Inilah tokoh PSHT yang sangat saya kagumi.
Cerita Tarung Bebas "RM IMAM KOESSOEPANGAT VS SYEKH WULAN
(Pencak Silat Dor di Alun-alun Madiun)
Dulu setiap tahun selalu diadakan Pencak Silat dor di Alun-alun Madiun, sekarang lebih dikenal dengan sebutan "Tarung Bebas" yang masih dilestarikan
di daerah Kediri & Probolinggo.
Alkisah berdasarkan data-data
dari sumber yang bisa dipercaya menyebutkan bahwa di era tahun 60an diadakan pertandingan Pencak Silat dor di Alun-alun Madiun. Pada saat itu
naiklah seorang pesilat tangguh yang sukar dikalahkan bahkan belum ada
seorangpun yang bisa mengalahkannya di Gladak jawara Pencak Silat Dor, beliau
adalah Syekh Wulan dari Ponorogo. (untuk catatan), dulu PSHT belum mengikuti
pertandingan Pencak Silat Dor karena PSHT lebih mementingkan pada
pertandingan Pencak Silat yang resmi. Tetapi akhirnya PSHT mengikuti juga
pertandingan Pencak Dor itu dikarenakan adanya perjanjian yang sangat
memberatkan PSHT, bahwasanya jika sampai matahari tenggelam Syeh
Wulan tidak ada yang bisa mengalahkan, maka semua perguruan Pencak Silat di Madiun
tidak boleh ada yang mengembangkan sayap di luar Kota dan Kabupaten Madiun. Banyak
jago-jago silat yang ada di daerah Madiun, tetapi mereka tidak ada satu pun yang berani
naik ke atas Gladak, melihat hal itu, maka RM. Sutomo Mangkujoyo mengumpulkan semua
warga dan siswa PSHT. Setelah berkumpul segera RM. Sutomo Mangkujoyo bertanya, ”siapa yang mau dan sanggup menghadapi Syekh Wulan?”, kemudian teracunglah jari tangan dari warga PSHT yang duduk di belakang. Ternyata yang
mengacungkan jari itu adalah RM. Imam Koessoepangat. Kemudian RM. Sutomo
Mangkujoyo tersenyum dan memberikan restu untuk bertanding, bahkan
eyang Badini melakukan Ritual dengan cara mendudukkan RM. Imam Koessoepangat
di atas tampah yang ditaburi kacang hijau, dikarenakan pertandingan ini tidak
hanya pertandingan kanuragan saja melainkan pertandingan
kadigdayan. Setelah selesai RM Imam Koessoepangat tidak segera menuju Gladak pertandingan, melainkan beliau pulang untuk meminta do'a restu pada
sang Kanjeng Ibu, Raden Ayu Koesmiyatun. Setelah mencium kedua kaki
ibunya beliau pergi berziarah ke makam ayahnya, Raden Mas Ambar
Koessensi. Barulah beliau pergi ke Gladak pertandingan tanpa diantar
saudara-saudara dari PSHT karena beliau sendiri yang meminta agar saudara
PSHT lebih baik menunggu kedatangannya saja di Gladak pertandingan.
Setelah beliau sampai, beliau disambut oleh RM. Sutomo Mangkujoyo dan
menepuk pundak beliau sambil berpesan, ”Mati lan uripe PSHT ana ing
tanganmu, mula jeng andika kudu waspada lan waskita supaya den purih joyo
kang sejati.” (mati dan hidupnya PSHT ada di tanganmu sekarang, maka
kamu harus waspada dan pandai supaya memperoleh kemenangan yang
sejati/tidak curang), RM Imam Koessoepangat mengangguk dan kemudian mencium tangan
RM Sutomo Mangkujoyo sebelum naik Gladak. Setelah naik di gladak
pertandingan, beliau berbicara kepada Syekh Wulan, ”menopo kulo angsal ngaturaken panuwunan dumateng andika?” (apakah saya boleh menyampaikan permintaan kepada anda?), Syekh Wulan pun menjawab ”monggo.” (silakan). ”kulo nyarujuki bileh kawulo kawon, sedoyo paguron wonten ing tlatah Madiun mboten bade medal saking leladan Madiun, nanging bileh kawulo unggul ing jurit,
kawulo nyuwun supados santri-santri panjenengan mlebet lan tumut
gegladen wonten ing PSHT, namung meniko kemawon panuwun kulo.” (saya
menyetujui jika saya kalah, semua perguruan yang ada di bumi Madiun tidak
akan keluar dari wilayah Madiun, tetapi jika saya menang, saya meminta agar
santri-santri anda masuk dan ikut latihan di PSHT, hanya itu permintaan
saya), Syekh Wulan menyetujui permintaan itu dan dimulailah
pertandingan itu. Mungkin semua menyangka kalau pertandingan itu akan
berjalan sengit dan lama, tapi kenyataannya tidak, dalam waktu 1 menit
58 detik Syekh wulan sudah terkapar tidak dapat melanjutkan pertandingan
lagi, maka keluarlah RM Imam Koessoepangat sebagai juara dalam pertandingan tersebut.
Kemudian pada era tahun 70an Syekh Wulan bertandang ke Rumah RM Imam
Koessoepangat, tidak ada permusuhan di antara mereka, semua melebur dalam
canda dan tawa, bahkan RM Imam Koessoepangat berkelakar pada Syekh
Wulan, ”pripun menawi kulo lan panjenengan gelut malih?” kata beliau
sambil tertawa, Syekh Wulan pun juga tertawa lepas dan sama sekali tidak ada
dendam di antara mereka.
Setelah itu beliau mengijinkan santri-santrinya untuk ikut
bergabung latihan dengan PSHT dan mengakui serta mendukung PSHT melebarkan sayapnya ke seluruh penjuru hingga sekarang.
Salam PSHT1922
Tidak ada komentar:
Posting Komentar