna yang sebenarnya, mereka tak lagi peduli pada kejujuran dan amanat. Walaa haula walaa quwwata illa billah.

Berikut komentar beliau setelah menampilkan kalam imam Syafi'i tersebut dalam kitab beliau Manaqib Asy-Syafi'i juz 2 halaman 207:
ﻗﻠﺖ : ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺃﺭﺍﺩ ﺑﻪ ﻣﻦ ﺩﺧﻞ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻮﻓﻴﺔ ﻭﺍﻛﺘﻔﻰ ﺑﺎﻻﺳﻢ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﻌﻨﻰ، ﻭﺑﺎﻟﺮﺳﻢ ﻋﻦ ﺍﻟﺤﻘﻴﻘﺔ، ﻭﻗﻌﺪ ﻋﻦ ﺍﻟﻜﺴﺐ، ﻭﺃﻟﻘﻰ ﻣﺆﻧﺘﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ، ﻭﻟﻢ ﻳﺒﺎﻝ ﺑﻬﻢ، ﻭﻟﻢ ﻳﺮﻉ ﺣﻘﻮﻗﻬﻢ ﻭﻟﻢ ﻳﺸﺘﻐﻞ ﺑﻌﻠﻢ ﻭﻻ ﻋﺒﺎﺩﺓ، ﻛﻤﺎ ﻭﺻﻔﻬﻢ ﻓﻲ ﻣﻮﺿﻊ ﺁﺧﺮ
"Aku katakan (Imam Al Baihaqi menjelaskan maksud perkataan Imam As Syafi'i tersebut): "Sesungguhnya yang imam Syafi'i maksud adalah orang yang masuk dalam shufi namun hanya cukup dengan nama bukan dengan makna (pengamalan), merasa cukup dengan simbol dan melupakan hakekat shufi, malas bekerja, membebankan nafkah pada kaum muslimin tapi tidak peduli dgn mereka, tidak menjaga haq-haq mereka, tidak menyibukkan diri dengan ilmu dan ibadah, sebagaimana beliau menyifai hal ini di tempat yang lainnya."
(Al Manaqib Al Imam As Syafi'i li Al Imam Al Baihaqi, 2/207)

Inilah yang dimaksud oleh imam Syafi'i, maka jelas bahwa beliau tidak mencela ajaran tashawwuf dan penganutnya.

Sungguh Firqoh Wahabi benar-benar pembawa Fitnah dari nejed.

Sangat jelas bahwa wahabi bukan ahlu sunnah sebab seorang ahli sunnah sejati tidak akan berani berdusta !!

Dan wahabi tidak bisa dipercaya sebagai pengikut salafus sholeh sebab adab, prilaku Rasulullah, sahabat, tabiin, tabiun.
Imam madzhab yang justru bertashawuf mereka tolak bahkan berani mengatakan tasyawuf adalah ajaran bidah dan lebih jauh lagi mereka berdusta atas nama imam madzhab untuk menipu umat.

BEGITUKAH AKHLAK AHLI SUNNAH KERJAANNYA HANYA MENCELA, MEMFITNAH ?

Wahabi kaum golongan zindiq dan munafik.

Bahkan pengikutnya yang merasa ahli agama sudah merasa paling sempurna dlm beragama, padahal mulutnya saja lancang tidak punya adab.

itu karena tidak kenal ilmu ilmu tashawuf

Tashawuf berasal dari istilah yang dikonotasikan dengan "ahlu shuffah" ( ﺍَﻫﻞ ﺍﻟﺼﻔﺔ ), yang berarti sekelompok orang pada masa Rasulullah SAW.

Hidupnya diisi dengan banyak berdiam diserambi-serambi masjid, dan mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah SWT.

Kedua, ada yang mengatakan tashawuf berasal dari kata shafa' ( ﺍﻟﺼﻔﺎﺀ ), yang berarti orang-orang yang mensucikan dirinya di hadapan Tuhan-Nya.

Ketiga, ada yang megatakan bahwa istilah tasawuf berasal dari kata "shaf" ( ﺻﻒ ), yang dinisbatkan kepada orang-orang yang ketika shalat berada di Shaf yang paling depan.

NAH SEBUTAN ITU SUDAH ADA DI MASA RASULULLAH.

RASULULLAH TIDAK PERNAH MENGATAKAN MEREKA SESAT PADA MEREKA.

LANTAS YANG NGECAP SESAT LEBIH MULIA DARI NABI?

Semoga tulisan ini menjadi renungan kita semua untuk hati-hati mengkaji persoalan agama, teliti itu penting agar tidak salah jalan dalam menjalankan syariat agama.

Tugas saya hanya membela diri dari segala tuduhan yang tidak punya dasar ilmu yang cukup.

Dan bukan hanya saya tetapi semua aswaja pada dasarnya membela diri dari kaum PENUDUH, KAUM AHLUL FITNAH Yang setiap hari hanya berilmu BIDAH, SYRIK, KAFIR.. MULUT LANCANG.

Selasa, 16 Oktober 2018

Kata-Kata Islami

Mungkin kita sering mendengar kata-kata semacam Ukhti, akhi, akhwan, ikhwan dalam film-film Indonesia yang dalam beberapa tahun ini banyak mengangkat tema kehidupan Islami. Dan tidak dapat dipungkiri kehadiran film-film tersebut turut mengenalkan kata atau kalimat-kalimat Islami tersebut di lingkungan pergaulan masyarakat umum.

1. Assalamu'alaikum.
Sebagai seorang muslim ketika bertemu dengan sesama Muslim sebaiknya memang saling mengucapkan salam, karena dalam setiap salam tersebut banyak mengandung do'a. Ketika mendapat salam tersebut, kemudian kita akan membalasnya dengan kalimat Wa'alaikum Salam atau juga dapat ditambahkan dengan Warrahmatullahi wa barakatuh.

2. Ukhti
Arti kata ukhti adalah saudariku, digunakan untuk panggilan seseorang kepada seorang perempuan (tunggal).

3. Akhwat
Arti dari akhwat adalah sama seperti ukhti, Hanya saja kata akhwat digunakan kepada perempuan dalam bentuk jamak (lebih dari 1).

4. Akhi
Arti dari kata akhi adalah saudaraku. digunakan untuk panggilan seseorang kepada seorang laki-laki (tunggal).

5. Ikhwan
Arti dari Ikhwan sama seperti akhi. Hanya saja Ikhwan digunakan untuk panggilan kepada laki-laki dalam bentuk jamak (lebih dari 1).

6. Syafakillah dan Syafakallah
Arti dari syafakillah dan arti dari syafakallah adalah semoga Allah menyembuhkanmu. Kata ini digunakan ketika kita bertemu atau mendapati seseorang dalam keadaan sakit. Perbedaan antara Syafakillah dan Syafakallah terletak pada penggunaannya. Syafakillah untuk perempuan, sedangkan Syafakallah untuk laki-laki.

7. Barakallahu
Arti dari Barakallah atau Barakallahu adalah "Semoga mendapat berkah dari Allah."

8. Syukran
Arti dari syukran/syukron adalah Terima kasih, kata ini digunakan untuk menunjukan rasa terima kasih kita terhadap pertolongan atau kebaikan orang lain. dan Jawaban dari Syukran adalah Afwan yang artinya adalah Sama-sama. kata syukran biasa juga ditambahkan menjadi Syukran Katsiira yang artinya terima kasih banyak.

9. Jazaakumullah Khairan Katsiran
Untuk menunjukan rasa terima kasih terhadap seseorang kita dianjurkan juga untuk mengucapkan kalimat Jazaakumullah Khairan Katsiran yang memiliki arti semoga Allah membalas kalian dengan kebaikan banyak.
Kalimat ini lebih baik untuk digunakan, karena selain menunjukan rasa terima kasih. Ucapan ini juga mengandung do'a.

10. Tafadhdhal.
Kata ini digunakan untuk mempersilahkan seseorang. Arti dari kata tafadhdal sendiri adalah "silahkan". dan digunakan kepada laki-laki atau umum.

11. Tafadhdhalii
Memiliki arti yang sama dengan poin no 10. Hanya saja diperuntukan untuk perempuan

12. Mumtaaz
Kata mumtaaz adalah kata yang digunakan untuk memberikan pujian, Kata mumtaaz bisa diartikan Bagus banget, sempurna atau kereen.

13. Barakallahu Laka
Barakallahu laka adalah do'a untuk pengantin atau digunakan ketika kita mendapati dua orang yang melangsungkan pernikahan. Ucapan lengkapnya adalah "Baarakallahu laka wa baaraka 'alaika wa jama'a bainakumaa fi khoir." yang artinya: Semoga Allah senantiasa memberkahimu dalam keadaan mudah dan dalam keadaan sulit, serta mengumpulkan kalian berdua senantiasa dalam kebaikan.

Kesimpulan Artikel

Mengucapkan selamat ulang tahun, selamat milad, met milad, happy milad, yaumul milad ataupun ucapan selamat tahun bahasa Arab lainnya tidak ada tuntunanya dalam Islam. dan juga tidak ada pelarangannya secara jelas.

Begitupun dalam do'a ulang tahun. Tidak ada yang namanya do'a ulang tahun Islami. Dalam Islam, yang ada adalah do'a meminta panjang umur dan keberkahannya yang boleh digunakan kapanpun, tidak terkhusus di hari ultah kita.

Yang terbaik adalah, Kita tidak membiasakan diri dengan perayaan ulang tahun yang bersifat hura-hura, mengandung kemunkaran dan pemborosan semata. Seandainya pun kita ingin memperingati hari lahir kita. Peringatilah dengan cara Bermuhasabah dan perbanyak mengucap rasa syukur dan meminta ampunan Allah SWT.

Demikianlah artikel tentang Arti Barakallah fii Umrik, Syafakillah, Ukhti, Akhi, Jazakallah, hukum merayakan dan ucapan selamat tahun dalam Islam dan lain sebagainnya.

Semoga bermanfaat...

Jumat, 12 Oktober 2018

Hukum Panggilan Bunda Menurut Islam

Apakah benar panggilan bunda terlarang bagi muslim? Karena sebagian anak ada yang diajarkan memanggilnya ibunya dengan panggilan bunda.

Sebagian mengkritik hal ini karena panggilan seperti ini adalah panggilan di kalangan Nashrani, seperti panggilan untuk Bunda Maria.


Panggilan Untuk Ibu Berkaitan Dengan Masalah Adat
Sehingga hukum yang berlaku seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Taimiyah,


وَالْأَصْلُ فِي الْعَادَاتِ لَا يُحْظَرُ مِنْهَا إلَّا مَا حَظَرَهُ اللَّهُ

"Hukum asal adat (kebiasaan masyarakat) adalah tidaklah masalah selama tidak ada yang dilarang oleh Allah di dalamnya" (Majmu'ah Al-Fatawa, 4: 196).


Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata pula,


وَأَمَّا الْعَادَاتُ فَهِيَ مَا اعْتَادَهُ النَّاسُ فِي دُنْيَاهُمْ مِمَّا يَحْتَاجُونَ إلَيْهِ وَالْأَصْلُ فِيهِ عَدَمُ الْحَظْرِ فَلَا يَحْظُرُ مِنْهُ إلَّا مَا حَظَرَهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

"Adat adalah kebiasaan manusia dalam urusan dunia mereka yang mereka butuhkan. Hukum asal kebiasaan ini adalah tidak ada larangan kecuali jika Allah melarangnya." (Majmu'ah Al-Fatawa, 29: 16-17)


Guru penulis, Syaikh Sa'ad bin Nashir Asy-Syatsri berkata, "Hukum asal adat adalah boleh, tidak kita katakan wajib, tidak pula haram. Hukum boleh bisa dipalingkan ke hukum lainnya jika (1) ada dalil yang memerintah, (2) ada dalil yang melarang." (Syarh Al-Manzhumah As-Sa'diyyah, hal. 88).


Sedangkan untuk panggilan bunda sama sekali tidak ada dalil tegas yang melarangnya.


Bagaimana kalau alasannya itu tasyabbuh (meniru-niru) Nashrani karena panggilan Maria di kalangan Nashrani adalah panggilan kepada Bunda Maria.


Kaidah Tasyabbuh Mesti Dipahami

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah berkata,


"Patokan tasyabbuh adalah jika melakukan sesuatu yang menjadi kekhususan orang yang ditiru. Misalnya, tasyabbuh pada kafir adalah bila seorang muslim melakukan sesuatu yang menjadi kekhususan orang kafir.


Adapun jika sesuatu sudah tersebar di tengah-tengah kaum muslimin dan itu tidak menjadi ciri khas atau pembeda dengan orang kafir, maka tidak lagi disebut tasyabbuh.


Demikian itu tidaklah dihukumi sebagai tasyabbuh, namun bisa jadi dinilai haram dari sisi lain. (Majmu' Fatawa Syaikh Ibnu 'Utsaimin, 3:30)


Sekarang, apakah ada yang dapat mengatakan jika ada seorang ibu yang dipanggil "bunda" oleh anaknya, lantas dituduh, "Ooh, orang itu non muslim yah?" Tentu tidak ada yang menyatakan seperti itu.


Panggilan bunda masih sama posisinya dengan panggilan mama, ibu, mbok, mam, dll. Kalau non-muslim memakainya, bukan berarti seorang muslim terlarang memakainya karena panggilan tersebut adalah panggilan umum tanpa memandang agama.


Kalau ada yang memanggil ibunya dengan ummi (ibuku), itu juga sah-sah saja.


Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Kamis, 11 Oktober 2018

RAHASIA FATIHAH

Dalam sebuah Fesantren "Fesbukiyyah Imajineriyah" Sang guru menjelaskan hakekat Fateha, "Semua rahasia suci – firman Allah yang disampaikan kepada manusia dalam seratus catatan kitab suci masa silam, Zabur Nabi Daud, Taurat, dan Injil – terangkum dalam al-Qur'an.

Seluruh isi al-Qur'an itu dirangkum di dalam surat al-fatihah. Keseluruhan surah al-Fatihah itu dirangkum dalam ayat basmalah, "Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."

Hakikat  basmalah dirangkum dalam huruf BĀ', yang berisi “Bī kāna mā kāna wa bī yakūn mā yakūn" artinya Apa pun yang menjadi, menjadi melalui Aku, Dan apa pun yang akan menjadi, Akan menjadi melalui Aku.

Nabi Muhammad Saw. bersabda: "Aku adalah kota ilmu dan 'Ali r.a. adalah gerbangnya (Anā madīnat-ul-‘ilmi wa Aliyun bābuhā)". 'Ali, gerbang ilmu itu, memperkuat pernyataan di atas dengan mengatakan "Aku adalah titik di bawah huruf Bā', dan al-'ilm nuqthatun (semua pengetahuan adalah sebuah titik)." [Syaikh Syihab al-Din Yahya al-Suhrawardi, Hayakal al-Nur]

Untuk lebih dalam agar kalian bisa masuk dan merasakan Sirr (rahasia) Fatihah, maka harus laku ruhani dengan cara mengamalkannya.”

Para murid bertanya, "Guru kami ingin mengamalkannya, berapa kali kami membaca fatihah dalam setiap malamnya...?”

Lalu Sang Guru berkata, "Kalian ingin merasakan dan menyelami Sirr Fatihah maka tidak usah mengamalkannya dengan cara membacanya, walaupun kalian sangat fasih bahkan bibir kalian sampai berbusa-busa melafadzkannya, jika tidak mengetahui rahasianya, kalian masih  sebatas merasakan kulit fatihahnya. Makanya tidak heran jika kalian masih suka mentertawakan orang lain yang kurang fasih dalam membaca fatihah.”

"Lalu apa yang harus kami lakukan guru, agar kami bisa merasakan Sirr Fatehah tersebut...?” tanya para santri dengan serempak.

Kemudian Guru menjawab, "Mulai sekarang kamu harus mengamalkan dalam setiap prilaku sehari-hari untuk menyebarkan  Arrahman (Sifat Pengasih) dan Arrahim (Sifat Penyayang) kepada semua makhluk, tanpa membedakan suku, agama, golongan dan bangsa, apalagi partai.

Dalam kitab Al-Mahabbah, Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa cinta kepada Allah adalah tujuan puncak dari seluruh maqam spiritual dan ia menduduki derajad/level yang tinggi. "(Allah) mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya." (QS. 5: 54).

Jika kalian memang benar-benar mencintai Allah, maka cintailah makhluknya, karena puncak beragama itu adalah Cinta.”

Untuk semua makhluk semoga diberi cahaya oleh Allah  AL-FATIHAH...........

Rabu, 10 Oktober 2018

KESALAHAN MAKNA AL-FATEKA

MENJAWAB SOAL KESALAHAN MAKNA "AL-FATEKA"

Oleh: Ust. Dr. Miftah el-Banjary
(Dosen Ilmu Semantik Arab)

Ada di antara kalangan para sahabat melaporkan pada Rasulullah SAW bahwa ada para sahabat lain di suatu perkampungan suku Arab badui lainnya yang keliru bacaan al-Qur'annya, lantas Rasulullah SAW memanggil sahabat itu dan meminta diperdengarkan.

Akhirnya, Rasulullah SAW bersabda bahwa "al-Qur'an itu diturunkan pada 7 dialek/aksen yang berbeda-beda." Mengapa Rasulullah SAW menerima perbedaan dialek para sahabat yang berbeda-beda bacaannya itu?
Jawabannya: karena perbedaan bacaan para sahabat, tidak mengubah pada makna substansi makna Al-Qur'an itu.

Menjadi lain persoalannya, jika ucapannya itu mengubah pada substansi makna dari ayat Al-Qur'an itu sendiri. Nah, tentu Rasulullah SAW tidak akan mentolerir.

Masih ingat kisah kemarahan Sayyidina Umar bin Khattab terhadap orang yang sembarangan menyebutkan lafal Al-Qur'an, beliau marah menegur seraya ingin memukulnya.

Soal aksen kita tidak boleh saling menghujat dan hina, tapi soal ketepatan makhrijul huruf dan ketepatan melafadzkan huruf itu wajib diluruskan dan wajib belajar untuk mengucapkan lafal yang tepat dan benar.

Apa pasalnya?

Sebab bahasa Arab merupakan bahasa yang paling kaya makna dan paling sensitif terhadap pergeseran makna. Artinya, kesalahan mengucapkan berakibat pada kesalahan makna.

Contohnya:
√ Lafadz "Qalbu" (قلب) bermakna "Hati", namun jika dibaca "Kalbu" (كلب) berubah menjadi "Anjing".

√ Kosakata "Katala" (كتل) bermaknan"Menawan", tapi jika dibaca "Qatala" (قتل) berarti "Membunuh".

√ Kata "Sakin" (سكين) dengan fathah bermakna "Ketenangan" bisa berubah menjadi "Pisau" jika dibaca "Sikin" dengan Kasrah.

Dari sinilah seharusnya kita belajar dan harus terus belajar memperbaiki bacaan makhrijul huruf kita, sebab kesalahan dalam pengucapan makhraj huruf pastinya berakibat pada kesalahan-kesalahan bacaan al-Qur'an selanjutnya.

Sekarang mari kita perhatikan pergeseran makna dari "Al-Fatihah" menjadi "Al-Fateka", bukan menurut saya, tapi menurut Al-Mu'jam Al-Wasithkamus yang menjadi rujukan bahasa Arab yang cukup dianggap sangat repesentatif saat ini.

Apakah merubah makna atau tidak?

Al-Fatihah bermakna "Pembuka"
Al-Fatika/ Al-Fateka bermakna "Kesewenangan", "Membunuh", dan "Kekerasan."

Jadi, kesimpulannya budaya dan aksen/dialek bahasa daerah tidak bisa dijadikan justifikasi atas kesalahan pengucapan makharijul huruf bahasa Arab yang bisa dianggap disepele.

Barangkali Allah ingin menunjukkan kepada kita siapa sosok pemimpin kita dari ucapan yang keluar dari ucapannya sendiri. Bukan sekedar kesalahan pengucapan, tapi faktornya karena ya tidak terbiasa melafalkan kalimah-kalimah thayyibah.
Ini faktor yang seringkali ditemui dari orang-orang yang sering keliru bacaan Al-Qur'annya.

Wallahu a'lam.

Rabu, 03 Oktober 2018

Jadwal Haul Para Ulama dan Habaib di Kalimantan Selatan

Jadwal Haul Para Ulama dan Habaib di Kalimantan Selatan
1. Sultan Surian Syah (Sultan Banjar Pertama): 12 Rabiul Awal 
2. Habib Hamid bin Abbas Bahasyim (Habib Basirih): 18 Jumadil Awal
3. Tuan Sheikh Mufti Haji Jamaluddin Al-Banjary (Surgi Mufti): 8 Muharram
4. Sheikh Muhammad Amin bin Ya'qub (Datuk Amin Benua Anyar): 30 Syawal
5.Tuan Guru Haji Ahmad Bakeri (Guru Bakeri): 20 Rabiul Awal
6. Tuan Guru Haji Muhammad (Ayahanda Tuan Guru Ahmad Zuhdiannor/ Guru      Zuhdi: 17 Muharram
7. Datuk Sheikh Muhammad Arsyad Al-Banjary (Datuk Kelampayan) Pengarang Kitab Sabil Al-Muhtaddin: 6 Syawal
8. Datuk Sheikh Abdul Hamid (Datuk Abulung): 12 Dzulhijjah
9. Tuan Guru Sheikh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani Al-Banjary (Tuan Guru      Sekumpul): 5 Rajab
10. Tuan Guru Sheikh Muhammad Kasyful Anwar bin Ismail Al-Banjary (Guru Kasyful): 18 Syawal
11. Sharifah Badrun binti Syed Yusuf Al-Qodiry Al-Hasani: 29 Syawal
12. Datuk Sheikh Haji Muhammad Abdusshamad Al-Banjary (Datuk Bakumpai): 13 Safar
14. Datuk Sheikh Muhammad Abdush Shamad (Datuk Sanggul): 28 Dzulhijjah
15. Datuk Sheikh Abdul Mu'in (Datu Nuraya Padma Tunggal): 15 Dzulhijjah
16. Datuk Suban: 14 Syawal
17. Datuk Sheikh Shalman Al-Farisi (Datuk Gadung): 9 Dzulhijjah
18. Datuk Sheikh Haji Sa'dudin (Datuk Taniran): 5 Safar
19. Al-Habib Ibrahim Al-Habsyie: 14 Safar
20. Datuk Muhammad Thaher bin H. Syahbuddin (Datuk Daha): 10 Syawal
21. Tuan Guru Haji Muhammad Ramli (Wali Katum) : 29 Sya'ban
22. Tuan Guru Haji Ahmad Mughnie Ayahanda Daripada Tuan Guru Haji Mohd Bakheit Barabai: 12 Dzulhijjah
23. Sheikh Abdurrasyid (Pendiri Pondok Pesantrian Rakha Desa Pekapuran): 12 Syawal
24. Tuan Guru Haji Ahmad Riduan (Guru Lok Bangkai): 12 Sya'ban
25. Datuk Sheikh Muhammad Nafis bin Idris Al-Banjary (Datuk Nafis) Pengarang Kitab Ad-Durrun Nafis: 14 Rabiul Akhir
26. Datuk Kandang Haji: 17 Rabiul Akhir
27. Habib Muhammad bin Abdullah Al-Athas: 11 Shafar
28. Datuk Insad: 5 Rabiul Awal
29. Syarifah Hajjah Aminah binti Al-Habib Salim Assegaff (Ibu Ifah Kuning): 7 Jumadil Awal
30. Habib Mushaffa Ahmad bin Al-Habib Shaleh Al-Aydrus: 11 Rabiul Akhir
31. Sheikh Muhammad Riduan Shaleh: 3 Jumadil Akhir
32. Habib Mukhtar bin Habib Husein Al-Aydrus: 24 Jumadil Awal
33. Syarif Ali bin Pangeran Syarif Abdurrahman Al-Aydrus: 7 Syawal
34. Mufti Haji Muhammad Arsyad Lamak bin Mufti Haji Muhammad As'Ad Al-Banjary (Kubah Pagatan): 23 Rabiul Awal
35.Habib Muhammad bin Ali Al-Aydrus (Habib Mancung): 14 Dzulqaidah
36. Habib Mustafa bin Pangeran Syarif Ali Al-Aydrus: 27 Jumadil Awal
37. Habib Usman bin Segaf Al-Aydrus: 27 Jumadil Awal
38. Habib Alwy bin Syarif Umar Al-Aydrus: 8 Rabiul Awal
39. Habib Husein bin Syarif Umar Al-Aydrus: 10 Sya'ban
40. Syarif Umar bin Pangeran Syarif Ali Al-Aydrus: 21 Sya'ban
41. Syarif Alwy bin Al-Habib Hasan Al-Aydrus: 27 Rajab
42. Tuan Guru Sheikh Muhammad Dahlan (Guru Cantung): 25 Rabiul Awal
43. Sheikh Qusyairin Iman Shah: 7 Dzulqaidah

WAKTU PELAKSANAAN HAUL BESAR DITENTUKAN OLEH PANITIA PELAKSANA, SEHINGGA PELAKSANAAN HAUL BISA BERBEDA DENGAN TANGGAL WAFATNYA.
Semoga dengan adanya tulisan ini, Jadwal Haul Para Tokoh Agama, Habaib dan Ulama Kalimantan Selatan ini, akan lebih memudahkan kita untuk mengingat dan mempersiapkan diri untuk berhadir di acara Haul-haul beliau-beliau nantinya, atau setidaknya membacakan sendiri do'a haul untuk beliau.

Semoga ada berkahnya untuk kita semua. Aamiin Allahumma Aamiin......