Assalamu
'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Kita mungkin
pernah mendengar istilah Shalat Kusufian (shalat 2 Gerhana. yaitu shalat
dikarenakan terjadinya Gerhana Bulan, dan Gerhana Matahari. Dalam artian, jika
terjadi Gerhana Bulan maka kita lakukan (laksanakan) shalat Khusuf, dan jika
terjadi Gerhana Matahari maka kita lakukan shalat Kusuf.
A. Pengertian
Shalat gerhana dalam bahasa arab sering disebut dengan
istilah khusuf (الخسوف) dan juga kusuf (الكسوف) sekaligus. Secara
bahasa, kedua istilah itu sebenarnya punya makna yang sama. Shalat gerhana
matahari dan gerhana bulan sama-sama disebut dengan kusuf dan juga khusuf
sekaligus.
Namun masyhur juga di kalangan ulama penggunaan
istilah khusuf untuk gerhana bulan dan kusuf untuk gerhana matahari.
1. Kusuf
Kusuf (كسوف) adalah peristiwa di mana sinar matahari
menghilang baik sebagian atau total pada siang hari karena terhalang oleh bulan
yang melintas antara bumi dan matahari.
2. Khusuf
Khusuf (خسوف) adalah peristiwa dimana cahaya bulan menghilang
baik sebagian atau total pada malam hari karena terhalang oleh bayangan bumi karena
posisi bulan yang berada di balik bumi dan matahari.
B.
Pensyariatan Shalat Gerhana
Shalat gerhana adalah shalat sunnah muakkadah yang
ditetapkan dalam syariat Islam sebagaimana para ulama telah menyepakatinya.
1. Al-Quran
Dalilnya adalah firman Allah SWT :
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ
لا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ
إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
Dan dari sebagian tanda-tanda-Nya adalah adanya malam
dan siang serta adanya matahari dan bulan. Janganlah kamu sujud kepada matahari
atau bulan tetapi sujudlah kepada Allah Yang Menciptakan keduanya. (QS. Fushshilat : 37)
Maksud dari perintah Allah SWT untuk bersujud kepada
Yang Menciptakan matahari dan bulan adalah perintah untuk mengerjakan shalat
gerhana matahari dan gerhana bulan.
2. As-Sunnah
Selain itu juga Rasulullah SAW bersabda :
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ
لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا
اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِيَ
Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sebuah tanda
dari tanda-tanda Allah SWT. Keduanya tidak menjadi gerhana disebabkan kematian
seseorang atau kelahirannya. Bila kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah
shalat dan berdo'alah hingga selesai fenomena itu. (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Selain itu juga ada hadits lainnya :
لَمَّا كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ
نُودِيَ : إِنَّ الصَّلاَةَ جَامِعَةٌ
Ketika matahari mengalami gerhana di zaman Rasulullah
SAW, orang-orang dipanggil shalat dengan lafaz : As-shalatu jamiah". (HR. Bukhari).
Shalat gerhana disyariatkan kepada siapa saja, baik
dalam keadaan muqim di negerinya atau dalam keadaan safar, baik untuk laki-laki
atau untuk perempuan.
Namun meski demikian, kedudukan shalat ini tidak
sampai kepada derajat wajib, sebab dalam hadits lain disebutkan bahwa tidak ada
kewajiban selain shalat 5 waktu semata.
C. Hukum
Shalat Gerhana
Para ulama membedakan antara hukum shalat gerhana
matahari dan gerhana bulan.
1. Gerhana
Matahari
Para ulama umumnya sepakat mengatakan bahwa shalat
gerhana matahari hukumnya sunnah muakkadah, kecuali mazbah Al-Hanafiyah yang
mengatakan hukumnya wajib.
a. Sunnah Muakkadah
Jumhur ulama yaitu Mazhab Al-Malikiyah, As-Syafi'iyah
dan Al-Malikiyah berketetapan bahwa hukum shalat gerhana matahari adalah sunnah
muakkad.
b. Wajib
Sedangkan Mazhab Al-Hanafiyah berpendapat bahwa shalat
gerhana matahari hukumnya wajib.
2. Gerhana
Bulan
Sedangkan dalam hukum shalat gerhana bulan, pendapat
para ulama terpecah menjadi tiga macam, antara yang mengatakan hukunya hasanah,
mandubah dan sunnah muakkadah.
a. Hasanah
Mazhab Al-Hanafiyah memandang bahwa shalat gerhana
bulan hukumnya hasanah.
b. Mandubah
Mazhab Al-Malikiyah berpendapat bahwa hukum shalat
gerhana bulan adalah mandubah.
c. Sunnah
Muakkadah
Mazhab As-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah berpendapat
bahwa hukum shalat gerhana bulan adalah sunnah muakkadah.
D.
Pelaksanaan Shalat Gerhana
Waktu melaksanakan shalat gerhana bulan yakni dimulai
dari terjadinya Gerhana Bulan itu sendiri hingga terbit kembali, atau dengan
kata lain sampai Bulan tersebut nampak utuh, sedangkan waktu melaksanakan
shalat Gerhana Matahari yaitu dimulai dari timbulnya Gerhana Matahari itu
sendiri hingga matahari tersebut kembali sebagaimana biasanya, atau sampai
terbenam.
1. Berjamaah
Shalat gerhana matahari dan bulan dikerjakan dengan
cara berjamaah, sebab dahulu Rasulullah SAW mengerjakannya dengan berjamaah di
masjid. Shalat gerhana secara berjamaah dilandasi oleh hadits Aisyah radhiyallahu
'anha.
2. Tanpa
Adzan dan Iqamat
Shalat gerhana dilakukan tanpa didahului dengan azan
atau iqamat. Yang disunnahkan hanyalah panggilan shalat dengan lafaz
"As-Shalatu Jamiah". Dalilnya adalah hadits berikut :
لَمَّا كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ
نُودِيَ : إِنَّ الصَّلاَةَ جَامِعَةٌ
Ketika matahari mengalami gerhana di zaman Rasulullah
SAW, orang-orang dipanggil shalat dengan lafaz : As-shalatu jamiah". (HR. Bukhari).
3. Sirr dan
Jahr
Namun shalat ini boleh juga dilakukan dengan sirr
(merendahkan suara) maupun dengan jahr (mengeraskannya).
4. Mandi
Juga disunnahkan untuk mandi sunnah sebelum melakukan
shalat gerhana, sebab shalat ini disunnahkan untuk dikerjakan dengan berjama'ah
5. Khutbah
Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum
khutbah pada shalat gerhana.
1.
Disyariatkan Khutbah
Menurut pendapat As-Syafi'iyah, dalam shalat gerhana
disyariatkan untuk disampaikan khutbah di dalamnya. Khutbahnya seperti layaknya
khutbah Idul Fithri dan Idul Adha dan juga khutbah Jumat.
Dalilnya adalah hadits Aisyah ra berikut ini :
أَنَّ النَّبِيَّ لَمَّا فَرَغَ مِنَ الصَّلاَةِ قَامَ
وَخَطَبَ النَّاسَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَال : إِنَّ الشَّمْسَ
وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ عَزَّ وَجَل لاَ يُخْسَفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ
وَلاَ لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا
وَتَصَدَّقُوا
Dari Aisyah ra berkata,"Sesungguhnya ketika Nabi
SAW selesai dari shalatnya, beliau berdiri dan berkhutbah di hadapan manusia
dengan memuji Allah, kemudian bersabda, "Sesungguhnya matahari dan bulan
adalah sebuah tanda dari tanda-tanda Allah SWT. Keduanya tidak menjadi gerhana
disebabkan kematian seseorang atau kelahirannya. Bila kalian mendapati gerhana,
maka lakukanlah shalat dan berdo'alah. (HR. Bukhari Muslim)
Dalam khutbah itu Rasulullah SAW menganjurkan untuk
bertaubat dari dosa serta untuk mengerjakan kebajikan dengan bersedekah, do'a
dan istighfar (minta ampun).
2. Tidak Disyariatkan
Khutbah
Sedangkan Al-Malikiyah mengatakan bahwa dalam shalat
ini disunnahkan untuk diberikan peringatan (al-wa'zh) kepada para jamaah yang
hadir setelah shalat, namun bukan berbentuk khutbah formal di mimbar.
Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah juga tidak mengatakan
bahwa dalam shalat gerhana ada khutbah, sebab pembicaraan Nabi SAW setelah
shalat dianggap oleh mereka sekedar memberikan penjelasan tentang hal itu.
Dasar pendapat mereka adalah sabda Nabi SAW :
فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا
وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
Bila kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat
dan berdoalah. (HR.
Bukhari Muslim)
Dalam hadits ini Nabi SAW tidak memerintahkan untuk
disampaikannya khutbah secara khusus. Perintah beliau hanya untuk shalat saja
tanpa menyebut khutbah.
6. Banyak
Berdoa, Dzikir, Takbir dan Sedekah
Disunnahkan apabila datang gerhana untuk memperbanyak
doa, dzikir, takbir dan sedekah, selain shalat gerhana itu sendiri.
فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا
وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
Apabila kamu menyaksikannya maka berdoalah kepada
Allah, bertakbir, shalat dan bersedekah. (HR. Bukhari dan Muslim)
E. Tata Cara
Teknis Shalat Gerhana
1. Dua Rakaat
Shalat gerhana dilakukan sebanyak 2 rakaat. Masing-masing rakaat dilakukan
dengan 2 kali berdiri, 2 kali membaca qiraah surat Al-Quran, 2 ruku' dan 2
sujud. Dalil yang melandasi hal tersebut adalah :
Dari Abdullah bin Amru berkata,"Tatkala terjadi
gerhana matahari pada masa Nabi SAW, orang-orang diserukan untuk shalat
"As-shalatu jamiah". Nabi melakukan 2 ruku' dalam satu rakaat
kemudian berdiri dan kembali melakukan 2 ruku' untuk rakaat yang kedua.
Kemudian matahari kembali nampak. Aisyah ra berkata,"Belum pernah aku
sujud dan ruku' yang lebih panjang dari ini. (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Bacaan
Al-Quran
Shalat gerhana termasuk jenis shalat sunnah yang
panjang dan lama durasinya. Di dalam hadits shahih disebutkan tentang betapa
lama dan panjang shalat yang dilakukan oleh Rasulullah SAW itu :
ابْنُ عَبَّاسٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَال : كَسَفَتِ
الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ فَصَلَّى الرَّسُول وَالنَّاسُ
مَعَهُ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلاً نَحْوًا مِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا
طَوِيلاً ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الأْوَّل ثُمَّ رَكَعَ
رُكُوعًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأْوَّل
Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu, dia berkata bahwa
telah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW
melakukan shalat bersama-sama dengan orang banyak. Beliau berdiri cukup lama
sekira panjang surat Al-Baqarah, kemudian beliau SAW ruku' cukup lama, kemudian
bangun cukup lama, namun tidak selama berdirinya yang pertama. Kemudian beliau
ruku' lagi dengan cukup lama tetapi tidak selama ruku' yang pertama. (HR. Bukhari dan Muslim)
Lebih utama bila pada rakaat pertama pada berdiri yang
pertama setelah Al-Fatihah dibaca surat seperti Al-Baqarah dalam panjangnya.
Sedangkan berdiri yang kedua masih pada rakaat pertama
dibaca surat dengan kadar sekitar 200-an ayat, seperti Ali Imran.
Sedangkan pada rakaat kedua pada berdiri yang pertama
dibaca surat yang panjangnya sekitar 250-an ayat, seperti An-Nisa. Dan pada
berdiri yang kedua dianjurkan membaca ayat yang panjangnya sekitar 150-an ayat
seperti Al-Maidah.
3. Memperlama
Ruku' dan Sujud
Disunnahkan untuk memanjangkan ruku' dan sujud dengan
bertasbih kepada Allah SWT, baik pada 2 ruku' dan sujud rakaat pertama maupun
pada 2 ruku' dan sujud pada rakaat kedua.
Yang dimaksud dengan panjang disini memang sangat
panjang, sebab bila dikadarkan dengan ukuran bacaan ayat Al-Quran, bisa
dibandingkan dengan membaca 100, 80, 70 dan 50 ayat surat Al-Baqarah.
Panjang ruku' dan sujud pertama pada rakaat pertama
seputar 100 ayat surat Al-Baqarah, pada ruku' dan sujud kedua dari rakaat
pertama seputar 80 ayat surat Al-Baqarah. Dan seputar 70 ayat untuk rukuk dan
sujud pertama dari rakaat kedua. Dan sujud dan rukuk terakhir sekadar 50 ayat.
Jadi dapat diringkas dari tata cara
pelaksanaan shalat gerhana sebagai berikut:
- Bertakbir,
membaca istiftah, Isti'adzah, al-Fatihah, kemudian membaca surat yang
panjang, setara surat Al-Baqarah.
- Ruku'
dengan ruku' yang panjang (lama).
- Bangkit
dari ruku' dengan mengucapkan Sami'Allahu LIman Hamidah, Rabbanaa wa
Lakal Hamd.
- Tidak
langsung sujud, tetapi membaca kembali surat Al-Fatihah dan surat dari
Al-Qur'an namun tidak sepanjang pada bacaan sebelumnya.
- Ruku'
kembali dengan ruku' yang panjang tapi tidak sepanjang yang pertama.
- Bangkit
dari ruku' dengan mengucapkan, Sami'Allahu LIman Hamidah, Rabbanaa wa
Lakal Hamd.
- Sujud,
lalu duduk di antara dua sujud, kemudian sujud kembali.
- Kemudian
berdiri untuk rakaat kedua, dan caranya seperti pada rakaat pertama tadi.
Berikut bacaan Niat Shalat Gerhana Bulan atau Gerhana
Matahari :
Gerhana Bulan
أُصَلِّيْ
سُنَّةَ لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
” Ushallii Sunnatal Khusuufi Rak’ataini Lillahi Ta’alaa “
Artinya : ” Saya niat
(melaksanakan) shalat sunnah Gerhana Bulan dua rakaat karena Allah ta’ala “
Gerhana Matahari
أُصَلِّيْ سُنَّةَ
لِكُسُوْفِ الشَّمسِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
” Ushallii Sunnatal Kusuufi Rak’ataini Lillahi Ta’alaa “}
Artinya : ” Aku niat
(melaksanakan) shalat sunnah Gerhana Matahari dua rakaat karena Allah
ta’ala “
Catatan:
* Disunnahkan pelaksanaan shalat gerhana di masjid, tidak ada azan atau
iqomah sebelumnya, hanya panggilan “Al-Shalatul Jami'ah.”
* Disunnahkan Imam untuk memberikan nasihat kepada manusia dengan berkhutbah
setelah shalat, memperingatkan mereka agar tidak lalai dan memerintahkan mereka
supaya memperbanyak doa, istighfar, dan amal shalih. Hal ini didasarkan pada
hadits 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha, "Ketika Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam sudah selesai dari shalat, beliau berdiri dan berkhutbah
kepada jama'ah. Beliau memuji Allah dan menyanjungnya. Kemudian beliau
mengatakan,
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ
اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ
ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا ثُمَّ قَالَ يَا
أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ مَا مِنْ أَحَدٍ أَغْيَرُ مِنْ اللَّهِ أَنْ يَزْنِيَ
عَبْدُهُ أَوْ تَزْنِيَ أَمَتُهُ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ لَوْ
تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا وَلبَكَيْتُمْ كَثِيرًا
"Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua
tanda di antara tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana
karena kematian seseorang dan tidak pula karena hidupnya seseorang. Maka jika
kalian melihatnya bersegeralah berdo'a kepada Allah, bertakbirlah, shalat dan
bersedekahlah. Kemudian beliau bersabda: Wahai Umat Muhammad, demi Allah, tidak
ada seorang pun yang lebih pencemburu daripada Allah. (Dia cemburu) hamba sahaya
laki-laki dan hamba sahaya perempuan-Nya berzina. Wahai umat Muhammad, demi
Allah kalau saja kalian tahu apa yang aku ketahui niscaya kalian sedikit
tertawa dan banyak menangis." (HR. Al-Bukhari)
Wallahu A'lamu Bisshowwab
Semoga Bermanfaat
Salam Persaudaraan