Falsafah PSHT
Manusia dapat dihancurkan, Manusia dapat dimatikan,
tetapi manusia tidak dapat dikalahkan selama manusia itu
masih Setia kepada dirinya sendiri atau ber-SH pada dirinya sendiri
Merutinkan Shalat Sunnah Rawatib
Shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang mengiringi shalat lima
waktu. Shalat sunnah rawatib yang dikerjakan sebelum shalat wajib
disebut shalat sunnah qobliyah. Sedangkan sesudah shalat wajib disebut
shalat sunnah ba’diyah.
Di antara tujuan disyari’atkannya shalat
sunnah qobliyah adalah agar jiwa memiliki persiapan sebelum melaksanakan
shalat wajib. Perlu dipersiapkan seperti ini karena sebelumnya jiwa
telah disibukkan dengan berbagai urusan dunia. Agar jiwa tidak lalai dan
siap, maka ada shalat sunnah qobliyah lebih dulu.
Sedangkan
shalat sunnah ba’diyah dilaksanakan untuk menutup beberapa kekurangan
dalam shalat wajib yang baru dilakukan. Karena pasti ada kekurangan di
sana-sini ketika melakukannya.
Keutamaan Shalat Sunnah Rawatib
Pertama: Shalat adalah sebaik-baik amalan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَاعْلَمُوا أَنَّ خَيْرَ أَعْمَالِكُمُ الصَّلاَةُ
“Ketahuilah, sebaik-baik amalan bagi kalian adalah shalat.”[1]
Kedua: Akan meninggikan derajat di surga karena banyaknya shalat tathowwu’ (shalat sunnah) yang dilakukan
Tsauban –bekas budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah
ditanyakan mengenai amalan yang dapat memasukkannya ke dalam surga atau
amalan yang paling dicintai oleh Allah. Kemudian Tsauban mengatakan
bahwa beliau pernah menanyakan hal tersebut pada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, lantas beliau menjawab,
عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ
السُّجُودِ لِلَّهِ فَإِنَّكَ لاَ تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلاَّ
رَفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً
“Hendaklah engkau memperbanyak sujud kepada Allah karena tidaklah
engkau bersujud pada Allah dengan sekali sujud melainkan Allah akan
meninggikan satu derajatmu dan menghapuskan satu kesalahanmu.”[2] Ini
baru sekali sujud. Lantas bagaimanakah dengan banyak sujud atau banyak
shalat yang dilakukan?!
Ketiga: Menutup kekurangan dalam shalat wajib
Seseorang dalam shalat lima waktunya seringkali mendapatkan kekurangan
di sana-sini sebagaimana diisyaratkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلاَّ
عُشْرُ صَلاَتِهِ تُسْعُهَا ثُمُنُهَا سُبُعُهَا سُدُسُهَا خُمُسُهَا
رُبُعُهَا ثُلُثُهَا نِصْفُهَا
“Sesungguhnya seseorang ketika
selesai dari shalatnya hanya tercatat baginya sepersepuluh,
sepersembilan, seperdelapan, sepertujuh, seperenam, seperlima,
seperempat, sepertiga, separuh dari shalatnya.”[3]
Untuk menutup kekurangan ini, disyari’atkanlah shalat sunnah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ
أَعْمَالِهِمُ الصَّلاَةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ
لِمَلاَئِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ انْظُرُوا فِى صَلاَةِ عَبْدِى أَتَمَّهَا
أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ
كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِى مِنْ
تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِى
فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ الأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ
“Sesungguhnya amalan yang pertama kali akan diperhitungkan dari manusia
pada hari kiamat dari amalan-amalan mereka adalah shalat. Kemudian
Allah Ta’ala mengatakan pada malaikatnya dan Dia lebih Mengetahui segala
sesuatu, “Lihatlah kalian pada shalat hamba-Ku, apakah sempurna ataukah
memiliki kekurangan? Jika shalatnya sempurna, maka akan dicatat baginya
pahala yang sempurna. Namun, jika shalatnya terdapat beberapa
kekurangan, maka lihatlah kalian apakah hamba-Ku memiliki amalan shalat
sunnah? Jika ia memiliki shalat sunnah, maka sempurnakanlah pahala bagi
hamba-Ku dikarenakan shalat sunnah yang ia lakukan. Kemudian
amalan-amalan lainnya hampir sama seperti itu.”[4]
Keempat: Rutin mengerjakan shalat rawatib 12 raka’at dalam sehari akan dibangunkan rumah di surga.
Dari Ummu Habibah –istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« مَنْ صَلَّى اثْنَتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِىَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa mengerjakan shalat sunnah dalam sehari-semalam sebanyak 12
raka’at, maka karena sebab amalan tersebut, ia akan dibangun sebuah
rumah di surga.”
Coba kita lihat, bagaimana keadaan para
periwayat hadits ini ketika mendengar hadits tersebut. Di antara
periwayat hadits di atas adalah An Nu’man bin Salim, ‘Amr bin Aws,
‘Ambasah bin Abi Sufyan dan Ummu Habibah –istri Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam- yang mendengar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
secara langsung.
Ummu Habibah mengatakan, “Aku tidak pernah
meninggalkan shalat sunnah dua belas raka’at dalam sehari sejak aku
mendengar hadits tersebut langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam. ”
‘Ambasah mengatakan, “Aku tidak pernah
meninggalkan shalat sunnah dua belas raka’at dalam sehari sejak aku
mendengar hadits tersebut dari Ummu Habibah.”
‘Amr bin Aws
mengatakan, “Aku tidak pernah meninggalkan shalat sunnah dua belas
raka’at dalam sehari sejak aku mendengar hadits tersebut dari ‘Ambasah.”
An Nu’man bin Salim mengatakan, “Aku tidak pernah meninggalkan shalat
sunnah dua belas raka’at dalam sehari sejak aku mendengar hadits
tersebut dari ‘Amr bin Aws.”[5]
Yang dimaksudkan dengan shalat
sunnah dua belas raka’at dalam sehari dijelaskan dalam riwayat At
Tirmidzi, dari ‘Aisyah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ ثَابَرَ عَلَى ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنَ السُّنَّةِ بَنَى
اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ
وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ
وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ
“Barangsiapa merutinkan shalat sunnah dua belas raka’at dalam sehari,
maka Allah akan membangunkan bagi dia sebuah rumah di surga. Dua belas
raka’at tersebut adalah empat raka’at sebelum zhuhur, dua raka’at
sesudah zhuhur, dua raka’at sesudah maghrib, dua raka’at sesudah ‘Isya,
dan dua raka’at sebelum shubuh.”[6]
Hadits di atas menunjukkan dianjurkannya merutinkan shalat sunnah rawatib sebanyak 12 raka’at setiap harinya.[7]
Dua belas raka’at rawatib yang dianjurkan untuk dijaga adalah: [1]
empat raka’at[8] sebelum Zhuhur, [2] dua raka’at sesudah Zhuhur, [3] dua
raka’at sesudah Maghrib, [4] dua raka’at sesudah ‘Isya’, [5] dua
raka’at sebelum Shubuh.
Shalat Qobliyah Shubuh Jangan Sampai Ditinggalkan
Shalat sunnah qobliyah shubuh atau shalat sunnah fajr memiliki
keutamaan sangat luar biasa. Di antaranya disebutkan dalam hadits
‘Aisyah,
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Dua raka’at sunnah fajar (qobliyah shubuh) lebih baik daripada dunia dan seisinya.”[9]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersemangat melakukan shalat
ini, sampai-sampai ketika safar pun beliau terus merutinkannya.
‘Aisyah mengatakan,
لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - عَلَى شَىْءٍ مِنَ
النَّوَافِلِ أَشَدَّ مِنْهُ تَعَاهُدًا عَلَى رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah memiliki perhatian yang
luar biasa untuk shalat sunnah selain shalat sunnah fajar.”[10]
Ibnul Qayyim mengatakan, “Termasuk di antara petunjuk Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika bersafar adalah mengqoshor shalat fardhu dan
beliau tidak mengerjakan shalat sunnah rawatib qobliyah dan ba’diyah.
Yang biasa beliau tetap lakukan adalah mengerjakan shalat sunnah witir
dan shalat sunnah qabliyah shubuh. Beliau tidak pernah meninggalkan
kedua shalat ini baik ketika bermukim dan ketika bersafar.”[11]
Tiga Model untuk Shalat Rawatib Zhuhur
Dalam melakukan shalat sunnah rawatib zhuhur ada tiga model yang bisa dilakukan.
Pertama: Empat raka’at sebelum Zhuhur dan dua raka’at sesudah Zhuhur
sebagaimana telah dikemukakan dalam hadits ‘Aisyah di atas.
Kedua: Empat raka’at sebelum Zhuhur dan empat raka’at sesudah zhuhur.
Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadits Ummu Habibah. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ حَافَظَ عَلَى أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَأَرْبَعٍ بَعْدَهَا حَرُمَ عَلَى النَّارِ
“Barangsiapa merutinkan shalat sunnah empat raka’at sebelum Zhuhur dan
empat raka’at sesudah Zhuhur, maka akan diharamkan baginya neraka.”[12]
Ketiga: Dua raka’at sebelum Zhuhur dan dua raka’at sesudah Zhuhur. Dari Ibnu ‘Umar, beliau mengatakan,
فِظْتُ مِنَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - عَشْرَ رَكَعَاتٍ
رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا ،
وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ فِى بَيْتِهِ ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ
الْعِشَاءِ فِى بَيْتِهِ ، وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الصُّبْحِ
“Aku menghafal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sepuluh raka’at
(sunnah rawatib), yaitu dua raka’at sebelum Zhuhur, dua raka’at sesudah
Zhuhur, dua raka’at sesudah Maghrib, dua raka’at sesudah ‘Isya, dan dua
raka’at sebelum Shubuh.”[13]
Lebih Bagus Menjalankan Shalat Sunnah di Rumah
Di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
menjalankan setiap shalat sunnah di rumah, kecuali jika memang ada hajat
atau faktor lain yang mendorong untuk melakukannya di masjid.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِنَّ أَفْضَلَ الصَّلاَةِ صَلاَةُ الْمَرْءِ فِى بَيْتِهِ إِلاَّ الْمَكْتُوبَةَ
“Sesungguhnya seutama-utama shalat adalah shalat seseorang di rumahnya selain shalat wajib.”[15]
Di antara keutamaan lainnya mengerjakan shalat di rumah, apalagi
ketika baru datang dari masjid atau akan pergi ke masjid terdapat dalam
hadits Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا خرجت من منزلك فصل ركعتين يمنعانك من مخرج السوء وإذا دخلت إلى منزلك فصل ركعتين يمنعانك من مدخل السوء
“Jika engkau keluar dari rumahmu, maka lakukanlah shalat dua raka’at
yang dengan ini akan menghalangimu dari kejelekan yang ada di luar
rumah. Jika engkau memasuki rumahmu, maka lakukanlah shalat dua raka’at
yang akan menghalangimu dari kejelekan yang masuk ke dalam rumah.”[16]
Kontinu dalam Amalan itu Lebih Baik
Dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang
kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan
selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya. [17]
An Nawawi
rahimahullah mengatakan, ”Ketahuilah bahwa amalan yang sedikit namun
konsekuen dilakukan, itu lebih baik dari amalan yang banyak namun cuma
sesekali saja dilakukan. Ingatlah bahwa amalan sedikit yang rutin
dilakukan akan melanggengkan amalan ketaatan, dzikir, pendekatan diri
pada Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amalan
tersebut diterima oleh Sang Kholiq Subhanahu wa Ta’ala. Amalan sedikit
namun konsekuen dilakukan akan memberikan ganjaran yang besar dan
berlipat dibandingkan dengan amalan yang sedikit namun sesekali saja
dilakukan.”[18]
Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, ”Amalan yang
dilakukan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah amalan yang
konsekuen dilakukan (kontinu). Beliau pun melarang memutuskan amalan dan
meninggalkannya begitu saja. Sebagaimana beliau pernah melarang
melakukan hal ini pada sahabat ’Abdullah bin ’Umar.”[19]
Demikian sedikit penjelasan dari kami mengenai shalat sunnah rawatib.
Semoga kita termasuk hamba Allah yang bisa merutinkannya. Hanya Allah
yang memberi taufik.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar