Falsafah PSHT

Manusia dapat dihancurkan, Manusia dapat dimatikan,
tetapi manusia tidak dapat dikalahkan selama manusia itu
masih Setia kepada dirinya sendiri atau ber-SH pada dirinya sendiri

Kamis, 04 Februari 2016

Bunga Terate Setengah Mekar


Kelanjutan dari bunga yang kuncup adalah setengah mekar secara ringkas kita diberi ajaran tentang setengah mekar oleh pelatih kita.

Bahwa proses setengah mekar ini sangat singkat dan kenapa harus diikutkan juga, kok tidak langsung saja mekar (itu pemikiran saya waktu masih menjadi siswa) tapi dengan berjalannya waktu timbul suatu pemikirin kenapa dan mengapa
dari kuncup harus setengah mekar dulu baru sampai ke mekar.

Karena di setengah mekar inilah kita sebelum menjadi warga di PSHT digodok, diolah, di kawah candra dimoko penuh penderitan, kesenangan dan kesusahan yang akhirnya terhimpun menjadi sanak kadang atau saudara dalam satu wadah yaitu PSHT. Dari kuncup ke setengah mekar dan ke bunga mekar ini walau sebentar ternyata tidak mudah, terkadang bunga terate cuma mampu setengah mekar tidak sampai mekar rontok sebelum mekar. Begitu juga untuk menjadi warga PSHT tidak semudah apa yang kita bayangkan, banyak yang harus berhenti di tengah jalan...

Nah kita kembali lagi ke ajaran filosofinya.

Bunga terate tidak lepas dari daun dan akar, bunga, begitu juga air, udara dan tanah tetap terikutkan walau tidak harus dinampakkan.

Setelah kita mempunyai landasan keTUHANan yang kokoh, kita harus tahu nilai "budi pekerti yang luhur", belajar untuk lepas dari suatu keterikatan yang mengikat sebelum kita menentukannya, bagaikan air yang menetes di daun bunga terate.

Susunan dan kombinasi antara daun dan bunganya pun sangat serasi dengan lingkungan di mana terate tersebut hidup. Mengandung arti bahwa manusia diciptakan Tuhan dengan tujuan untuk melengkapi kehidupan.

Waktu mekarnya terate sangat singkat, mengingatkan kita bahwa Manusia hidup di dunia ini hanya sebentar. Walaupun sebentar, manusia diharapkan untuk menjadi Rahmat bagi semesta alam.

Terate merupakan bunga yang tak pernah "mati" saat kemarau melingkupi bumi, dia tetap hidup dalam umbinya, terpuruk dalam tanah kering kerontang. Tetapi begitu hujan datang, kuncup bunga akan segera mekar di tengah hijau dedaunan.

Konon Hyang Narayana, Wishnu, Lakshmi, Ganeshya, Brahma dan Saraswati selalu digambarkan duduk di atas bunga terate raksasa. Makna bunga ini sangatlah tinggi. Terate hanya dapat tumbuh di lumpur dan air, namun setelah bunganya mekar, maka sulit sekali bahkan untuk benda sebersih apapun untuk melekat di kelopak bunganya karena sangat berminyak.

Bunga terate sering digunakan sebagai simbol ketidakterikatan. Bagaikan daun bunga terate yang berada di atas air dan tidak dibasahi oleh air, begitu pula ia yang bekerja tanpa keterikatan dan menganggapnya sebagai persembahan, hidup tanpa noda dan tidak tercemari oleh dunia ini. Ia yang bijak melepaskan segala macam keterikatan dan bekerja dengan raga, pikiran, intelek serta panca inderanya, hanya untuk membersihkan dirinya.

Ia yang bijak tidak mengharapkan sesuatu dari pekerjaannya, demikian ia memperoleh ketenangan jiwa. Sebaliknya ia yang tidak bijak selalu mengharapkan hasil akhir dari apa yang ia lakukan, sehingga tetap saja terikat. Keterikatan membuat manusia takut menghadapi perubahan. Keterikatan membuat manusia ingin mempertahankan sesuatu yang pada dasarnya tidak abadi.

Keterikatan menimbulkan keinginan untuk memiliki dan mempertahankan sesuatu, keadaan maupun orang. Keinginan itu tidak selaras dengan alam. Alam tidak memiliki keinginan untuk mempertahankan sesuatu. Alam membiarkan terjadinya perubahan, bahkan malah memfasilitasinya, mendukungnya. Kita terikat dengan harta benda yang terkumpul selama hidup, maka kematian menjadi sulit. Sementara itu, alam tidak pernah sedih karena pergantian musim. Alam tidak pernah menolak perubahan yang terjadi setiap saat.

Sekali lagi saya mengupas hal ini bukan karena saya pandai tapi hanya sekedar berbagi pengetahuan.

SUGIH TANPO BONDO
SAKTI TANPO MONTRO
MENANG TANPO NGASORAKE

Semoga bermanfaat

Salam Persaudaraan
PSHT Rayon Pandansari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar