Dalam dunia orang Jawa kita mengenal adanya ungkapan etika yang
berbunyi "Sabda pandhita ratu, tan kena wola-wali" dan "Berbudi
Bawalaksana". Dalam pengartian bebas ungkapan Sabda pandhita ratu tan
kena wola - wali dapat diartikan ucapan pendeta/raja, tidak boleh
diulang dan berbudi bawalaksana dapat berarti mempunyai sifat teguh
memegang janji, setia pada janji atau secara harafiah bawalaksana dapat
juga diartikan satunya kata dan perbuatan.
Dua ungkapan luhur,
yang mengingatkan kepada setiap orang akan pentingnya Kesetiaan. Setia
dengan apa yang telah dipilih, setia dengan apa yang diucapkan, dan
dijanjikan seberapapun berat resiko yang harus ditanggung oleh pilihan
itu.
Dalam dunia pewayangan ada cukup banyak kisah yang
melukiskan sikap tersebut. Salah satu contohnya adalah kisah saat prabu
Dasarata akan mewariskan tahta kerajaan kepada keturunannya. Di ceritera
prabu Dasarata mempunyai empat orang anak yaitu Rama, Bharata,
Laksamana dan Satrugna. Dari keempat saudaranya, Rama adalah anak tertua
yang dilahirkan oleh istri pertamanya yang bernama dewi Ragu atau dewi
Sukasalya, paling pandai dan bijaksana juga berpengalaman. Maka sudah
wajar jika kemudian prabu Dasarata meletakkan harapan, anaknya tertua
tersebut kelak yang akan melanjutkan tahtanya. Namun ternyata ada satu
hal penting yang telah dilupakan oleh prabu Dasarata bahwa ia pernah
berjanji kepada istrinya yang lain yaitu dewi Kekeyi, bahwa dari
keturunannyalah kelak tahta akan diwariskan. Diceritakan saat prabu
Dasarata diingatkan oleh dewi Kekeyi menjadi sangat sedihlah hantinya.
Hatinya hancur lebur oleh kesedihan. Sebagai raja yang besar, ia tahu
tidak boleh mengingkari apa yang telah diucapkan/dijanjikan pada masa
lalu. Tidak boleh! Betapapun beratnya. Maka dengan segala kesedihannya
ia menyerahkan tahta kerajaan Ayodya kepada Bharata kemudian ia
meninggal dalam kesedihannya itu.
Selain kisah prabu Dasarata ada
kisah - kisah lain yang menggambarkan situasi sulit oleh pilihan sikap
tan keno wola - wali dan bawalaksana. Misalnya kisah prabu Sentanu Raja
muda dari Astina yang memperistri seorang bidadari yaitu Dewi Gangga.
Dewi Gangga bersedia menjadi istrinya dengan syarat prabu Sentanu tidak
boleh mencampuri, apalagi mencegahnya apapun yang dia lakukan. Oleh
karena keterikatan pada janji maka saat anaknya yang baru lahir dibuang
selalu dibuang ke sungai Gangga, prabu Sentanu tidak dapat berbuat apa -
apa. Ada banyak kisah lain misal Adipati Karno yang tetap membela
Kurawa saat perang Baratayuda, walaupun ia tahu kurawa salah dan pandawa
adalah adik tirinya. Karna terikat janji dengan Duryudana bahwa ia akan
selalu membelanya. Dan masih banyak kisah lainnya.
Ucapan atau
janji memang berat. Maka setiap orang dituntut untuk selalu memikirkan
secara jernih dan bijak apapun dan dalam situasi apapun sehingga setiap
ucapan yang keluar dari mulut kita bijak pula. Ada ungkapan lain
berbunyi "Orang yang dipegang adalah ucapannya". Artinya jelas, salah
satu hal yang paling berharga dalam diri seseorang adalah ucapan.
Seberharga apakah kita tergantung sejauh mana setiap ucapan yang keluar
dari mulut kita menjadi kebenaran. Inilah sikap tan kena wola-wali dan
bawalaksana. Satunya kata dan perbuatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar