Falsafah PSHT

Manusia dapat dihancurkan, Manusia dapat dimatikan,
tetapi manusia tidak dapat dikalahkan selama manusia itu
masih Setia kepada dirinya sendiri atau ber-SH pada dirinya sendiri

Jumat, 30 Agustus 2013

Mengasah Ketajaman Mata Hati

Hanya Surga, balasan bagi haji mabrur, Keluarga teladan yang dicintai Allah, Pemimpin yang dicintai Rakyatnya, mari singkirkan sampah kehidupan, inilah qurban yang diterima Allah. Katakanlah, inilah jalanku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah (argumentasi) yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik'". (QS Yusuf [12]: 108).

Ayat di atas merupakan ajakan untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya dengan berbasis hujah, atau argumentasi. Sebuah ayat untuk menegaskan bahwa kehidupan keberagamaan seseorang harus dibangun berdasarkan argumentasi yang kuat, melalui ketajaman mata hati, atau bashiroh.

Semakin luas dan tajam bashiroh seseorang, semakin serius pula amaliah dan praktik keberagamaannya. Keikhlasan dan keistiqomahan akan lahir dengan sendirinya. Dalam ayat di atas, Allah mendampingkan proses kewajiban dakwah dengan bashiroh sebagai sebuah kewajiban syar'i yang dituntut oleh Islam.

Ibnu Katsir mengidentifikasi bashiroh sebagai sebuah keyakinan yang berlandaskan argumentasi syar'i dan 'aqli yang kokoh, serta tidak taklid buta. Menurut Syaukani, bashiroh adalah pengetahuan yang mampu memilah yang hak dari yang bathil, benar dari salah, dan begitu seterusnya.

Untuk mendapati ketajaman bashiroh, banyak amaliah yang harus dipenuhi. Pertama, adanya sebuah kesadaran niat yang benar. Karena niat yang salah akan turut mempengaruhi kinerja dan mengakibatkan kerja yang asal-asalan. Terlebih, ibadah dan amaliah ketaatan cenderung naik turun. Inilah rahasianya mengapa setiap amal dalam Islam harus didasari niat yang benar dan tulus karena Allah.

Kedua, untuk menajamkan bashiroh, mutlak seseorang harus taubat secara sungguh-sungguh. (QS At-Tahrim [66]: 8). Ketiga, menyisihkan hasrat dunia dengan tak tebersit untuk menabung banyak dosa dan maksiat. (QS Al-Hujurat [49]: 11). Keempat, serius menjaga amalan wajib dan menghidupkan yang sunah (QS Thoha [20]: 90).

Kelima, menghidupkan waktu terutama di malam hari dengan banyak berzikir dan bermuhasabah. Siang banyak berbuat kebajikan dan malam tidak dihabiskan dengan tidur. "Sesungguhnya, mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat dengan ihsan. Di dunia, mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar". (QS Adz-Dzariyat [51]: 16-18).

Hal lain adalah menumbuhkan rasa takut terhadap hisab akhirat. Selain itu, perlu melatih ketekunan, kesabaran, dan kokoh terhadap gempuran godaan. Dari titik inilah, seseorang secara perlahan akan memiliki ketajaman mata hati (bashiroh) sehingga amaliah dakwahnya akan senantiasa dinamis dan cerdas mencari kreativitas baru dalam berdakwah.

Contoh sosok yang memiliki bashiroh mengagumkan adalah Nabi Nuh AS. Di tengah penolakan kaumnya, ia tetap mencari terobosan baru dalam berdakwah. Ia tetap komit dan tegar, bahkan mencari alternatif sarana dakwah yang beragam sesuai dengan kondisi dan tuntutan kaumnya.
Wallahu a'lam. Semoga bermanfaat, Amien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar