Falsafah PSHT

Manusia dapat dihancurkan, Manusia dapat dimatikan,
tetapi manusia tidak dapat dikalahkan selama manusia itu
masih Setia kepada dirinya sendiri atau ber-SH pada dirinya sendiri

Senin, 11 November 2019

BERBUDI LUHUR

2.12 BERBUDI LUHUR TAHU BENAR DAN SALAH

2.12.1 Pengantar

Berbudi luhur secara umum adalah berperilaku sesuai norma atau aturan atau rambu rambu yang telah ditetapkan.
Entah apa sesuai ketetapan budaya ataukah sesuai ketetapan agama. Namun ketetapan agama adalah rambu rambu paling mutlak didahulukan bila ada persilangan antara ketetapan budaya melawan ketetapan agama.

Di awal dikatakan bahwa berbudi luhur adalah berperilaku sesuai rambu-rambu yang ditetapkan. Berarti sebelum berperilaku kita harus tahu dulu rambu-rambunya. Kalau sudah tahu rambu-rambunya lalu kita melaksanakan, maka itulah yang disebut berbudi luhur.

Berdasar uraian di atas maka bagaimana mungkin kita tahu apakah kita sudah berbudi luhur apa belum sebelum kita tahu rambu-rambunya. Nah tahu rambu-rambu itu yang disebut dengan tahu benar dan salah.

2.12.2 Pengertian Budi Pekerti Luhur

Budi pekerti yang baik (luhur) adalah suatu tingkah laku yang didasari oleh niat, kehendak, pikiran yang baik dan dilakukan dengan cara yang baik pula.
Manusia berbudi luhur adalah manusia yang mempunyai ciri-ciri budi luhur dalam kehidupannya, sehingga dapat diteladani oleh orang lain. Ciri yang dimaksud adalah perilaku yang terpuji, sesuai dengan pengertian budi luhur. Budi adalah sikap dan perilaku, sedangkan luhur artinya tinggi atau mulia. Budi pekerti amat penting artinya bagi upaya menciptakan kehidupan yang damai dan harmonis.

Secara umum Budi Pekerti berarti moral dan kelakuan yang baik dalam menjalani kehidupan ini. Ini adalah tuntunan moral yang paling penting. Budi Pekerti adalah induk dari segala etika ,tatakrama, tata susila, perilaku baik dalam pergaulan , pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Pertama-tama budi pekerti ditanamkan oleh orang tua dan keluarga dirumah, kemudian disekolah dan tentu saja oleh masyarakat secara langsung maupun tidak langsung.
Budi Pekerti mempunyai arti yang sangat jelas dan sederhana, yaitu: Perbuatan (Pekerti) yang dilandasi atau dilahirkan oleh Pikiran yang jernih dan baik (Budi). Dengan definisi yang teramat gamblang dan sederhana dan tidak muluk-muluk, kita semua dalam menjalani kehidupan ini semestinya dengan mudah dan arif dapat menerima tuntunan budi pekerti.

Penerapan Budi Pekerti di Rumah dan Keluarga.
Sejak masa kecil dalam bimbingan orang tua, mulai ditanamkan pengertian baik dan benar seperti etika, tradisi lewat dongeng dan sebagainya. Berperilaku yang baik dalam keluarga amat penting bagi pertumbuhan sikap anak selanjutnya. Dari kecil sudah terbiasa menghormat orang tua atau orang yang lebih tua, misalnya: jalan sedikit membungkuk jika berjalan di depan orang tua dan dengan sopan mengucap permisi. Selain berperilaku halus dan sopan, juga berbahasa yang baik untuk menghormati sesama.

Pendidikan tradisional zaman dulu mengandung kesabaran, nerimo ing pandhum, pasrah, ayem tentrem, tansah eling marang Pangeran (selalu dengan sabar menerima dan mensyukuri pemberian Tuhan, pasrah.
Pengertian pasrah adalah tekun berusaha dan menyerahkan keputusan kepada Tuhan. Hati tenang tentram, selalu ingat kepada Tuhan).
Anak anak secara naluri mulai diterapkan ajaran unggah-ungguh, sopan santun, etika, menghormati orang tua dan orang lain. Inkulturisasi, penanaman etika ini sangat penting karena menjadi dasar supaya si anak hingga dewasa dapat membawa diri dan diterima dalam pergaulan dimasyarakat, mampu bersosialisasi dan punya budaya malu. Punya sikap mendahulukan kepentingan orang lain, peka dan peduli kepada sekeliling dan lingkungan. Punya kebiasaan hidup rukun dan damai, penuh kasih sayang dan hormat dilingkungan keluarga dan masyarakat. Penanaman sikap sejak dini ini penting karena akan merasuk dalam rasa, sehingga kepekaannya tidak mudah hilang.

Peduli Lingkungan.
Pendidikan yang mengarah kepada peduli dan kasih terhadap lingkungan dan alam, juga sudah dimulai sejak usia belia. Anak-anak diberi pengertian untuk tidak bersikap sewenang-wenang kepada binatang dan tanaman dan juga menjaga kebersihan alam, tidak merusak alam.
Pendidikan formal
Selain pendidikan nonformal yang berkembang dan berpengaruh positif, pendidikan formal tentu saja mempunyai peran sangat penting. Anak dididik supaya cerdas dan punya budi pekerti.
Sejak ditaman bermain atau Play group, TK, SD, anak diperkenalkan dan dibiasakan bersosialisasi, ditanamkan etika, sopan santun, kebersihan, rasa kebersamaan, rasa kebersamaan di alam sebagai satu kesatuan kosmos, ditanamkan rasa solidaritas dan kasih sayang demi keselarasan, keseimbangan dan perdamaian. Tentu juga diajarkan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam tradisi dan adat istiadat.
Di masa penjajahan dulu, sekolah-sekolah pribumi seperti Taman Siswa, menanamkan pendidikan yang penuh dengan semangat juang dan nasionalisme, persatuan dan kesatuan dalam melawan penjajah.

Etika Pergaulan.
Sebagai bangsa yang berbudaya, sebaiknya semua pihak menampilkan sikap yang santun dalam pergaulan, membuat orang lain senang, dihargai. Orang itu senang bila dihargai, disapa dengan kata-kata yang baik, termasuk wong cilik, orang ekonomi lemah. Wong cilik akan santun kepada orang yang menghargai mereka. Orang santun, meski derajatnya tinggi, tidak sombong, ini orang yang berbudaya. Orang yang berperilaku baik, berbahasa baik, berbudi baik, selain dihargai orang lain, secara pribadi juga untung, yaitu akan mengalami peningkatan taraf kejiwaannya, mengalami kemajuan batiniah.

Cara Mengevaluasi.
Pada saat keprihatinan melanda kehidupan karena kemerosotan moral dan hukum yang sulit ditegakkan, kebenaran diplintir, rasa malu hilang entah kemana, mana yang baik mana yang buruk dikaburkan, tata susila tak diperhitungkan. Dimana pula kejujuran?
Dalam keadaan sulit seperti apapun, tentu ada jalan keluarnya, tidak semua orang bersifat jelek, tidak semua pemimpin lupa diri, masih ada anak bangsa yang berkwalitas, jujur, pandai, trampil, trengginas, berani hidup sederhana, dalam perilaku dan tindakannya didasari nurani dan berkah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Kalau kita merenung dengan hening, berbicara dengan nurani, tiada sedikit keraguan bahwasanya Budi Pekerti yang sarat dengan ajaran luhur moral dan etika dan kepasrahan kepada Tuhan, merupakan resep mujarab supaya kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara terlepas dari segala keruwetan yang dihadapi (Ngudari ruwet rentenge bangsa lan negara).
Budi Pekerti yang merupakan kearifan lokal, pada dasarnya mengandung nilai-nilai universal. Budi Pekerti akan membangkitkan kepribadian yang berkwalitas: tanggap (peka), tatag (tahan uji), dan tanggon (dapat diandalkan).

Tindak Lanjut Dalam kehidupan Sehari-hari
Jujur, tidak menipu, welas asih kepada sesama. Berkelakuan baik tidak melakukan Mo Limo, yaitu: Main/berjudi; madon/main perempuan atau selingkuh, mabuk karena minuman keras, madat menggunakan narkoba dan maling. Tentu saja tindakan jahat yang lain seperti membunuh, menista, mengakali, memeras, menyuap, melanggar hukum dan berbuat kejam, harus tidak dilakukan.

Berperilaku baik dengan menghindari perbuatan salah, supaya nama baik tetap terjaga dan supaya tidak kena malu.
Terkena malu bagi orang Jawa tradisional adalah kehilangan kehormatan. Ada pepatah Jawa menyatakan: Kehilangan semua harta milik itu tidak kehilangan apapun; kehilangan nyawa artinya kehilangan separoh hidup kita; tetapi kalau kehilangan kehormatan artinya kehilangan semuanya.
Memelihara kerukunan, bebas dari konflik diantara keluarga, tetangga, kampung, desa, selanjutnya ditingkat negara dan dunia, di mana hubungan harmonis antar manusia teramat penting. Kerusakan dan kekacauan yang timbul di dunia ini, yang paling besar adalah dikarenakan oleh sikap manusia.
Ingatlah pepatah: Rukun agawe santoso artinya: Rukun membuat kita sehat kuat.
Bersikap sabar, nrimo artinya menerima dengan ikhlas dan sadar jalan kehidupan kita dan tidak perlu iri kepada sukses orang lain Ingin hidup sukses harus berusaha dengan keras dan rajin dan mohon restu Tuhan, hasilnya terserah Tuhan.
Tidak bersikap egois yang hanya mementingkan diri sendiri. Ada petuah: Sepi ing pamrih, rame ing gawe artinya bertindak tanpa pamrih dan selalu siap bekerja demi kepentingan masyarakat dan kesejahteraan umat. Sikap yang demikian, mudah menimbulkan tindakan bergotong royong, baik dalam lingkungan kecil maupun besar. Gotong Royong adalah kerjasama saling membantu dan hasilnya sama-sama dinikmati. Ini bisa berlaku diskup kecil seperti antar tetangga kampung yang merupakan kebiasaan yang sudah berjalan sejak masa kuno. Yang digotongroyongkan antara lain: sama-sama membersihkan jalan desa, memperbaiki prasarana seperti jalan desa, saluran air, balai desa, dan lainnya.

2.12.3 Kebenaran

Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia.  Artinya sifat  manusiawi atau martabat kemanusiaan selalu berusaha memeluk kebenaran. Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik psikologis. Dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebenaran.
Pendidikan pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada khususnya mengemban tugas utama untuk menemukan, pengembangan, menjelaskan, menyampaikan nilai-nilai kebenaran. Semua orang yang berhasrat untuk mencintai kebenaran, bertindak sesuai dengan kebenaran. Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia.
Kebenaran itu bertingkat-tingkat bahkan tingkat-tingkat tersebut bersifat hirarkis. Kebenaran yang satu di bawah kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya ada kebenaran relatif, ada kebenaran mutlak (absolut). Ada kebenaran alami dan ada pula kebenaran illahi, ada kebenaran khusus individual, ada pula kebenaran umum universal.

A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya
Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah.
Berdasarkan potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran:
1.Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama yang dialami manusia.

2.Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan di samping melalui indara, diolah pula dengan rasio.

3.Tingkat filosofis, rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya.

4.Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas iman dan kepercayaan.

Keempat tingkat kebenaran ini berbeda-beda wujud, sifat dan kualitasnya bahkan juga proses dan cara terjadinya, di samping potensi subyek yang menyadarinya. Potensi subyek yang dimaksud di sini ialah aspek kepribadian yang menangkap kebenaran itu. Misalnya pada tingkat kebenaran indera, potensi subyek yang menangkapnya ialah panca indra. Manusia selalu mencari kebenaran, membina dan menyempurnakannya sejalan dengan kematangan kepribadiannya.

Ukuran Kebenarannya:
–Berfikir merupakan suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran.
– Apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain.
–Oleh karena itu diperlukan suatu ukuran atau kriteria kebenaran.

Jenis-jenis Kebenaran :
1. Kebenaran Epistemologi (berkaitan dengan pengetahuan)
2. Kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada/ diadakan)
3. Kebenaran semantis (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata)
Kebenaran agama yang ditangkap dengan seluruh kepribadian, terutama oleh budi nurani merupakan puncak kesadaran manusia. Hal ini karena sumber kebenaran itu berasal dari Tuhan Yang Maha Esa.

B. Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat

1. Teori Corespondence
Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita obyek (informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan). Jika ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek, maka sesuatu itu benar.
Kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju.
Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaran dengan realitas yang serasi dengan sitasi aktual. Kesesuaian pikiran dengan kenyataan. Dengan demikian ada lima unsur yang perlu yaitu :
1. Statemaent (pernyataan)
2. Persesuaian (agreemant)
3. Situasi (situation)
4. Kenyataan (realitas)
5. Putusan (judgements)

Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespodensi ini. Teori kebenaran menuru corespondensi ini sudah ada di dalam masyarakat sehingga pendidikan moral bagi anak-anak ialah pemahaman atas pengertian-pengertian moral yang telah merupakan kebenaran itu. Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus diartikan sebagai dasar bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya.

2. Teori Consistency
Teori ini merupakan suatu usaha pengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesan yang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.
Untuk menetapkan suatu kebenaran bukanlah didasarkan atas hubungan subyek dengan realitas obyek. Sebab apabila didasarkan atas hubungan subyek (ide, kesannya dan com-prehensionnya) dengan obyek, pastilah ada subyektivitasnya. Oleh karena itu pemahaman subyek yang satu tentang sesuatu realitas akan mungkin sekali berbeda dengan apa yang ada di dalam pemahaman subyek lain. Teori ini dipandang sebagai teori ilmiah yaitu sebagai usaha yang sering dilakukan di dalam penelitian pendidikan khususnya di dalam bidang pengukuran pendidikan.
Teori koherensi menganggap suatu pernyataan benar bila di dalamnya tidak ada perntentangan, bersifat koheren dan konsisten dengna pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar. Dengan demikian suatu pernyataan dianggap benar, jika pernyataan itu dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten dan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya. Logika ini menjelaskan bahwa kesimpulan akan benar, jika premis-premis yang digunakan juga benar.
Suatu teori dianggap benar apabila telah dibuktikan (klasifikasi) benar dan tahan uji. Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru yang benar atau dengan teori lama yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya.

3. Teori Pragmatisme
Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal sebagai metode project atau medtode problem solving. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengembalikan pribadi manusia di dalam keseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.
Jika teori itu praktis, mampu memecahkan problem secara tepat barulah teori itu benar. Yang dapat secara efektif meme-cahkan masalah itulah teori yang benar (kebenaran).
Oleh karena itu tidak ada kebenaran yang mutak/ tetap, kebenarannya tergantung pada manfaat dan akibatnya.
- Sesuai dengan keinginan dan tujuan
- Sesuai dengan teruji dengan suatu eksperimen
- Ikut membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis (ada).

4. Kebenaran ReliIgius
Kebenaran tak cukup hanya diukur dengan rasion dan kema-uan individu. Kebenaran bersifat objective, universal, berlaku bagi seluruh umat manusia.
Agama sebagai teori kebenaran
Ketiga teori kebenaran sebelumnya menggunakan alat, budi, fakta, realitas dan kegunaan sebagai landasannya. Dalam teori kebenaran agama digunakan wahyu yang bersumber dari Tuhan. Sebagai makluk pencari kebenaran, manusia dan mencari dan menemukan kebenaran melalui agama. Dengan demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan koheren dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak. Agama dengan kitab suci dan haditsnya dapat memberikan jawaban atas segala persoalan manusia, termasuk kebenaran.

2.12.4 Kesalahan

2.12.4.1 Beberapa Pembedaan
Dalam berargumen sering kita terperangkap dalam peristilahan yang mempunyai kemiripan arti dengan kesalahan dan kebenaran. Perlu diingat, kata-kata itu mempunyai pengertian dalan konteks yang berbeda-beda. Perlu dibuat pembedaan yang jelas guna menghindari penyalahagunaan peristilahan.

A.  Benar- Salah
Istilah benar salah (true-false) dipakai untuk untuk menilai sifat atau kualitas suatu proposisi atau makna/isi suatu pernyataan. Pengetahuan bisa dinilai benar atau salah, karena pengetahuan pada dasarnya merupakan gabungan dan perpaduan sistem pernyataan. Konsep tidak dapat dinilai salah atau benar, betul atau keliru. Konsep bisa jelas atau terpilah atau kabur, memadai atau tidak memadai. Demikian juga persepsi, sebenarnya tidak dapat disebut benar atau salah, betul atau keliru. Yang bisa benar atau salah adalah isi dari apa yang dipersepsikan. Yang betul atau keliru adalah yang mempersepsikan. Persepsi sendiri hanya bisa jeli atau serampangan, tajam atau tumpul, menyeluruh atau parsial.

B.  Betul-keliru
Istilah betul-keliru (Truth-Error) dipakai untuk menilai keadaan orang atau si pembuat pernyataan sebagai akibat dari pertim-bangan dan keputusannya atas suatu proposisi. Misalnya, orang bisa keliru karena bisa menganggap dan meyakini benar apa yang senyatanya salah dengan menegaskan: "Matahari berputar mengelilingi bumi". Pengetahuan tidak tepat dinilai sebagai "betul" atau "keliru".

C.  Tepat-Meleset
Istilah ini (correct-incorect) dipakai untuk menilai jawaban atas suatu pertanyaan atau persoalan. Dipakai juga untuk menilai suatu pertanyaan, apakah tepat mengenai pokok persoalan atau meleset. Jawaban disebut "tepat" jika kena sasaran, atau dapat menyelesaikan persoalan yang diajukan. Demikian juga pertanyaan disebut "tepat" kalau langsung mengenai pokok persoalan yang sedang dibicarakan atau jawaban yang ingin dicari.

D.  Sahih-Tak Sahih
Istilah ini (valid- invalid) dipakai untuk menilai proses, prosedur atau langkah-langkah penalaran dan penyimpangan suatu argument. Yang dapat dinilai demikian adalah metode atau cara kerja yang dipakai untuk mencari dan memperolehnya.
Kekeliruan dan Kesalahan. Kekeliruan dan kesalahan perlu untuk dibedakan. Pada umumnya kekeliruan berarti menerima sebagai benar apa yang senyatanya salah, atau menyangkal apa yang senya-tanya benar. Kekeliruan adalah sesuatu yang berhubungan denga aspek kognitif subjek penahu, sedangkan kesalahan adalah hasil dari tindakan tersebut. Kekeliruan muncul akibat subjek penahu salah mengidentifikasi bukti atau ralitas yang ada dengan apa yang ia pikirkan. Hal itu berlanjut hingga keputusan yang salah diambil.

Dalam hal ini kita perlu mengidentifikasi penyebab mengapa bisa terjadi kesalahan dalam pengetahuan. Perlu diingat bahwa faktor penyebab terjadinya kekeliruan dan kesalahan dalam pengetahuan bukan saja karena faktor intern manusia (intelek dan kehendak) tetapi juga faktor ekstern dari diri manusia. Adapun yang menjadi faktor kesalahan adalah antara lain:

1. Ketidak sempurnaan akal budi kita. Kemungkinan kesa-lahan pada dasarnya terletak pada keterbatasan akal manusia. Seperti kita lihat, sebab kesalahan bukan pada objek, melainkan pada subjek yang membuat keputusan. Akan tetapi dengan tambahan objek dapat memberi kesem-patan untuk membuat keputusan yang salah. Bisa dika-takan juga bahwa kesalahan berpikir juga disebabkan oleh kekeliruan dalam mematuhi kaidah-kaidah logika.

2. Passi atau hawa nafsu manusia. Cinta diri secara alami kita tertarik pada kata – kata yang menyanjung atau membujuk diri kita atau sahabat kita secara priori kita memcampakkan hal-hal yang agak meremehkan kita atau sahabat kita. Se-seorang cepat percaya pada hal-hal yang cocok dengan pendapat atau prasangka kita. Dan dengan berani menam-pikkan segala yang melawan pendapat atau prasangka kita. Sekedar fakta atau ucapan sesuai dengan adaptasi kebiasaan atau kecenderungan, kesenagan kita sudah dianggap bukti yang memperkuat.

3. Pengaruh adat kebiasaan. Social conditioning pengaruh turun temurun, pengaruh lingkungan menjadi sumber kesa-lahan. Dan disini dapat kami katakan misalnya mengenai kesulitan mengajar orang yang baru mulai. Kesulitan bukan karena mereka tidak tahu apa-apa melainkan karena mereka telah tahu demikian banyak "yang sebenarnya tidak begitu".

4. Nafsu ingin asli. Orang tidak mau melihat atau mendengarkan apa yang sudah dikerjakan dimasa lalu karena terburu nafsu karena ingin asli (orisinil). Seseorang melakukan hal ini disebabkan kecongkakannya, tidak mau tahu apalagi memanfaatkannya.

5. Kurang perhatian. Orang sering tidak atau kurang mencurahkan perhatian pada bahan yang ada, pada realitas yang ada.

6. Prasangka. Perlu diingat bahwa sesuatu tidak menjadi benar orang lebih banyak mengatakan begitu. Prasangka adalah keputusan yang diterima tampa pengujian yang semestinya. Prasangka berbeda dari pendapat yang jujur, prasangka selain kurang lebih irasional justru karena diterima atau dipegang tanpa terlebih dahulu memeriksanya secara kritis. Prasangka merupakan semacam perebutan mental karena prasangka tidak memberi kesem-patan akal kita kebenaran sebagaimana mestinya.

7. Kehidupan moral yang tidak baik. Kebenaran itu erat sekali hubungannya dengan  bentuk kehidupan yang baik. Orang yang moralnya tidak baik akan menjadi buta akan kebenaran. Ada orang yang perilakunya yang tidak baik “perlu” membantah atau menyingkirkan eksitensi tuhan sebab, apabila tuhan ada berarti ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pencuri tidak mudah insyaf mencuri itu perbuatan yang asosial, antisocial, dan sebagainya. Terhadap kebenaran manusia harus bersikap penuh homat dan bersifat rendah diri mau belajar.

Menghindari Kesalahan dalam Pengetahuan.
1. Kerjasama yang Baik antara Intelek dan Kehendak.
Kesalahan dan kekeliruan merupakan akibat tidak maksimalnya daya kerja akal budi dan kehendak. Maka perlulah kerja sama yang baik antara intelek dan kehendak.

2. Sadar Akan Kesalahan yang Telah Dibuat
Menyadari kesalahan dapat merupakan langkah yang tepat untuk menuju kebenaran. Orang dapat bersalah kerena ia melakukan kekeliruan kalau ia tidak mau belajar dari pengalaman masa lalunya dan mengindari jatuh ke lubang kekeliruan yang sama. Ada pepatah yang berbunyi: "kuda pun tidak jatuh pada lubang yang sama". Tetapi anehnya, manusia, tentunya manusia yang lebih cerdik dari keledai, justru yang seringkali jatuh ke dalam lubang kekeliruan yang sama. Menyadari kekeliruan itu penting untuk kegiatan mencari dan mengembangkan pengetahuan, kerena meskipun dengan kesadaran tersebut belum berarti ia sudah menemukan kebenaran, namun kini terbuka peluang untuk belajar lebih jauh dan apabila itu dilakukan bisa jadi ia memang akan menemukan kebenaran.

2.12.4.2 Tinjauan Kritis
Kita diharap untuk mampu berikir kristis, sistematis dan koheren terhadap suatu hal. Dalam konteks ini, salah satu cara untuk mencapai daya pikir seperti di atas adalah dengan mencari pengetahuan yang benar dan teruji. Itulah kebenaran dalam pengetahun. Memang harus diakui bahwa tidak semua pengetahuan dapat dijadikan sebagai bahan dasar dalam berargumen, secara ilmiah. Maka perlulah kita memilah-milah pengetahuan mana yang harus kita pakai. Untuk itu proses pengidentifikasian kebenaran sangat perlu untuk diperhatikan.
Suatu kebenaran ilmiah haruslah muncul dari usaha metodis tertentu. Dan jangan lupa bahwa kebenaran itu selalu harus diuji. Tentunya dengan pelbagai cara dan perspektif yang berbeda-beda. Filsafat sebagai ilmu kritis muncul untuk mengkritisi semua pengetahuan termasuk kebenaran yang berlaku umum dan biasa.
Selain itu tak bisa dipungkiri juga bahwa kesalahan selalu tak bisa luput dari  usaha kita untuk mendapat pengetahuan itu. Pentingnya memanage daya kerja kehendak dan intelek dan bagaimana kesalahan-kesalahan itu disadari. Sebab dengan itu, ada sautu pembelajaran yang penting dan bisa menjadi titik acuan kita dalam berargumentasi. Hendak-nya segala tindakan kita terarahkan pada suatu kebenaran. Sebab kebenaran pada hakekatnya merupakan hal kodrati dari setiap insan manusia.

2.12.4.3 Sebab Dan Cara Mencegah Kesalahan.

A. Beberapa sebab mengapa melakukan kesalahan :
1. Karena tidak memiliki ilmu, misalnya seorang pengendara sepeda motor melanggar Undang Undang Lalu Lintas dengan memarkir sepeda motornya dipinggir jalan yang ditandai dengan leter S. Dia tahu disitu ada plang leter S, tapi dia tidak tahu makna leter S itu, sebagai larangan untuk parkir. Secara hukum dia tetap bersalah. Cara mencegahnya adalah dengan belajar, agar pandai, sehingga tahu mana yang benar dan mana yang tidak benar.

2. Karena lalai atau tidak cermat, dia tahu aturan tapi semata mata lalai. Misalnya seorang pengemudi mobil menabrak seseorang sampai mati, karena rem kendara-annya blong, dia lalai, tidak mengontrol rem sebelum berangkat.  Secara hukum dia tetap bersalah, menghi-langkan nyawa orang lain. Cara mencegahnya adalah dengan selalu berlaku cermat.

3. Karena lupa, misalnya seseorang mengendarai kendaraan bermotor lupa membawa SIM sehingga kena tilang sewaktu ada razia.  Secara hukum dia tetap bersalah.
Cara mencegahnya ada dua :
a. selalu menulis apa yang akan dikerjakan, untuk panduan dalam buku harian.
b.  selalu dzikrullah/mengingat Allah.

4. Karena sengaja atas dorongan hawa/nafsu buruk.  Misalnya mengendarai kendaraan bermotor terlalu cepat, melebihi batas kecepatan maximal yang diten-tukan Pemerintah, sehingga terjadi kecelakaan.  Secara hukum dia tetap bersalah, karena melanggar ketentuan Lalu Lintas.
Cara mencegahnya :
a. Jangan condong kepada hawa nafsu buruk.
b. Mematuhi Allah, mematuhi Rasul-Nya, dan Pemerintah.

5. Karena sengaja atas bisikan setan.
Cara mencegahnya agar selalu:
a. berdoa memohon perlindungan kepada Allah/ isti'adzah.
b. Jangan mengikuti langkah setan.

Menyikapi Kesalahan
Kesalahan betapapun besarannya, dan apapun penyebabnya, harus disikapi, agar tidak terulang lagi.
1. Disikapi sebagai musibah, karena dampaknya kurang menyenangkan hati. Langkahnya :
a. Sabar/ tabah.
b. Berdoa.
2. Disikapi sebagai 'ibrah/ pelajaran.
3. Disikapi sebagai bahan introspeksi.
4. Disikapi sebagai sarana tobat atau kembali kepada Allah, langkahnya dengan istighfar atau memohon pengampunan kepada Allah.

2.12.5 Penutup

PSHT Bertujuan Untuk Mendidik Manusia Berbudi Luhur Tahu Akan Benar Dan Salah Serta Bertaqwa Pada Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasar semua uraian di atas maka banyaklah belajar. Jangan bosan bosan untuk terus belajar, baik belajar ilmu umum maupun ilmu agama. Belajarlah dari semua ayat ayat Tuhan yang ada di dunia. Belajarlah dari pengalaman. Belajarlah dari masyarakat.
Sebab kita paham mana benar mana salah karena belajar untuk tahu mana itu benar dan mana itu salah. Itupun karena semua benar salah adalah relatif maka sebagai ujung kembalikan lagi pada ajaran Tuhan.
Bagaimana kita bisa berbudi luhur bila tidak tahu mana benar mana salah. Meninggalkan larangan serta kesalahan dan melakukan perintahNYA serta kebenaran maka baru kita bisa dikatakan berbudi luhur.
JADI LUCU MENGANGGAP SUDAH BERBUDI LUHUR TANPA TAHU MANA BENAR DAN MANA SALAH.

By Suro Wahono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar