Falsafah PSHT

Manusia dapat dihancurkan, Manusia dapat dimatikan,
tetapi manusia tidak dapat dikalahkan selama manusia itu
masih Setia kepada dirinya sendiri atau ber-SH pada dirinya sendiri

Selasa, 19 Desember 2017

Pemecahbelah Persaudaraan

GERAKAN (yang berpotensi) MEMECAH BELAH
PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE

Bahan ini sengaja dibuat untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman para warga PSHT, akibat banyaknya manipulasi informasi yang tersebar melalui Media Sosial yang berpotensi memecah belah dan menimbulkan keresahan warga PSHT maupun masyarakat. Upaya ini diperlukan agar warga PSHT tetap guyub rukun sehingga mampu memberi manfaat yang lebih produktif bagi Negara, Bangsa, Masyarakat dan Keluarga sesuai dengan cita-cita Ki Hajar Hardjo Oetomo sebagai pendiri PSHT dan diakui Negara sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekan Indonesia.

Pada era zaman kepemimpinan PSHT Kangmas H. Tarmadji Budi Harsono, telah banyak konflik dan permasalahan yang terjadi di tubuh organisasi PSHT, banyak para warga yang dipecat dari Organisasi dan kegiatan unjuk rasa yang dilakukan dari para warga yang menuntut adanya transparansi keuangan serta dilakukan Audit aset-aset yang dimiliki Yayasan PSHT dan juga segera dilakukan MUBES (Musyawarah Besar). Sehingga nuansa organisasi PSHT terpecah belah dengan adanya pendirian organisasi lain yang mana masih satu guru dan tunggal kecer seperti PPSHT 1922, PSHT Pilangbango, dll.
Pada akhirnya Kangmas H. Tarmadji pada saat itu memilih dan memerintahkan kepada Kangmas Ir. Muhammad Taufik, SH, MSc dengan alasan karena Kangmas Taufik bisa dan mampu melakukan pendekatan-pendekatan untuk membantu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi di tubuh Organisasi PSHT, dengan melalui pendekatan persaudaraan dari hati ke hati dengan saudara kita sendiri seperti PPSHT 1922 dengan Mas Gembong, mas Bambang Suwignyo, mas Bagyo TA dan Kangmas Bambang Dwi Tunggal PSHT Pilangbango dengan harapan dapat bersatu kembali menjadi Organisasi besar PSHT.
Kangmas Ir. Muhammmad Taufik, SH, MSc juga telah diberikan mandat serta amanah oleh Kangmas Tarmadji untuk menjadi Ketua Panitia MUBES/Parapatan Luhur  yang akan datang dengan melakukan perubahan-perubahan di dalam tubuh Organisasi baik susunan Kepengurusan maupun AD/ART yang dirasakan kurang sesuai dengan aturan berorganisasi yang sehat, karena banyak dirasakan dalam Anggaran dasar PSHT tahun 1984 seperti masa berlaku Ketua Cabang seumur hidup dan Transparansi dll.

Pada tahun 2015 Kangmas Tarmajadi wafat dan para Majelis Luhur melakukan Musyawarah untuk mengangkat Ketua sementara sambil mempersiapkan MUBES atau Parapatan Luhur.
Pada tanggal 11 - 12 Maret tahun 2016 dilakukan Parapatan Luhur di Pondok Gede Jakarta Timur dan dilakukan sidang Pleno dan perubahan AD/ART serta pemilihan Ketua Umum, sehingga melalui proses Parapatan Luhur tersebut disepakati oleh Majelis Luhur yang diketuai Kangmas Ir. H. RB.  Wiyono, Kangmas Ir. Muhammmad Taufik, SH. Msc. terpilih sebagai Ketua Umum Pusat PSHT periode 2016 - 2021.
Legalitas Organisasi PSHT
Sejak tahun 1951,  PSHT telah mempunyai Anggaran Dasar yang terus diperbaharui melalui Musyawarah Besar (MUBES) yang kemudian menjadi Parapatan Luhur PSHT.
Seluruh AD/ART dari tahun 1951 - 2016 telah dituangkan dalam akta autentik di hadapan Notaris sebagai Pejabat Umum yang diakui oleh Negara Republik Indonesia. Dengan demikian secara hukum (legal formal) PSHT telah memiliki dokumen legalitas yang sangat kuat (establish).
Sebenarnya tanpa Badan Hukum pun, PSHT mempunyai kedudukan hukum yang sangat kuat di mata Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena keberadaan PSHT telah diakui oleh masyarakat luas, baik dalam skala nasional maupun internasional. Sebagai salah satu pendiri IPSI. Seluruh jajaran IPSI maupun KONI, hanya mengenal PSHT tanpa embel-embel apapun, hal tersebut sesuai dengan nama yang tercantum dalam AD ART sejak tahun 1951- 2016.

Parapatan Luhur dan Pergantian Pimpinan.

Istilah Parapatan Luhur sengaja digunakan sebagai pengganti Musyawarah Besar (MUBES) yang merupakan forum musyawarah tertinggi dalam organisasi PSHT.  Sesuai dengan maksud dan tujuan organisasi, diharapkan dalam proses musyawarah dalam Parapatan Luhur dapat mencerminkan wujud keluhuran budi pekerti peserta Parapatan Luhur. Demikian pula pergantian istilah Dewan Pusat menjadi Majelis Luhur, agar seluruh anggotanya yang dinilai paling layak diteladani keluhuran budi pekertinya dapat menjadi penentu kebijakan tertinggi sesuai dengan maksud dan tujuan organisasi yaitu mendidik manusia berbudi luhur tahu benar dan salah berdasarkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Istilah Parapatan Luhur dan Majelis Luhur, sebenarnya telah digagas dan sering disampaikan oleh Alm. Kang Mas H. Tarmadi Budi Harsono, pada akhir kepengurusan beliau.
Hasil Parapatan Luhur merupakan perjanjian para peserta maupun yang diwakilinya sehingga menjadi peraturan perundang-undangan yang sah dan bersifat mengikat bagi seluruh anggota PSHT. Hal ini sesuai dengan asas “Pacta Sunt Servanda” (agreement must be kept) yaitu asas hukum yang menyatakan bahwa “setiap perjanjian menjadi hukum/aturan yang mengikat bagi para pihak yang melakukan kesepakatan/perjanjian”.

Asas hukum tersebut merupakan dasar hukum Internasional karena termaktub dalam pasal 26 Konvensi Wina 1969 yang menyatakan bahwa every treaty in force is binding upon the parties to it and must be performed by them in good faith (Setiap perjanjian mengikat para pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik).

Sebagai organisasi yang bersifat persaudaraan yang kekal dan abadi berdasarkan prinsip saling sayang menyayangi, hormat menghormati dan saling bertanggung jawab (Pasal 4), maka PSHT tidak mengenal adanya MUBES Luar Biasa ataupun Parapatan Luhur dipercepat, dan proses pergantian kepemimpinannya dilakukan melalui musyawarah oleh Majelis Luhur, bukan melalui pemungutan suara.

Dalam Pasal 14 AD PSHT 2016, ditegaskan bahwa Parapatan Luhur diselenggrakan oleh Majelis Luhur dan Pengurus Pusat sekali dalam 5 (lima) tahun, sehingga tidak ada Parapatan Luhur sebelum waktunya 5 (lima) tahun yaitu tahun 2021.

Hasil parapatan luhur 2016 sudah final sejak dibacakan dan diputuskan pada sidang Pleno. Tidak ada peserta sidang yang keberatan atas keputusan yang ditetapkan, sehingga seluruh hasil Parapatan Luhur 2016 tersebut menjadi peraturan yang mengikat bagi seluruh warga PSHT.

Gerakan (yang berpotensi) memecah belah.

Upaya mengingkari dan mendelegitimasi hasil Parapatan Luhur 2016 telah dilakukan oleh beberapa oknum yang kemungkinan merasa terganggu kepentingannya dalam melaksanakan ketentuan AD-ART PSHT 2016. Berbagai upaya dilakukan secara illegal, bahkan sangat bertentangan dengan nilai-nilai ajaran PSHT. Berbagai upaya tersebut antara lain sebagai berikut:

Beberapa oknum anggota Majelis Luhur dan beberapa pengurus cabang pada bulan April 2016 mengadakan pertemuan di kantor KONI Jawa Timur yang berada di Surabaya menghasilkan surat pernyataan yang intinya  menolak keputusan Majelis Luhur dalam menetapkan Ketua Umum.

Surat pernyataan tersebut disampaikan pada saat rapat di Yogyakarta pada tanggal 16 April 2016 tentang persiapan pengukuhan Majelis Luhur dan pelantikan Pengurus Pusat hasil Parapatan Luhur 2016.  Ditegaskan oleh Ketua Majelis Luhur bahwa surat tersebut dibahas pada saat Parapatan Luhur 2021.

Acara Pengukuhan Majelis Luhur dan Pelantikan Pengurus Pusat yang diikuti oleh semua pengurus pusat berdasarkan SK Majelis Luhur Nomor : 01/SK/ML-PSHT/IV/2016 dilaksanakan pada tanggal 7 Mei 2016.  Sebenarnya dengan adanya acara pengukuhan dan pelantikan tersebut secara legalitas tidak ada lagi hal-hal yang dipermasalahkan soal Kepengurusan Majelis Luhur maupun Pengurus Pusat PSHT hasil Parapatan Luhur 2016, namun kenyataannya bara untuk mendelegitimasi hasil parapatan Luhur 2016 masih terpelihara.

Acara Rakernas tanggal 27-28 Agustus 2016 di Padepokan Agung Madiun telah direkayasa untuk memberikan otoritas/kewenangan kepada Ketua Pelaksana Harian dalam membuat kebijakan tanpa harus sepengetahuan ataupun persetujuan Ketua Umum. Akibatnya banyak keputusan, terutama yang terkait dengan Ketetapan Ketua Cabang dan surat edaran yang tidak diketahui oleh Ketua Umum maupun Ketua Majelis Luhur. Bahkan untuk mendapatkan informasi jumlah Cabang yang telah mengadakan perubahan kepengurusan tidak dapat diakses oleh Ketua Bidang Organisasi maupun Ketua Umum. 

Acara Sarasehan dan Temu Kadang Warga Tingkat 2 pada tanggal 14 Januari 2017 di Padepokan Agung Madiun juga dijadikan sebagai forum untuk mengadakan MUBESLUB atau Parapatan Luhur yang dipercepat sebagai upaya mengingkari dan mendelegitimasi hasil Parapatan Luhur 2016.

Sarasehan dan Temu Kadang Warga Tingkat 2 pada tanggal 11 Maret 2017 di Padepokan Agung Madiun kembali menuntut adanya Parapatan Luhur Luar Biasa atau dipercepat yang secara jelas tidak ada mekanismenya dan tidak diatur dalam AD/ART 2016.

Malam Tirakatan 1 Syuro (1 Muharam) 1439 H yang jatuh pada tanggal 21 September 2017 Masehi di Padepokan Agung Madiun yang seharusnya menjadi malam sakral dan perenungan untuk evaluasi dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, malah dijadikan sebagai forum kudeta/makar untuk memecat Ketua Majelis Luhur, Sekretaris Majelis Luhur dan Ketua Umum yang sah hasil Parapatan Luhur 2016.
Kemudian oknum anggota Majelis Luhur tersebut mengangkat dirinya sendiri menjadi Ketua Majelis Luhur, kemudian mengangkat Ketua Pelaksana Harian sebagai Ketua Umum.

Peristiwa malam tirakatan 1 muharam tersebut kemudian dikenal dengan G 21 S/Madiun. Kejadian yang memalukan tersebut didahului dengan berbagai hujatan, ujaran kebencian, makian/umpatan, ancaman/intimidasi dan pengurungan/penyanderaan yang mengarah pada perbuatan melawan hukum yakni perbuatan tidak menyenangkan dan/atau  PERSEKUSI kepada Ketua Umum, Wakil Ketua DHM, anggota Biro Humas dan seorang Warga tingkat 2.

Merespon peristiwa G-21-S tersebut, pada tanggal 22 September 2017 Majelis Luhur mengeluarkan instruksi melalui surat nomor 05/ML-PSHT/IX/2017 bahwa gerakan tersebut dinilai tidak sah dan layak untuk diabaikan karena selain melanggar AD-ART 2016 juga melanggar etika ajaran PSHT.

Upaya untuk mengingkari dan mendelegitimasi hasil Parapatan Luhur 2016 terus dilakukan di antaranya melalui rekayasa kegiatan Rakornas pada tanggal 27-29 Oktober 2017 yang kemudian dilanjutkan dengan Parapatan Luhur 2017 untuk mengukuhkan Kangmas Issoebiantoro, SH sebagai Ketua Dewan Pusat dan Kangmas Drs. R. Moerdjoko HW sebagai Ketua Umum Pusat.

Menyikapi peristiwa G - 21 S / Madiun, Majelis Luhur pada tanggal 22 September 2017 mengeluarkan Instruksi Nomor 05/ML-PSHT/IX/2017 yang ditujukan kepada Ketua Umum Pengurus Pusat PSHT dan Para Ketua Cabang PSHT di seluruh Indonesia untuk mengabaikan peristiwa pada malam tirakatan 1 Syuro (1 Muharram 1439 H)  karena tidak sesuai dengan ajaran PSHT dan AD/ART PSHT 2016 serta merupakan perbuatan melawan hukum.

Isu mengenai soal jumlah suara, masa pengesahan, domisili Ketua Umum dan pemindahan sekretariat (punjer) yang sengaja diviralkan melalui media sosial sangat menyesatkan, karena tanpa dasar yang dapat dipertanggung-jawabkan. Bahkan isu tersebut juga dijadikan bahan Persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara, tetapi tidak layak dijadikan bahan pertimbangan karena tidak dapat dibuktikan fakta hukumnya.

Mendirikan Badan Hukum Perkumpulan PSHT
Upaya untuk menguasai asset PSHT, ternyata telah dipersiapkan oleh Oknum Warga sebelum parapatan luhur dengan mendirikan Badan Hukum Perkumpulan PSHT. Alasannya untuk menyelamatkan PSHT, tapi nyatanya malah muncul belasan badan hukum perkumpulan dengan menggunakan PSHT dengan menggunakan AD-ART tersendiri di luar mekanisme yang diatur dalam AD-ART hasil Parapatan Luhur 2016.

Dalam pembelaannya di PTUN pendirian Badan Hukum tersebut di landasi karena salah satu pendirinya (Sdr. Bagus Rizki Dinarwan) adalah Pewaris Kangmas Tarmaji selaku Ketua Umum PSHT yang memiliki Hak Paten PSHT. Sedangkan Fakta hukum menegaskan bahwa Kangmas Tarmaji memberi kuasa kepada Mas Sunarno, SH untuk mendapatkan Hak Paten PSHT adalah atas nama organisasi bukan sebagai pribadi.
Belasan Badan Hukum Perkumpulan yang menggunakan nama dan atribut PSHT yang telah mendapatkan SK Menkumham antara lain:

Badan Hukum Perkumpulan PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE 1922 dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0012731.AH.01.07, tertanggal 03 Februari 2016 oleh Mas Imam Kuskartono (Mas Gembong) bersama Mas Bagyo TA dkk;

Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0025249.AH.01.07, tertanggal 4 Maret 2016 oleh Sdr.  Bagus Rizki D. bersama Sdr.  Hari Wuryanto dkk;

Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI PILANGBANGO dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0051518.AH.01.07. tertanggal 29 April 2016 oleh Mas Bambang Dwi Tunggal dkk;

Persetujuan Perubahan  Badan Hukum Perkumpulan PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE 1922, dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0000402.AH.01.08. tertanggal 26 Juli 2016 oleh Mas Bagyo TA dkk menggantikan Mas Gembong sebagai Ketua Umumnya;

Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE DEMAK dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0078612.AH.01.07,  tertanggal 16 November 2016 oleh Sdr. Wisnu Anggoro dkk;

Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE MAGETAN dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0079653.AH.01.07. tertanggal 29 November 2016 oleh Sdr. Puguh Wicaksono dkk;

Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE PROBOLINGGO dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0079947.AH.01.07, tertanggal 02 Desember 2016 oleh Agus Hariyanto, dkk;

PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE 1922 INDONESIA dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0080414.AH.01.07., tertanggal 08 Desember 2016 oleh Mas Gembong dkk;

Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE CABANG BANGKALAN dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0080515.AH.01.07., tertanggal 09 Desember 2016 oleh Sdr. Moh. Ramli dkk;

Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE CABANG TRENGGALEK dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0081731.AH.01.07., tertanggal 29 Desember 2016 oleh Sdr. Sigit Hari Basuki dkk;

Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE CABANG JOMBANG dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0002525.AH.01.07. tertanggal 13 Februari 2017 oleh Sdr. Heru Ariwanto  dkk;

Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE BOJONEGORO, dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0003150.AH.01.07. tertanggal 22 Februari 2017 oleh Sdr. Wahyu Subagdiyono dkk;

Badan Hukum PERKUMPULAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE PUSAT MADIUN, dengan SK MENKUMHAM Nomor: AHU-0003368.AH.01.07. Tahun 2017, tertanggal 25 Februari 2017 oleh Sdr. Bagus Rizki Dinarwan bersama dan Sdr. Hari Wuryanto dkk;

Selain Badan Hukum tersebut, masih ada beberapa lainnya yang belum dijadikan obyek perkara dipengadilan TUN karena nomor AHU nya waktu itu belum didapatkan. Diharapkan tanpa harus melalui gugatan di pengadilan, mereka dengan kesadarannya sendiri dapat membubarkan Badan Hukum yang menggunakan nama PSHT. Adanya belasan Badan Hukum Perkumpulan tersebut selain telah menimbulkan kegaduhan yang meresahkan warga PSHT, juga berpotensi memecah belah kerukunan dan keutuhan PSHT.

Oleh karena itu sesuai dengan instruksi Majelis Luhur melalui surat nomor 01/ML-PSHT/II/2017, tertanggal 06 Februari 2017, Pengurus Pusat menggugat Menteri Hukum dan HAM melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta  pada tanggal 4 April 2017. Gugatan tersebut telah dikabulkan oleh Majelis Hakim PTUN pada tanggal 4 Oktober 2017, karena dalam proses menerbitkan SK tersebut, terbukti secara nyata Menteri Hukum dan HAM tidak cermat dan melanggar peraturan perundangan undangan.
Oleh karena itu Majelis Hakim memerintahkan Menteri Hukum dan HAM untuk membatalkan dan mencabut belasan SK Badan Hukum Perkumpulan yang menggunakan nama dan atribut PSHT tersebut. Atas putusan Pengadilan TUN tersebut Menteri Hukum dan Ham selaku Tergugat, tidak melakukan Banding, tetapi justru yang melakukan banding adalah Sdr. Bagus Rizki dkk, sebagai Tergugat II yang ikut intervensi dalam proses pengadilan TUN tersebut.

Gugatan kepada Majelis Luhur
Beberapa oknum warga PSHT yang telah mendirikan Badan Hukum Perkumpulan tersebut direkayasa untuk menggugat Majelis  Luhur melalui Pengadilan Negeri Madiun. Adanya gugatan terhadap Majelis Luhur tersebut menegaskan bahwa oknum tersebut dengan sengaja mengingkari AD-ART 2016 dan tidak mengakui Majeliis Luhur sebagai penentu kebijakan tertinggi Organisasi.
Beberapa kali para penggugat Majelis Luhur tersebut diajak untuk bermusyawarah, tetapi mereka dengan sengaja melakukan pembangkangan. Oleh karena itu, atas saran tim ad hock yang menangani permasalahan tersebut, para oknum tersebut diberi sanksi sesuai ketentuan dalam AD-ART 2016.
Dalam menghadapi gugatan tersebut, anggota Majelis Luhur terbelah, sehingga masing-masing kelompok mempunyai kuasa hukum yang berbeda. Patut diduga pengelompokan Majelis Luhur tersebut selaian karena mempunyai target dan kepentingan yang berbeda, juga terjadi karena adanya ingkar atas kesepakatan Majelis Luhur.
Dalam proses persidangan ternyata Kuasa Hukum Penggugat mengundurkan diri dan berniat untuk mencabut kembali gugatannya. Namun untuk memberikan jaminan kepastian hukum, dan menghindari kesan mempermainkan hukum, maka pihak tergugat, khususnya Ketua Majelis Luhur, Sekretaris Majelis Luhur, salah satu anggota Majelis Luhur yang digugat serta Ketua Umum yang Turut Tergugat melalui Kuasa Hukumnya  menolak pencabutan gugatan dan meminta Majelis Hakim untuk melanjutkan proses persidangan agar ada kepastian hukum.

Proses pengadilan terhadap gugatan tersebut masih berlangsung. Diharapkan keputusan Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili gugatan tersebut dapat memutuskan perkara gugatan tersebut secara adil dan lugas, sehingga kedudukan para pihak yang bersengketa tersebut menjadi lebih jelas dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Catatan: Terkait gugatan kepada Majelis Luhur ke Pengadilan Negeri Madiun, Majelis Luhur telah membentuk Tim Ad Hoc untuk menyelesaikan melalui pendekatan ajaran dan persaudaraan kepada para Penggugat. Akan tetapi para Penggugat selalu tidak hadir ketika diundang oleh Tim Ad Hoc untuk menyelesaikan dengan pendekatan Persaudaraan dan ajaran.

Dibentuknya Tim Ad Hoc membuktikan bahwa Majelis Luhur tidak pernah sewenang-wenang dan selalu mengutamakan prinsip-prinsip ajaran dan persaudaraan dalam menyelesaikan setiap masalah.

Sanksi terhadap beberapa Ketua Cabang dan Ketua Pelaksana Harian
Dalam Rapat persiapan pengesahan Warga Baru 2017 di Solo diputuskan bahwa Ketua Cabang yang menggugat Majelis Luhur di Pengadilan Negeri Madiun tidak diperkenankan mengesahkan Warga Baru.  Atas dasar keputusan tersebut, Ketua Umum memberi sanksi kepada para Ketua Cabang yang menggugat Majelis Luhur.
Sanksi kepada para Ketua Cabang yang melakukan Gugatan terhadap Majelis Luhur terpaksa diberikan karena yang bersangkutan tidak mempunyai etikat baik menyelesaikan masalah organisasi secara persaudaraan. Upaya mediasi yang dilakukan oleh Panitia Ad Hoc, tidak mendapat perhatian yang layak.
Tindakan menggugat kepada Majelis Luhur menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah mengingkari AD-ART 2016 dan tidak menghormati Majelis Luhur sebegai penentu kebijakan tertinggi dalam organisasi PSHT.
Selain itu, pada saat rapat persiapan pengesahan warga baru tersebut, juga diperoleh informasi bahwa Ketua Pelaksana Harian secara sepihak membatalkan atau menganulir keputusan Ketua Umum. Kemudian Majelis Luhur mengundang Ketua Umum dan Ketua Pelaksana Harian untuk melakukan klarifikasi (tabayun).
Namun Ketua Pelaksana Harian ternyata tidak hadir memenuhi undangan Ketua Majelis Luhur tersebut. Karena Ketua Pelaksana Harian mengabaikan undangan Ketua Majelis Luhur maka dikeluarkan Surat Keputusan 005/SK/ML-PSHT/IX/2017 tentang Pemberhentian Ketua Pelaksana Harian

Rapat Pembina Yayasan Setia Hati Terate.
Pada tanggal 21 Oktober 2017, Pembina Yayasan Setia Hati Terate mengadakan Rapat Pembina dan Pengurus Yayasan. Dalam rapat tersebut, salah satu anggota dewan Pembina dari Madiun, Sdr. Issoebiantoro, SH dan semua pengurus Yayasan yakni Ketua: Sdr. Hari Wuryanto, Sekretaris: Sdr. P. Widodo, Bendahara: Sdr. Benu Wiryono, Pengawas: Sdr. Heru Suprobo tidak hadir tanpa konfirmasi.
Akhirnya Pembina Yayasan Setia Hati Terate memutuskan untuk melakukan musyawarah dan pergantian pengurus Yayasan Setia Hati Terate yang baru. Terpilih sebagai Ketua Yayasan: Sdr. Brigjen Pol (Purn) Landjar Sutarno, Sektretaris: Sdr. Sugiarto Harsono, Bendahara: Sdr. Suyatno, Pengawas: Ir. Purwanto Budi Santoso dan Dr. Mulyoto.

Ketua Yayasan Setia Hati Terate yang baru mengirimkan Surat kepada Kapolresta Madiun untuk tidak mengizinkan Padepokan Agung digunakan sebagai tempat acara Rakornas dan Parapatan Luhur 2017 karena bertentangan dengan AD/ART PSHT 2016.

Pengukuhan Kangmas Ir. H. RB Wijono sebagai Warga Tingkat 3.

Perlu ditegaskan bahwa Pengukuhan Kangmas Ir. H. RB. Wijono sebagai Warga Tingkat 3 dilakukan oleh Majelis Luhur PSHT secara kelembagaan menurut tata cara dan tradisi SH Terate. Sebagaimana ditegaskan dalam AD/ART bahwa Majelis Luhur mempunyai kewenangan sebagai pemegang kebijakan tertinggi dalam Persaudaraan Setia Hati Terate.

Keputusan Majelis Luhur Tentang Hasil Parapatan Luhur 2016.

Berdasarkan Kesepakatan Majelis Luhur diputuskan bahwa Hasil Parapatan Luhur 2016 harus tetap dipertahankan sampai dengan tahun 2021.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar