Setelah
menikah, terkadang seorang wanita menambahkan nama di belakang namanya dengan nama suaminya. Dan banyak seorang wanita muslimah
setelah menikah, lalu menisbatkan namanya dengan nama suaminya, misalkan: Maryani menikah dengan Amiruddin, kemudian ia memakai nama
suaminya sehingga namanya menjadi Maryani
Amiruddin.
Bagaimana
pandangan Islam mengenai perihal penamaan ini?
Dalam
ajaran Islam, Hukum Penamaan adalah hal yang penting. Setiap laki-laki ataupun
perempuan hanya diperbolehkan
menambahkan “nama ayahnya”
di belakang nama dirinya dan mengharamkan menambahkan nama lelaki lain selain
ayahnya di belakang namanya, meskipun nama tersebut adalah nama suaminya.
Karena
dalam ajaran Islam. Nama lelaki di belakang nama seseorang berarti keturunan
atau anak dari lelaki tersebut. Sehingga, tempat tersebut hanya boleh untuk tempat nama ayah
kandungnya sebagai penghormatan anak terhadap orang tua kandungnya.
Berbeda
dengan budaya barat, seperti istrinya Bill Clinton: Hillary Clinton yang nama
aslinya Hillary Diane Rodham; istrinya Barrack Obama: Michelle Obama yang nama
aslinya Michelle LaVaughn Robinson, dan lain-lain.
Hadits mengenai perihal penamaan ini
sangat shahih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ أَوْ
انْتَمَى إِلَى غَيْرِ مَوَالِيهِ، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالمَلاَئِكَةِ
وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ، لاَ يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُ يَوْمَ القِيَامَةِ صَرْفًا
وَلاَ عَدْلاً
“Barang siapa yang mengaku sebagai anak
kepada selain bapaknya atau menisbatkan dirinya kepada yang bukan walinya, maka
baginya laknat Allah, malaikat, dan segenap manusia. Pada hari Kiamat
nanti, Allah tidak akan
menerima darinya ibadah yang wajib maupun yang sunnah”
Dikeluarkan oleh Muslim dalam al-Hajj
(3327) dan Tirmidzi dalam al-Wala’ wal Habbah bab Ma ja’a fiman tawalla ghoiro
mawalihi (2127), Ahmad (616) dari hadits Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu ‘anhu.
Dan
dalam riwayat yang lain :
مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ وَهُوَ
يَعْلَمُ أَنَّهُ غَيْرُ أَبِيهِ، فَالجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ
“Barang
siapa bernashab kepada selain ayahnya dan ia mengetahui bahwa ia bukan ayahnya,
maka surga haram baginya.”
Dikeluarkan oleh Bukhori dalam al-Maghozi bab :
Ghozwatuth Tho`if (3982), Muslim dalam “al-Iman” (220), Abu Dawud dalam
“al-Adab”
Hadits yang juga mendukung hal ini
adalah:
لَيْسَ لَهُ فِيهِمْ – أي نسب –
فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
Artinya:
tidaklah seseorang mendakwakan kepada selain ayahnya sedangkan dia
mengetahuinya kecuali dia telah kafir, barangsiapa yang mendakwakan kepada
suatu kaum sedangkan dia tidak memiliki nasab dari mereka, maka hendaklah dia
memesan tempatnya dalam neraka (Bukhari
– 3508)
Pemberlakuan yang dibolehkan ialah dengan
memberikan suatu keterangan: misalkan Astuti menikah dengan Rahmat, maka
silahkan memperkenalkan diri dengan sebutan: Astusti istrinya Rahmat atau hanya
dengan Nyonya Rahmat atau Ibu Rahmat.
Hal
tersebut di atas tidak berkaitan dengan permasalahan nashab/garis keturunan. Karena di dalam hukum
Islam jika Astuti menggabungkan namanya menjadi Astuti Rahmat, hal itu berarti
Astuti anak dari laki-laki yang bernama Rahmat.
Tidak kita temukan dalam sunah Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam yang menunjukkan bahwa istri dinisbatkan kepada
suaminya, karena para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu para
ibu kaum mu’minin menikah dengan manusia yang paling mulia nashabnya namun
tidak seorang dari mereka yang dinisbatkan kepada nama beliau shallallahu
‘alaihi wasallam, bahkan mereka semua masih dinisbatkan kepada ayah mereka
meskipun ayah mereka kafir, demikian pula para istri sahabat radhiallahu ‘anhum
dan yang datang setelah mereka tidak pernah mengganti nashab mereka.
Kesimpulannya kita sebagai muslim yang
memiliki jati diri, yang taat kepada Allah Swt hendaklah kita mencontoh apa
yang telah diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Semoga
bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar