Falsafah PSHT

Manusia dapat dihancurkan, Manusia dapat dimatikan,
tetapi manusia tidak dapat dikalahkan selama manusia itu
masih Setia kepada dirinya sendiri atau ber-SH pada dirinya sendiri

Rabu, 27 September 2023

PERMENDAGRI NOMOR 114 TAHUN 2014 vs PERMENDESA PDTT NOMOR 21 TAHUN 2020

PERMENDAGRI NOMOR 114 TAHUN 2014 vs PERMENDESA PDTT NOMOR 21 TAHUN 2020

Selain program Pemutakhiran Data SDGs Desa yang konten datanya menunjukkan jelas Kementerian Desa PDTT merampas kewenangan Kemendagri, ada lagi Pasal dalam Permendese PDTT Nomor 21 Tahun 2021 yang substansinya berbenturan dengan substansi yang diatur dalam Permendagri Nomor 114 Tahun 2014, yaitu pasal 27 ayat (2) dan pasal 36 ayat (2) yang berbenturan dengan pasal 8 ayat (2) dan pasal 33 ayat (2) dalam Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 dimana benturan tersebut menyebabkan kegaduhan di desa desa di Nusantara dalam membentuk Tim Penyusun RPJMDes dan Tim Penyusun RKPDes. Adapun kegaduhan tersebut antara lain:

  1. Pemerintah Desa ngotot menggunakan Permendagri 114/2014 vs Pembina Desa ngotot menggunakan Permendesa 21/2020.
  2. Pemerintah Desa ngotot menggunakan Permendagri 114/2014 vs Pendamping Desa ngotot menggunakan Permendesa 21/2020
  3. Pemerintah Desa ngotot menggunakan Permendagri 114/2014 vs BPD ngotot menggunakan Permendesa 21/2020
  4. Pemerintah Desa ngotot menggunakan Permendesa 21/2020 vs BPD ngotot menggunakan 2021Permendagri 114/2014
  5. Kepala Desa ngotot menggunakan Permendesa 21/2020 vs Perangkat Desa ngotot menggunakan Permendagri 114/2014

Tentunya kondisi ini tidak boleh dibiarkan terus berlangsung, oleh sebab itu perlu diluruskan, jangan masing-masing kementerian mengedepankan ego sektoralnya. Begitu juga dengan para pembina desa baik tingkat Kabupaten maupun Kecamatan, termasuk juga para pendamping.

Adapun cara meluruskannya adalah dengan kembali pada azas kewenangannya masing-masing Kementerian tersebut. Berdasarkan azas kewenangannya, desa itu dalam hal tata kelolanya adalah menjadi kewenangan Kementerian Dalam Negeri sebagaimana diatur dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014, romawi I, angka 1, alenia 10, dan Peraturan Presiden Nomor 11 tahun 2015. Sedangkan Permendagri 114/2014 dan Permendesa PDTT 21/2020 itu sama-sama substansinya adalah tata kelola desa, maka antara Permendagri 114/2014 dan Permendesa PDTT 21/2020 yang harus dijadikan pedoman dalam membentuk Tim Penyusun RPJMDes dan Tim Penyusun RKPDes adalah Permendagri 114/2014.

Sebagai referensi, silakan dibaca nukilan dari Peraturan yang disebutkan dalan tulisan di atas:

Pasal 36

(1) Kepala Desa mempersiapkan penyusunan rancangan RKPDesa dengan membentuk tim penyusun RKP

(2) Tim penyusun RKP Desa sebagaimana dimaksud padaayat (1), terdiri atas:

a. pembina yang dijabat oleh kepala Desa;

b. ketua yang dipilih oleh kepala Desa denganmempertimbangkan kemampuan dan keahlian;

c. sekretaris yang ditunjuk oleh ketua tim; dan

d. anggota yang berasal dari perangkat Desa, KaderPemberdayaan Masyarakat Desa, dan unsurmasyarakat Desa lainnya.

(3) Unsur masyarakat Desa sebagaimana dimaksud padaayat (2) huruf d meliputi:

a. tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokohpendidikan, tokoh seni dan budaya, dan keterwakilan kewilayahan;

b. organisasi atau kelompok tani dan/atau buruh tani;

c. organisasi atau kelompok nelayan dan/atau buruh nelayan;

d. organisasi atau kelompok perajin;

e. organisasi atau kelompok perempuan;

f. forum anak, serta pemerhati dan perlindungan anak;

g. perwakilan kelompok masyarakat miskin;

h. kelompok berkebutuhan khusus atau difabel;

i. kader kesehatan;

j. Penggiat dan pemerhati lingkungan;

k. kelompok pemuda atau pelajar; dan/atau

l. organisasi sosial dan/atau lembaga kemasyarakatan lainnya sesuai kondisi objektif Desa.

(4) Tim penyusun RKP Desa sebagaimana dimaksud padaayat (2) berjumlah ganjil, paling sedikit 7 (tujuh) orang.

(5) Komposisi tim penyusun RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri dari paling sedikit 30%

(6) Tim penyusun RKP Desa sebagaimana dimaksud padaayat (2) ditetapkan dengan keputusan kepala Desa.

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014

Penjelasan

I. UMUM

1. Dasar Pemikiran

Alenia ke-10

Menteri yang menangani Desa saat ini adalah Menteri Dalam Negeri. Dalam kedududukan ini Menteri Dalam Negeri menetapkan pengaturan umum, petunjuk teknis, dan fasilitasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.

PERATURAN PRESIDEN NOMOR 85 TAHUN 2020

Susunan Organisasi Kemendes pun sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2020, pada Pasal 6 diuraikan bahwa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi terdiri atas:
a. Sekretariat Jenderal;
b. Direktorat Jenderal Pembangunan Desa dan Perdesaan;

c. Direktorat Jenderal Pengembangan Ekonomi dan Investasi Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi;

d. Direktorat Jenderal Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal;
e. Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi;
f. Inspektorat Jenderal;
g. Badan Pengembangan dan Informasi Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi;
h. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi;
i. Staf Ahli Bidang Pembangunan dan Kemasyarakatan;
j. Staf Ahli Bidang Pengembangan Ekonomi Lokal;
k. Staf Ahli Bidang Pengembangan Wilayah;
l. Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga; dan
m. Staf Ahli Bidang Hukum dan Reformasi Birokrasi.

Susunan organisasi Kemendes tersebut tidak ada perangkat yang memiliki kewenangan terhadap desa di bidang pemerintahan desa dan pembinaan kemasyarakatan.

PERATURAN PRESIDEN NOMOR 11 TAHUN 2015

Terkait dengan kewenangan Kemendagri sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015, pada Pasal 3 huruf a diuraikan bahwa Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Kementerian Dalam Negeri menyelenggarakan fungsi: a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang politik dan pemerintahan umum, otonomi daerah, pembinaan administrasi kewilayahan, pembinaan pemerintahan desa, pembinaan urusan pemerintahan dan pembangunan daerah, pembinaan keuangan daerah, serta kependudukan dan pencatatan sipil, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; ini artinya jelas dan tegas bahwa secara umum desa itu menjadi kewenangan Kemendagri.

Susunan Organisasi Kemendagri sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015, pada Pasal 4 diuraikan bahwa Kementerian Dalam Negeri terdiri atas:
a. Sekretariat Jenderal;
b. Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum;
c. Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan;
d. Direktorat Jenderal Otonomi Daerah;
e. Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah;
f. Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa;
g. Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah;
h. Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil;
i. Inspektorat Jenderal;
j. Badan Penelitian dan Pengembangan;
k. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia;
l. Staf Ahli Bidang Hukum dan Kesatuan Bangsa;
m. Staf Ahli Bidang Pemerintahan;
n. Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antar Lembaga;
o. Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Pembangunan; dan
p. Staf Ahli Bidang Aparatur dan Pelayanan Publik

Terimakasih. Semoga barokah. Aamiin..

Minggu, 17 September 2023

RITUAL TOPO KUNGKUM

RITUAL TOPO KUNGKUM

Laku prihatin/tirakat sudah menjadi bagian tradisi bagi sebagian masyarakat Jawa, terutama yang masih menganut ajaran Kejawen. Mereka percaya bahwa semua laku tirakat tersebut akan memberikan manfaat yang besar dalam kehidupannya.
Laku sendiri dalam kehidupan sehari-hari dapat diterjemahkan sebagai suatu tindakan yang dipilih sebagai jalan dalam menempuh kehidupan di Dunia. Tujuan laku adalah untuk mencapai kesempurnaan hidup.

Jika kesempurnaan hidup sudah dicapai, maka akan tercapai pula keharmonisan dalam tiga arah, yakni:
1. Arah ke dalam: "Sejatine Urip"
2. Arah Horizontal: kepada sesama "Memayu Hayuning Bawono"
3. Arah Vertikal: kepada Sang Pencipta "Manunggaling Kawulo lan Gusti"

Dalam laku spiritual, orang Jawa selalu menunjukkan sikap manembah, yakni wujud
eling/mengingat dan hormat kepada Yang Maha Kuasa, dan wujud cinta serta hormat kepada leluhur.
Dalam laku tirakat, biasanya dilakukan meditasi atau semedi dengan berdzikir, wirid, do'a serta berpuasa untuk semakin mendekatkan diri pada Sang Pencipta.
Dalam tradisi spiritual ilmu Kejawen tingkat tertentu juga dikenal ritual Topo kungkum, yakni berendam di sungai tempuran (pertemuan tiga aliran sungai) pada malam hari.
Ritual tersebut mungkin bagi sebagian orang tampak aneh dan membahayakan diri sendiri, tapi bagi penganut ajaran Kejawen, ritual Topo kungkum adalah suatu tahapan untuk mencapai tingkat spiritual yang lebih tinggi.

Makna yang terkandung dalam laku Topo kungkum adalah untuk pembersihan diri dari kotoran jiwa dan merupakan bentuk atau wujud dari pertaubatan untuk mencari kesucian hati dan jiwa.

Aliran sungai atau air adalah lambang sumber kehidupan, yaitu sumber kehidupan di jagat raya ini, dan sumber dari segala kehidupan yang sebenarnya adalah ALLAH.

Oleh karena itu, Topo kungkum sesungguhnya memiliki makna menyongsong bantuan atau pertolongan dari TUHAN yang Maha Hidup dan merupakan sumber dari segala kehidupan.
Sedangkan dari sisi kesehatan, arus air yang begitu deras dari tiga aliran sungai merupakan terpaan yang memiliki ritme tertentu dan ketika menyentuh kulit akan terasa seperti terapi pijatan. Dan pijatan pada waktu malam hari dengan suhu yang sangat dingin seperti memberikan efek kejut bagi tubuh yang akan mengaktifkan simpul-simpul syaraf sehingga menjadi lebih peka.

Efek kejutan dan rangsangan tersebut akan membuat sel-sel syaraf berfungsi dengan lebih baik. Dalam ilmu medis menyebutkan bahwa sel-sel syaraf yang mati berpotensi membuat tubuh menjadi sakit.
Sel-sel yang lemah atau mati tersebut bisa dirangsang dengan memberikan efek kejut seperti sengatan aliran listrik, pukulan, atau dengan memberikan suhu yang bertentangan, misalnya dari panas ke dingin atau sebaliknya.

Oleh sebab itulah mandi pada malam hari berfungsi untuk merangsang syaraf-syaraf yang lemah atau kurang peka terhadap sesuatu, baik yang bersifat lahiriah maupun yang bersifat batiniah.
Sedangkan dari sisi Supranatural, topo kungkum adalah sebuah ritual untuk menyerap energi alam, yaitu "pulung banyu" atau "ndok banyu" yang sangat dicari oleh para penganut ilmu Supranatural, dan sungai tempuran dipercaya sebagai tempat yang memiliki energi supranatural sangat besar.
Bagi pelaku ritual Topo kungkum yang berhasil mendapatkan pulung banyu atau ndok banyu tersebut, maka dia akan memiliki kekuatan ghaib yang akan berguna untuk keperluan-keperluan Supranatural.

Laku spiritual Kejawen memang syarat dengan kiasan dan filosofi yang memiliki makna harapan dan do'a kepada Sang Pencipta. Namun tahapan dari semua ritual Kejawen adalah satu rangkaian yang harus dilakukan secara sempurna agar tercapai apa yang menjadi tujuan dari dilakukannya ritual tersebut.
Ritual laku Kejawen tidak diciptakan secara asal-asalan, tapi telah disusun dengan sempurna oleh para leluhur orang Jawa yang notabene adalah orang-orang linuwih.
Ritual laku Kejawen telah disusun sedemikian rupa agar selaras dengan kaedah-kaedah alam semesta, sehingga para pelaku ritual laku Kejawen dapat menyatukan jiwa dan raganya dengan energi alam semesta/energi makro/energi TUHAN.

Orang Jawa menjalani budaya menggunakan pemahaman filsafat dengan semboyan:
• Tyas manis kang mantesi: Tingkah laku dan sikap yang baik menurut norma kehidupan.
• Aruming wicoro kang mranani: Bicara yang penuh makna baik.
• Sinembuh laku utomo: Disertai tindakan yang baik dan menunjukkan keutamaan

Dengan demikian laku prihatin/tirakat bukan saja bermanfaat sebagai obat bagi raga Manusia, tapi juga bagi jiwa yang haus akan rahmat TUHAN.
Kebiasaan prihatin/tirakat akan membuat kita hidup lebih sehat dengan sikap-sikap utama yang menjadi pondasinya.

Dan semua itu mewujud dalam tingkah laku dan kehidupan sehari-hari orang Jawa:
• Eling (ingat): Selalu mengingat Sang Pencipta melalui dzikir.
• Sabar: Tidak lekas marah, tidak membalas perbuatan jahat, dan selalu tabah dalam menghadapi cobaan dalam kehidupan.
• Narimo: Yaitu menerima kondisi apapun dan tidak pernah mengeluh serta menyalahkan keadaan.
• Temen: Bersungguh-sungguh dan selalu jujur.
• Lilo: Rela mengorbankan sesuatu yang berharga demi kepentingan yang lebih mulia.
• Prasojo: Sederhana dan rendah hati.
• Tepo sliro: Pengertian dan memahami orang lain dengan mencerminkan diri sendiri.
• Sepi ing pamrih rame ing gawe: Bekerja dengan sebaik-baiknya tanpa mengharapkan imbalan.
• Gotong Royong: Mengutamakan kebersamaan dalam segala aspek kehidupan.

Demikian sedikit informasi tentang makna Spiritual dari ritual topo kungkum yang dapat kami sampaikan pada artikel kali ini.
Semoga bermanfaat...

Terima kasih
Pandan Sari, 17 September 2023/01 Rabi'ul Awwal 1445.